Kamis, 03 Agustus 2017

Mestakung: Missionaris dan Pembunuhnya

Beberapa minggu lalu, saya itu kembali melakukan perjalanan singkat sebagai seorang guide untuk mengantarkan salah satu siswa PKL dari Tomohon di hari terakhirnya di jemaat kami di Tana Toraja. Salah satu destinasi objek wisata yang dikunjungi adalah Bori' Kalimbuang lokasi tempatnya batu Simbuang berada. Dari Bori' kami melanjutkan perjalanan menuju Sa'dan To'Barana melalui Pangli. Di sinilah kami berhenti sebentar di rumah tempat Missionaris pertama di Tana Toraja, Antonie Aris Van de Loosdrecht, dibunuh oleh seorang inlander (pribumi).

Rumah Guru Manumpil & Patung Van de Loosdrecht


Sebagai seorang Kristen yang berdarah Toraja, saya tahu bahwa pembawa agama Kristen pertama masuk ke wilayah Tana Toraja adalah seorang Belanda yang meninggal di bunuh oleh salah seorang pribumi. Hanya itu. Siapa yang membunuh, kisah pembunuhannya, di mana ia di bunuh, dan kisah semacamnya tidak saya ketahui. Sampai kami mengunjungi rumah yang katanya merupakan rumah sang misionaris yang berlokasi di Bori' tersebut, saya mulai tertarik untuk mengetahui sejarahnya.
Rumah Guru Manumpil

Rumah tersebut berlokasi di Rantedengen, Bori', sebelah kiri jika dari Bori' Kalimbuang menuju Pangli. Sekarang di depan rumah tersebut terdapat replika Zending A. A. Van de Loosdrecht dan di teras rumah terdapat beberapa foto beliau bersama istri (kami tidak masuk ke dalam rumah karena terkunci). Berdasarkan penuturan seorang bapak yang sempat saya tanyai pada saat itu, di rumah ini tidak ada penjaga sehingga tidak ada yang akan membantu pengunjung menjawab pertanyaan sehubungan dengan rumah dan missionaris ini. Salah seorang teman trip pada saat itu mencari informasi mengenai missionaris di internet, namun saya tidak terlalu yakin dengan kevalidan informasi tersebut.
Teras tempat Van de Loosdrecht terbunuh

Beberapa hari kemudian, ketika gambaran perjalanan ke rumah missionaris masih fresh, saya sedang nongkrong bersama seorang teman di Rantepao sambil ngobrol sampai pada akhirnya saya mengetahui bahwa teman saya ini adalah salah satu cucu dari pembunuh Zending Van de Loosdrecht. Angin segar coyyyy, ternyata salah satu teman saya adalah cucu dari seorang pelaku sejarah besar di Tana Toraja. Tidak menyia-nyiakan kesempatan saya langsung menanyakan mengenai kisah kakeknya dan sang missionaris.

Tidak banyak yang saya dapatkan mengenai kisah missionaris tersebut selain dari nama pembunuh sang missionaris adalah seorang dari Pangli yang bernama Pongmassangka yang patanenya saat ini berada di Pangli, kelihatan dari jalan poros Pangli-Batutumonga (selama ini Patane tersebut memang menarik perhatian saya setiap kali melalui jalan tersebut, sampai saya ketahui bahwa patane tersebut adalah patane salah seorang pelaku sejarah). Angin segar kedua adalah, ternyata salah seorang om dari teman saya tersebut memiliki buku mengenai kisah pembunuhan Missionaris, ulalaaa cuss pinjam bukunya.

Hari yang ditunggu-tunggu untuk bertemu buku pinjaman akhirnya datang juga (lebay yah?). Buku dengan judul "Serigala Menjadi Domba" tersebut akhirnya saya lahap pagi tadi selama kurang dari 2 jam, saking antusiasnya.
Buku tentang Pongmassangka si Pembunuh Van de Loosdrecht

Buku yang disusun oleh Paulus Patanduk, Naomi Kila' Allo, dan Petrus Silas ini menceritakan tentang Riwayat Pongmassangka, perjuangan mayarakat Toraja melawan penjajah, kisah pembunuhan missonaris, kehidupan para terhukum di pembuangan, apa yang terjadi pada Pongmassangka dan kelompok Bori' selama di pembuangan selama 13 tahun, sampai pada kisah pembabtisan 70 orang keluarga Pongmassangka setelah pembuangan.
Gambar Missionaris & Istri Dalam Salah Satu Halaman Buku 'Serigala Menjadi Domba'

Buku ini juga menceritakan kehidupan adat masyarakat Tana Toraja pada zaman dulu, bahkan menceritakan tentang strategi perang para pejuang dengan bahasa sandi yang mereka gunakan pada kala itu yaitu:
"Pongtiku sola Bombing mangrakan dolo namane Pongmaramba' sola Puang Randanan mepare sola Sang Torayan" (halaman 12)

Sedikit informasi yang saya dapatkan dari buku ini adalah sebagai berikut:

