Rabu, 31 Januari 2018

Pengabdian di Pedalaman Tanpa Listrik

03 November 2017

 Siang itu, kami melakukan aktifitas seperti biasa di hari-hari pertama di Puskesmas ini yaitu tidak melakukan apa-apa (mungkin karena kami anak baru jadi masih belum tahu mau kerja apa kali yahh, hehe). Ibu Bidan Butet tetiba mengajak saya untuk menuju rumah salah seorang warga bumil yang nyaris partus yang dikunjungi oleh Butet tengah malam tadi ketika saya sedang tidur nyenyak banget. Tanpa pikir panjang saya mengiyakan ajakan tersebut, daripada magabut di Puskesmas kan? Dalam perjalanan ke rumah warga yang bersangkutan, saya bingung mau ngapain di nanti saat si Butet sibuk membantu persalinan, namun rasa penasaran saya untuk menyaksikan ibu melahirkan lebih besar dari rasa bingung saya. Untungnya Butet memberi secercah cahaya, eeeaaa, bahwa saya bisa bantu gendong bayinya nanti sembari si Butet menggunting ari-arinya, oklaaayyyy.
Jarak Puskesmas ke rumah calon ibu tidak begitu jauh, hanya sekitar 5 menit berjalan kaki, tapi pake tanjakan, dan akuhhh tak biasaaaaa (belum terbiasa lebih tepatnya). Jalan sambil menyanyikan lagu yang di ajarkan di Pusdikkes pun tidak mempan, “lika liku lika liku laki laki, hoss hoss hoss” Arrrggggg, aku harus melatih otot-otot ku agar lebih kuar, melatih hati juga sih. Ditengah jalan kami bertemu 3 orang anak sekolah berpakaian olahraga yang melihat kami dari kejauhan sambil memegang parang dan sapu lidi. Wowwww, ada apa ini?? Saat kami sapa, mereka hanya tersenyum malu, unch unch. Ternyata mereka dari sekolah abis membersihkan sekolah, trus karena sudah selesai jadi parangnya mau di simpan di rumah. Ulalaaaa. Kehidupan desa ini berbeda banget yah sama kampung saya.
Kembali ke laptop! Tiba di rumah pasien, kami memasuki sebuah rumah sederhana berdinding anyaman rotan, beralaskan tanah, dengan seorang ibu yang sedang menapis beras melemparkan senyum ke arah kami. Beberapa ibu mengantarkan kami memasuki kamar tempat calon ibu berbaring. “mari ibu bidan, silahkan masuk. Kita pu anak ada di dalam kamar.” Di dalam kamar ternyata sudah ada beberapa teman tenaga kesehatan dari Puskesmas yang menangani si ibu, walaupun tenaga bidan belum ada di dalam. Perasaan saya saat itu campur aduk, entah seperti apa. Untuk pertama kalinya saya akan menyaksikan proses persalinan dan entahlah mental saya akan kuat atau tidak.
Ketegangan di dalam kamar bergitu terasa apalagi setiap kali si ibu ngeden. Ketegangan semakin meningkat ketika jabang bayi sudah akan keluar, dan ibu bidan Butet naik ke ranjang tanpa kasur (lebih tepatnya sih dipan) menghadapi ibu. OMG! Sedikit rasa haru muncul melihat perjuangan si ibu mengeluarkan bayi dalam perutnya dan ketika si ibu seperti minta maaf ke ibunya sesaat sebelum mengejan. Berbagai doa keluar dari mulut setiap orang yang berada dalam kamar tersebut. “Yesus Tolong!”, ucapku. Perjuangan beberapa menit berakhir dengan seorang bayi perempuan di gendong oleh si Butet. Bidan Butet menyedot lendirnya, dan setelah dibersihakn, tadaaaa, seorang anak perempuan dengan berat 3,1 kg lahir ke dunia dalam sebuah kesederhanaan. Senyum bahagia tidak pernah lepas dari wajah si ibu, apalagi ketika IMD dilakukan dan untuk pertama kalinya si anak bersentuhan langsung dengan kulit ibunya, what a sweet moment.
Pekerjaan bu bidan tidak berakhir di situ. Butet membersihkan vagina si ibu sementara saya memegang lampu untuk menyorot ibu. Wowwww, perjuangan luar biasa hari ini. Saya merasa sangat terhormat bisa membantu persalinan walaupun hanya memegang lampu penerang. Bukti pejuang di pelosok negeri ini. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa saya akan menghadapi hal seperti ini. Bertemu muka dengan penduduk pelosok dan menjadi bagian di dalamnya. Berbagi kasih dan berbagi kebahagiaan bersama orang-orang yang mungkin belum merasakan angin segar dari pusat negeri ini sejak bertahun-tahun. Terbukti bahwa akses menuju desa ini yang begitu memprihatinkan bagi saya pribadi dan belum ada pembangkit listrik membuat kami masih harus menikmati listrik selama 4 jam sehari.
Pengalaman baru di hari keenam keberadaan ku di desa ini. Pengalaman dan tantangan lain menunggu di depan, siap untuk kuceritakan.

Nusantara Sehat: Membangun Indonesia dari Pinggiran!

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts