Sabtu, 19 Agustus 2017

TERIMA KASIH: Ada Namun Dianggap Tidak Ada

“Cur, itu apa?
“Oh, itu buku keluaran terbaru, tapi masih harus PO eh.”
“.....”
Pembicaraan pun selesai tanpa kata “terima kasih” atau “oh, kirain apaan”. Pembicaraan seperti ini kadang terjadi ketika berkomunikasi melalui sosial media atau aplikasi chating lainnya. Tanpa mukadimah, muncul tiba-tiba saat membutuhkan informasi dan langsung hilang dari peredaran ketika sudah mendapatkan informasi yang diinginkan, tanpa sepatah kata yang menujukkan ‘end of conversation’. Kadang bikin gondok sih. Rasanya itu seperti asap knalpot yang warna hitamnya hanya bertahan beberapa menit lalu menghilang terurai di udara tapi bau gak enaknya masih tercium oleh orang lain disekitarnya.

Disadari atau tidak, kebiasaan berterima kasih sudah mulai hilang dalam pergaulan kita saat sekarang ini. Menghubungi seseorang, mendapatkan informasi, dan bye. Jangankan berkomunikasi lebih jauh lagi, mengungkapkan dua kata itu saja tidak. Apakah memang orang sudah terlalu sibuk, bahkan untuk berterimakasih pun seakan sangat membuang waktu? Atau justru tidak tahu bahwa di dalam tata Bahasa Indonesia ada sebuah kalimat yang diberi nama ‘terima kasih’? Kasihan sekali kalau begitu, ada tapi seakan tidak ada. Sabar, mungkin kamu hanya dianggap selembar baju kusam dipojok gudang yang gelap berdebu.

Sopan santun itu penting, sekalipun dalam dunia sosial media, salah satunya membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih. Biasakan untuk mengetik kalimat ‘t-e-r-i-m-a-k-a-s-i-h’ diakhir pembicaraan, utamanya ketika meminta sesuatu. Tapi kan ada orang yang tidak mengungkapkan dengan kata-kata namun dengan mimic wajah dan gesture tubuh sudah menunjukkan bahwa dia berterima kasih. Iyah, kalau bertemu langsung. Bagaimana jika kita hanya berkomunikasi lewat chating misalnya, di mana ekspresi dan gerak tubuh tidak bisa dimasukkan ke dalamnya? Emot? 1 emot itu bisa memiliki beribu makna, beda pribadi beda pemikiran kan? Misalnya saja, emot melipat tangan. Mungkin ada yang mengartikan sebagai ‘permohonan maaf’, tapi ada juga yang mengartikan itu sebagai ‘sedang berdoa’. Salah paham lagi resikonya. Kecuali kalian sudah saling tahu luar dalam mungkin beda lagi ceritanya, tapi bahkan orang yang sangat dekat sekalipun masih sering salah paham kan? Tapi kan terima kasih tidak hanya diungkapkan lewat kata-kata tapi juga bisa melalui sikap atau benda. Kalau mengucapkan terima kasih yang sederhana saja tidak bisa (atau biasa) bagaimana mau menunjukkan sikap pada orang lain. Barang? Trus kalo kamu selesai chating sama orang lain, mau langsung lari-lari ke rumahnya sambil bawa barang yang mau kamu berikan sebagai ungkapan terima kasih? Ada juga topiknya udah basi baru barangnya tiba. 

Sehubungan dengan kebiasaan mengucapkan terima kasih, saya dan beberapa teman-teman kadang saling menegur dengan cara yang halus namun sebenarnya ngena banget.
“Curly, kirim foto dulu.”
“Oke. Sudah.”
“.....”
“Sama-sama.”
“Oh iyah lupa, makasih. Hehehe.”
Saya beberapa kali ditegur dengan cara seperti itu, gak enak memang. Salah tingkah dunia akhirat deh. Mana ada sih teguran yang enak, kan? Seperti menelan obat pil yang pahit, tapi tujuannya menyembuhkan kan? Teguran ada karena masih ada yang peduli dan ingin melihat kita lebih baik lagi. Saya pribadi menerima itu sebagai salah satu teguran untuk membangun kebiasaan baik saya. Karena gak mau dipermalukan lagi akhirnya saya berusaha ingat untuk selalu berterima kasih, dan akhirnya terbiasa. Ala bisa karena biasa, seperti kata peribahasa kan?

Menurut saya, sopan santun dalam berkomunikasi sekalipun itu tidak bertatapan muka merupakan salah satu cara orang lain untuk mengenali kepribadian kita (lebih akurat memang ketika bertatap muka). Entah bagaimana jalannya namun kebiasan sopan santun yang kita lakukan akan meninggalkan kesan yang baik bagi orang lain, sekecil apapun itu. Percaya deh, lebih menyenangkan jika kita dikenal melalui sifat yang baik dibandingkan materi  yang banyak. Apalagi dengan adat ketimuran yang dimiliki bangsa kita, yang dikenal dengan keramahannya, masa iyah terima kasihnya hanya untuk bule tapi buat bangsa sendiri pelit terima kasih, apa kata dunia?

Ketika kita menanyakan sesuatu dan ternyata jawabannya tidak sesuai harapan karena yang ditanya juga tidak mengetahui informasinya, apakah kita masih harus berterima kasih?
Menurut saya, iyah. Berterima kasih bukan hanya karena kita mendapatkan apa yang kita harapkan, tapi lebih utama berterima kasih karena orang tersebut sudah menyempatkan sekian menit waktunya untuk membalas chating kita, karena hal yang paling berharga adalah ketika orang lain memberikan waktunya untuk kita, yakan? Berterima kasih karena orang tersebut mau memberikan energinya untuk mengangkat HP, mengetik dan berpikir untuk membalas pertanyaan kita. Siapa yang tahu bahwa dalam sekian menit waktu untuk kita itu dia meninggalkan suatu pekerjaan yang penting baginya? Mungkin bagi kita tidak penting, tapi bagi dia itu sangat penting hidup dan mati.

Mama saya pernah mengatakan, setiap kali kamu turun dari angkot dan selesai memberikan ongkosnya kepada supir, ingatlah untuk selalu mengucapkan ‘terima kasih’.  Kenapa saya harus berterima kasih, sementara saya yang memberikan uang untuk dia gunakan melanjutkan kehidupan, harusnya dia yang berterima kasih kepada saya, pikirku saat itu. Beliau melanjutkan, sebenarnya kamu berterima kasih kepada Tuhan yang sudah memberikan kekuatan kepada supir tersebut sehingga kamu bisa tiba dengan selamat di tempat tujuan tanpa kekurangan satu apapun. Plak!! Ini pipi seperti ditampar, sekali aja sih tapi sama biksu Shaolin yang pake tenaga dalam, sakiiiitttt. Sejak saat itu saya mulai memahami konsep berterima kasih, bahwa saya berterima kasih untuk sesuatu yang saya dapatkan sekecil apapun itu, waktu, kehidupan, keselamatan, informasi, dll.

Kebiasaan berterima kasih itu baik, yang dilemparkan ungkapan itupun akan adem ayam. Mungkin orang tersebut akan merasa tidak memberikan informasi sesuai harapanmu, namun dengan ungkapan terima kasih, dia akan merasa lebih ‘berguna’, hehehe. So, belum terlambat kok untuk memulai kebiasaan baik. Yakin deh, hal yang baik itu akan menghasilkan yang baik juga. Mungkin hasilnya tidak akan langsung diterima saat itu juga, tapi aka nada saatnya, entah itu untuk kamu atau anak cucu mu kelak.

Terima kasih itu ada, semoga tetap dianggap, baik itu dalam bertutur secara langsung maupun tidak langsung.


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts