03 November 2017
Siang itu, kami
melakukan aktifitas seperti biasa di hari-hari pertama di Puskesmas ini yaitu
tidak melakukan apa-apa (mungkin karena kami anak baru jadi masih belum tahu
mau kerja apa kali yahh, hehe). Ibu Bidan Butet tetiba mengajak saya untuk
menuju rumah salah seorang warga bumil yang nyaris partus yang dikunjungi oleh
Butet tengah malam tadi ketika saya sedang tidur nyenyak banget. Tanpa pikir
panjang saya mengiyakan ajakan tersebut, daripada magabut di Puskesmas kan?
Dalam perjalanan ke rumah warga yang bersangkutan, saya bingung mau ngapain di
nanti saat si Butet sibuk membantu persalinan, namun rasa penasaran saya untuk
menyaksikan ibu melahirkan lebih besar dari rasa bingung saya. Untungnya Butet
memberi secercah cahaya, eeeaaa, bahwa saya bisa bantu gendong bayinya nanti
sembari si Butet menggunting ari-arinya, oklaaayyyy.
Jarak Puskesmas ke
rumah calon ibu tidak begitu jauh, hanya sekitar 5 menit berjalan kaki, tapi
pake tanjakan, dan akuhhh tak biasaaaaa (belum terbiasa lebih tepatnya). Jalan
sambil menyanyikan lagu yang di ajarkan di Pusdikkes pun tidak mempan, “lika
liku lika liku laki laki, hoss hoss hoss” Arrrggggg, aku harus melatih
otot-otot ku agar lebih kuar, melatih hati juga sih. Ditengah jalan kami
bertemu 3 orang anak sekolah berpakaian olahraga yang melihat kami dari
kejauhan sambil memegang parang dan sapu lidi. Wowwww, ada apa ini?? Saat kami
sapa, mereka hanya tersenyum malu, unch unch. Ternyata mereka dari sekolah abis
membersihkan sekolah, trus karena sudah selesai jadi parangnya mau di simpan di
rumah. Ulalaaaa. Kehidupan desa ini berbeda banget yah sama kampung saya.
Kembali ke laptop! Tiba
di rumah pasien, kami memasuki sebuah rumah sederhana berdinding anyaman rotan,
beralaskan tanah, dengan seorang ibu yang sedang menapis beras melemparkan
senyum ke arah kami. Beberapa ibu mengantarkan kami memasuki kamar tempat calon
ibu berbaring. “mari ibu bidan, silahkan masuk. Kita pu anak ada di dalam
kamar.” Di dalam kamar ternyata sudah ada beberapa teman tenaga kesehatan dari
Puskesmas yang menangani si ibu, walaupun tenaga bidan belum ada di dalam.
Perasaan saya saat itu campur aduk, entah seperti apa. Untuk pertama kalinya
saya akan menyaksikan proses persalinan dan entahlah mental saya akan kuat atau
tidak.
Ketegangan di dalam
kamar bergitu terasa apalagi setiap kali si ibu ngeden. Ketegangan semakin
meningkat ketika jabang bayi sudah akan keluar, dan ibu bidan Butet naik ke ranjang
tanpa kasur (lebih tepatnya sih dipan) menghadapi ibu. OMG! Sedikit rasa haru
muncul melihat perjuangan si ibu mengeluarkan bayi dalam perutnya dan ketika si
ibu seperti minta maaf ke ibunya sesaat sebelum mengejan. Berbagai doa keluar
dari mulut setiap orang yang berada dalam kamar tersebut. “Yesus Tolong!”,
ucapku. Perjuangan beberapa menit berakhir dengan seorang bayi perempuan di
gendong oleh si Butet. Bidan Butet menyedot lendirnya, dan setelah dibersihakn,
tadaaaa, seorang anak perempuan dengan berat 3,1 kg lahir ke dunia dalam sebuah
kesederhanaan. Senyum bahagia tidak pernah lepas dari wajah si ibu, apalagi
ketika IMD dilakukan dan untuk pertama kalinya si anak bersentuhan langsung
dengan kulit ibunya, what a sweet moment.
Pekerjaan bu bidan
tidak berakhir di situ. Butet membersihkan vagina si ibu sementara saya
memegang lampu untuk menyorot ibu. Wowwww, perjuangan luar biasa hari ini. Saya
merasa sangat terhormat bisa membantu persalinan walaupun hanya memegang lampu
penerang. Bukti pejuang di pelosok negeri ini. Tidak pernah terpikirkan
sebelumnya bahwa saya akan menghadapi hal seperti ini. Bertemu muka dengan
penduduk pelosok dan menjadi bagian di dalamnya. Berbagi kasih dan berbagi
kebahagiaan bersama orang-orang yang mungkin belum merasakan angin segar dari
pusat negeri ini sejak bertahun-tahun. Terbukti bahwa akses menuju desa ini
yang begitu memprihatinkan bagi saya pribadi dan belum ada pembangkit listrik
membuat kami masih harus menikmati listrik selama 4 jam sehari.
Pengalaman baru di hari
keenam keberadaan ku di desa ini. Pengalaman dan tantangan lain menunggu di
depan, siap untuk kuceritakan.
Nusantara Sehat:
Membangun Indonesia dari Pinggiran!
0 komentar:
Posting Komentar