  1. TERNYATA rumah tempat replika Zending A. A. Van de Loosdrecht bukanlah kediamannya tapi kediaman Guru Manumpil yang dikunjunginya pada malam itu. Sang Missionaris tinggal di Rantepao kala itu.
  2. TERNYATA Zending A. A. Van de Loosdrecht merupakan korban salah sasaran. Para pejuang tidak mengetahui bahwa beliau adalah seorang missionaris, mereka berpikir bahwa beliau adalah salah satu dari pemerintah kolonial yang bertujuan menjajah Tana Toraja.
  3. Ternyata pembunuh Zending A. A. Van de Loosdrecht bukanlah Pongmassangka melainkan saudaranya yang lebih tua yaitu Ne' Rego (Buyang) yang menombak dada beliau. Hanya saja, Pongmassangka mengaku kepada pemerinah Kolonial bahwa sebagai yang membunuh missionaris sebagai hasil perundingan bersama Kelompok Bori' yang menjadi buronan pada saat itu karena mempertimbangkan usianya yang lebih muda.
  4. TERNYATA pembunuhan A. A. Van de Loosdrecht menimbulkan perdebatan sengit antara pemerintah kolonial dan badan zending. Badan Zending disalahkan atas pembunuhan tersebut.
  5. TERNYATA Pongmassangka yang pada saat itu masih menganut Alukta, akhirnya mau menerima Yesus dan dibaptis bersama 70 orang anggota keluarganya yang lain di Rantedengen. Mengutip Kata Alida Petronella van de Loosdrecht, istri missionaris, "di tempat ini dulu serigala mengamuk, tetapi sekarang di tempat ini pulalah serigala menjadi domba. Terpujilah Tuhan yang mengasihi dunia ini."
  6. TERNYATA proses belajar Pongmassangka untuk mengenal Kristus, yang selama baca buku ini sebagai katekisasi, itu tidak sebentar. Waktu untuk Pongmassangka melakukan katekisasi itu lama, dan perjuangan Guru Injil yang luar biasa untuk menemukan kembali jiwa yang hilang tersebut. (Proses katekisasinya kece euyy, hehehe)
Gambar Missionaris & Istri Dalam Salah Satu Halaman Buku 'Serigala Menjadi Domba'

Buku ini tidak hanya menceritakan tentang kisah pembunuhan Sang Missionaris tapi juga kehidupan pejuang Toraja pada masa itu. Bagaimana kehidupan mereka selama di pembuangan. Bahkan sampai pada kisah pertobatan Pongmassangka sekeluarga melalui penyebaran injil dari Guru Injil Martinus Lebang dan Guru Injil Jusuf Bontong.

Saya pribadi terharu dengan beberapa kisah dalam buku ini yaitu ketika Alida Petronella van de Loosdrecht melalui suratnya menceritakan pergumulannya menghadapi kematian suaminya, yang mana awalnya beliau merasa keyakinannya kepada Tuhan dan manusia menjadi hilang, namun menjadi motivasi bagi saya bahwa beliau bangkit dari keterpurukan tersebut dan tetap menyandarkan diri hanya kepada Tuhan. Selain itu, kisah lain yang membuat saya terharu adalah ketika begitu banyak jiwa dimenangkan dan bersedia untuk dibaptis untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat merupakan kesaksian buku ini bagi saya.

Oyah, buku ini sedikit membuat saya berimajinasi terutama pada bagian perjalanan Sang missionaris dari Belanda yang berlayar menuju Batavia selama sebulan. Wowww, perjalanan yang luar biasa melelahkan. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta menuju Surabaya yang berlayar menuju Makassar (saat itu di kenal dengan sebutan 'Kawasan Timur Raya') lalu berlayar ke Palopo selama 4 hari dan melakukan perjalanan darat dari Palopo ke Rantepao selama satu hari lebih. Saya mencoba membayangkan perjalanan yang sekarang sudah gampang namun ternyata zaman dulu harus ditempuh selama berhari-hari. Hehehe.

Sehubungan dengan judul tulisan ini "Mestakung" atau Semesta Mendukung. Cuma pengen bilang sih, bahwa segala sesuatu itu terjadi karena sudah diatur oleh yang di atas, dan 'Semua baik' pada akhirnya. Seperti dengan tulisan ini akhirnya bisa ditulis karena saya percaya Semesta Mendukung itu terjadi. Semeste Mendukung saya boleh berkunjung ke rumah sang Missionaris, Semesta Mendukung saya mengenal cucu pembunuh missionaris, Semesta Mendukung saya boleh membaca kisahnya melalui buku 'Serigala menjadi Domba', dan Semesta Mendukung saya untuk punya niat menulis di hari yang dingin ini, hehehe. I just believe that, segala sesuatu indah pada waktunya, kalo belum indah ya belum waktunya. Yakan..yakan? So just do the best until the end!


Demikian sedikit yang saya dapatkan dalam hal mencari kisah sejarah mengenai A. A. Van de Loosdrecht yang wafat pada Kamis, 26 Juli 1917 di Rantedengen Bori'.
Untuk kisah yang lebih lengkap silahkan baca bukunya gaessss.

Thanks untuk Novita Paembonan untuk pinjaman bukunya. Luar biasa!

1 komentar:

  1. Pembukaan ceritanya di paragraf pertama di kalimat terakhir tdk mulus menurutku..tp ini pertama kali tulisanmu yg panjang yg tdk sy langkah2i baca krn kalimt yg ngak pentingnya sedikit ngak lebay sepertu biasa...lbh informatif jd sy baca dngan tdk ad yg sy skip...

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts