Selasa, 03 Desember 2019

Aku Takut Berada di Alor


Jakarta, 2017

Alor
Sebuah pulau kecil di gugusan kepulauan Nusa Tenggara Timur
Pulau yang sekilas mungkin tidak akan kau temukan di peta Indonesia
Atau bahkan mendengar namanya pun kau belum pernah?
Sebuah Pulau yang kelak akan menjadi tempat tinggalku selama 2 tahun

Bukan kisah menyenangkan ketika ku dengar akan bertugas di sana.
Kisah horor menemani perkenalan pertamaku dengan pulau ini
Aku percaya, apalagi sumbernya dari seorang teman yang asli Alor
Entah itu ilmunya yang masih kental
Atau makhluk ‘terbang’nya yang masih beroperasi
Apalagi di wilayah tugas kami yang notabene adalah daerah terpencil, pegunungan, dan akses susah

Belum lagi anjuran dari sanak family ketika tahu diriku akan ke pulau kecil ini
Tidak boleh sebut inilah
Tidak boleh makan itulah
Kalo bertamu seperti inilah
Bahkan seorang teman mewanti-wanti untuk tidak berjodoh dengan orang di pulau ini
Aku harus pulang dengan selamat, anjurannya saat itu.
Aku Takut Berada di Alor, belum apa-apa sudah ditakut-takuti

Waktunya tiba untukku ke pulau ini
Kesan pertama, indah!
Laut biru menyambut ketika pesawat akan menapakkan rodanya di Bandara Mali (Jalan-Jalan di Pedalaman Alor)
Sepanjang jalan menuju kota, pesona laut biru dan pantainya memanjakan mata
Kami dibuat terperangah dengan keindahannya

Tapi bukan hanya pesona alamnya yang membuat terperangah
Kota Kalabahi, Ibukota Alor
Jam malam di kota ini juga membuat kami terperangah
Jam 7 malam, secara serentak seluruh toko di sekitaran Pasar Kalabahi sudah mulai tutup
Membuat kami harus berburu dengan waktu untuk membeli keperluan,
untuk di bawa keesokan harinya ke Padang Alang
Suasana kota yang gelap dan mulai sepi sekitaran jam 8
Okeh, aku tidak akan hidup di kota ini, tapi di sebuah desa bernama Padang Alang

Aku Takut Berada di Alor
Sebuah desa bernama Padang Alang akan menjadi tempatku bertugas
Jaraknya dari Kota Kalabahi memang hanya 45 km tapi kau harus melihat medannya dulu
Menurutku tidak manusiawi
Jalan yang lebih layak di sebut kali kering ini harus dilewati selama 3 jam
2 tahun bukan waktu yang singkat untuk mencoba ‘menikmati’ jalanan ini.

Padang Alang..
Lain lagi kisahnya
Tidak ada sinyal internet
Sinyal telpon pun kadang hilang jika cuaca buruk atau si penjaga tower belum dibayar
Lucu memang, permasalahan di desa yang tidak akan kau temukan di kota

Tidak ada sinyal internet membuat ku sejenak melupakan handphone
Mengobrol menjadi hal paling sering kami lakukan
Entah itu pembicaraan penting sampai absurd.
Kebanyakan membahas hal yang tidak penting memang
Membahas pimpinan kami yang tidak pernah habis sebagai bahan pembicaraan
Menceritakan kehidupan kami yang seakan menyedihkan berujung pada menertawai diri sendiri

Listrik di mess hanya menyala 4 jam sehari
Jam 6 - 10 malam adalah momen terang kami
Penerangan yang terbatas membuatku belajar menghargai waktu dan listrik
Membuatku belajar untuk tidak mengeluh jika lampu mati hanya beberapa menit
Aku takut berada di Alor, akses susah, sinyal susah, listrik pun tak ada.

Terkadang bosan. Sudah pasti.
Kegiatan berulang setiap hari tanpa sinyal dan listrik sangat mungkin membuat mati gaya
Segala cara kami lakukan untuk membunuh penat
Bermain UNO sampai tengah malam dengan penerangan seadanya
Karaoke dengan mike portable sambil membayangkan teras rumah kami adalah panggung
Tidak jarang kami dianggap gila, tapi daripada gila sungguhan karena bosan

Puskesmas Padang Alang memperkenalkan ku pada stafnya yang adalah orang-orang Alor asli
Hitam kulit, keriting rambut, ditambah suara keras
Sedikit khas dari sini adalah kata maki yang di tempat asalku sudah tergolong sangat kasar
Di sini? Biasa saja.
Menyeramkan pikirku
Mereka  yang bertampang sangar, tapi berhati Hello Kitty

Tapi kekuatan bersosialisasi membuatku memahami bahwa fisik bisa menipu
Mereka asik
Mungkin hanya terkendala di bahasa, tapi semakin lama bersua, 
semakin ku memahami bahwa mereka menyenangkan
Mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kami para perantau yang jauh dari rumah
Mereka berusaha membuat kami merasa nyaman seperti di rumah
“kami ini orang asli di sini, gampang hidup di sini. 
Ibu dong orang pendatang pasti susah kalau mau apa-apa jadi kami yg orang asli harus bantu.”
Kata seorang perempuan bernama Susana yang kelak menjadi segalanya bagi kami di Padang Alang.

Lain lagi dengan masyarakatnya
Sapaan hangat setiap kali bertemu tidak pernah alpa setiap harinya.
“Syalom, Ibu!” begitu sapaan mereka.
Entah kenal atau tidak, sapaan itu wajib diteriakkan.
Ramah, pikirku.

Belum lagi melihat tawa lepas mereka ketika kami melakukan hal yang  baru menurut mereka
Atau sekedar mencoba berbicara dalam bahasa mereka,
Ahh, tidak ternilai senyuman itu.
Aku Takut Berada di Alor, orangnya ramah, baik, penyayang.

2 tahun berlalu,
Jangan katakan semuanya mulus,
Rasaku tidak ada yang mulus.
Seperti melalui jalan kerikil, tiba-tiba batu gunung, trus kena banjir, lalu ban bocor
Rasanya, keras bertemu keras.
Struggle
Berat.

Ketika ternyata setengah dari tim kami harus selesai masa tugas sebelum waktunya
Rasanya seperti, “ditinggal saat lagi sayang-sayangnya!”
Menjalankan program menjadi salah satu pilihan menyibukkan diri,
Demi mencoba melupakan berapa lama lagi hingga waktu memanggil pulang

Pada prosesnya, ada datang yang pergi,
Dan ada baru yang datang.
Sedikit angin segar untuk jalanan yang selama ini tidak mulus
Seperti menemukan oase di tengah gurun
Yang sepemikiran datang, membuat banyak kisah baru
Awalnya pesimis, jadi sedikit lebih optimis
Aku Takut Berada di Alor, banyak yang memiliki pemikiran hebat.

2 tahun semakin mendekat,
Sedikit demi sedikit program dilalui
Kerjasama demi kerjasama terbangun satu per Satu
Emosi di awal kegiatan berakhir senyum pada akhirnya
Nyaman itu sedikit demi sedikit terbentuk
Mereka seakan membuatkan ‘rumah’ bagiku di sini..
Dan mereka memang berhasil membuatku menjadikan tempat ini menjadi rumah kedua
Aku semakin Takut Berada di Alor, kutemukan persaudaraan dan rasa cinta di sini

Bukan hanya tentang partner kerja kutemukan di sini,
Teman satu visi ternyata ada
Mereka menemukanku di akhir pengabdianku
Menjadikan diri sebagai relawan dan menemukan kebahagiaan tersendiri di dalamnya
Beda suku, beda agama, beda bahasa, beda warna kulit, bukan penghalang
Seperti saudara, walaupun tidak sedarah
Aku Takut Berada di Alor, kutemukan Indonesia yang sesungguhnya di sini

Tempat ini membuatku mendapatkan banyak hal baru
Orangnya, pemikirannya, tidak semuanya sesuai mau ku
Tapi ku dibuat belajar darinya
Bahwa, tidak semua hal terjadi sesuai mau ku
Tidak semua hal bisa dibuat POSITIF, butuh NEGATIF untuk mengimbangi
Dan aku dibuat tersadar untuk belajar
Negatif ada untuk dijadikan pembelajaran
Aku Takut Berada di Alor, ku temukan sekolah dan guru di sini.

Sudah cukup?
Belum rasaku
Banyak racun di sini
Tempat piknik di  mana-mana
Dari yang sangat ramai sampai yang seakan private beach
Alor membuat standar pantai indah di otakku meningkat (Artikel terkait : Pantai Pasir Putih di Alor Barat Daya)
Alor menyediakan tempat jalan bagiku yang tukang jalan ini
Dari Sunrise hingga Sunset, dari gunung hingga pantai
Gugusan pulaunya
Semuanya indah

Lalu, tenun lokalnya
Seakan menjadi prioritas bagiku mendapatkan tenunannya
Setiap kecamatan dengan motif dan ciri khas masing-masing
Aku Takut Berada di Alor, alamnya membuatku tidak betah di rumah, tenunnya menguras dompet

Waktu 2 tahun tiba, surat penarikan keluar malam itu
Ingin ku katakan, “akhirnya”, tapi tidak mampu.
Senang, tapi tidak bisa tertawa.
Banyak kisah, banyak kenangan
Mulai dari struggle sampai sudah nyaman
Perpisahan bukan hal yang menyenangkan,
Tapi tidak ada alasan jelas untuk tetap bertahan
Mengapa semua ketakutan itu semakin bertambah?

Alor
Sebuah pulau yang menjadi rumah bagiku selama 2 tahun
Budayanya, alamnya, manusianya, membuatku jatuh cinta
Di mana lagi akan ku temukan tempat seindah ini?
Di mana lagi akan ku temukan orang-orang ramah dengan senyuman manis seperti ini?
Di mana lagi akan ku temukan  rasa persaudaraan seperti ini?

Iyah, aku takut berada di Alor
Karena ku takut separuh hatiku tertinggal di sini

Dan ketakutanku menjadi kenyataan,
Separuh hatiku tertinggal di Alor

Susanna my Everything




Curly,
Desember 2019

11 komentar:

  1. Wow. Amazing! We miss u so much, and Im First🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks for your time to be the first who read this 🙏😊

      Hapus
  2. Sungguh cerita yg sangat menyayat hati, dan sungguh mengesankan

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. Sungguh cerita yg sangat menyayat hati, dan sungguh mengesankan

    BalasHapus
  5. Suatu cerpen yg takan terhilang dri kalbuku....krna nasib ku sma jga dgn nasib mereka.sma2 merantau....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoever you are, kamu akan temukan keluarga baru di tempat perantauan mu. 😊

      Hapus
  6. Sampai berkaca kaca aku bacanya..

    Terimakasih atas pengabdianmu patrner..
    Ingat kembali lagi oo..
    Alor panggil pulang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. Tidak membayangkan kalo ka chello berkaca2...
      Semoga bisa ke Alor lagi 🙏🙏

      Hapus
  7. Sampai berkaca kaca aku bacanya..

    Terimakasih atas pengabdianmu patrner..
    Ingat kembali lagi oo..
    Alor panggil pulang

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts