Selasa, 22 Agustus 2017

1000 GURU - 5 Tahun Jalan-Jalan & 5 Tahun Mengajar

5 Tahun 1000 Guru

"Karena di 1000 Guru semua orang bisa jadi guru"

Tagline dari sebuah komunitas yang tidak saya sangka sebelumnya akan menjadi salah satu bagian di dalamnya. 1000 Guru.

Berawal dari Oktober 2016, ketika suatu sore saya sedang magabut (makan gaji buta) di kantor dan teringat akan salah satu teman kuliah yang saya tahu sering mengikuti kegiatan volunteering, Cia Dampang. Dari hasil kepo, ternyata Cia adalah salah satu volunteer dalam kegiatan TNT 1000 Guru (walaupun, literally, dia bukan seorang guru loh yah). Maka di mulailah proses kepo tentang kegiatan tersebut, mulai dari apa saja kegiatanya, cara daftarnya bagaimana, dan cari informasi tentang kegiatannya seperti apa. Singkat cerita, setelah mendapatkan informasi bahwa 1000 Guru memiliki regional di setiap provinsi di seluruh wiilayah Indonesia, saya langsung mencari regional Kalsel. Dapat! (Ini carinya di Instagram)
Kenang-Kenangan TNT 7 1000 Guru Kalsel

Sebulan setelahnya, ternyata 1000 Guru Kalsel sedang membuka rekruitmen untuk volunteer TNT 7 yang akan di adakan di Loksado. Lokasi kegiatan yang tidak terlalu jauh dari lokasi kerja (sekitar 3 jam) dan waktu yang memungkinkan untuk minta izin dari kantor (weekend) membuat saya merasa bahwa alam seakan berkonspirasi untuk membukakan jalan boleh mendaftar dalam kegiatan ini. Buka web pendaftaran, daftar, klik 'submit', dan beberapa hari kemudian keluarlah pengumuman bahwa saya di terima. Untuk pertama kalinya, pada 3-4 Desember 2016, saya mengikuti kegiatan volunteer selama hidup saya, di sebuah daerah terpencil di Kalimantan. Hal itu menjadi awal ketergantungan saya pada kegiatan voluntering, hehe. Addicted coy.
Kenang-Kenangan TNT 7 1000 Guru Manado

Kenapa addicted? Apakh karena kegiatannya yaitu TNT (Travelling & Teaching) yang artinya bisa jalan-jalan? Bisa jadi sih, jalan-jalannya seru. Tapi sebenarnya lebih kepada makna dibalik kegiatan tersebut. Saya lebih merasa kegiatan jalan-jalannya tidak semewah pengalaman bertemu adik-adik di daerah pedalaman ketika teaching dalam kurun waktu yang singkat itu (1 hari). Melihat semangat dan keceriaan mereka seakan menjadi dopping untuk lebih banyak bersyukur. Bahkan di setiap kali TNT, saya merasa bahwa bukan saya yang memberi motivasi, namun adik-adik tersebut yang memotivasi saya secara pribadi.

Coba deh kamu bayangkan, datang di sebuah dari terpencil yang sebelumnya kamu tidak tahu bahwa tempat itu ternyata ada di atlas dunia, bertemu dengan adik-adik sekolah dasar yang masih semangat menuntut ilmu dalam keterbatasan sarana dan prasarana, dan masih mampu menebarkan senyuman ceria kepada dunia yang sebenarnya keras ini. Masih mampu bersyukur bisa pake sendal ke sekolah di mana di suatu tempat di belahan bumi ini ada anak yang gak mau sekolah kalo sepatunya gak matcing dengan pakaiannya. Bayangkan dan pikirkan.
Kelas 2-3 SD Negeri Haratai 1, Loksado

Hingga saat ini, BARU 2 kali saya mengikuti kegiatan TNT, masih anak baru yah kakak-kakak. TNT pertama yaitu TNT 7 di 1000 Guru Kalsel pada tanggal 3-4 Desember 2016 berlokasi di SD Negeri Haratai 2 , Desa Haratai, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Sulawesi Selatan. Sebuah sekolah di tengah hutan Kalimantan, di pegunungan Meratus, dengan sungai indah membelah hutan menjadi pemandangan di ojek selama 45 menit perjalanan. Jangan tanyakan medannya, hanya motor yang bisa lewat, beton rusak, dengan jurang menuju sungai di salah satu sisi. TNT kedua yaitu TNT 7 di 1000 Guru Manado pada tanggal 25-26 Februari 2017 di SD GMIM Bahoi, Desa Bahoi, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Kalo yang ini sekolahnya ada di pesisir, yang mana saya cemburu maksimal karena anak-anak kecilnya pada hebat-hebat berenang sementara eike baru kena air laut se mata kaki aja udah gemetaran, hehe. Sebuah sekolah di Sulawesi Utara yang membuatku menginjakkan kaki pertama kali di Bandara Sam Ratulangi Manado dengaN tagline 'Sitou Timou Tumou Tou'.

Dua kali mengikuti TNT, namun perasaan yang muncul ketika informasi open recruitmen sudah di posting masih tetap sama. "Wahhh, lokasinya di situ. Tanggalnya bisa di atur lah, weekend atau pas lagi off. Eh,, kan gak pernah ke lokasi itu, kapan lagi coba bisa ke sana." Antusiasnya masih sama. Setiap hal yang membuatku selangkah lebih maju semakin dekat dengan komunitas ini, seakan tidak hilang dari ingatan. Masih jelas teringat ketika selesai mengisi formulir pendaftaran dan pada akhirnya mengklik tombol 'submit', "lolos gak yah??" Masih jelas teringat ketika dinyatakan lulus dan dihubungi oleh tim inti dari tiap regional, entah itu di hubungi Kak Tya (1000 Guru Kalsel) via Line, atau Bang Rolly (1000 Guru Manado) via telpon untuk konfirmasi pembayaran. Satu pertanyaan yang muncul di otak saya saat itu, "karakter orang ini gimana yah? Asik gak yah?" dan hal itu akan terus menjadi pertanyaan sampai tiba saat bertemu untuk pertama kalinya dan mengeluarkan komentar, "ohhhhh, ini yah orang yang menghubungi eike." Tahu gak sih sensasinya? Berbicara dengan orang asing via telepon namun pada akhirnya bisa nyambung karena 1 visi itu rasanya gimana yah, sulit di ungkapkan dengan kata-kata, eaah.
Siswa SD GMIM Bahoi & Volunteer 1000 Guru Manado

Masih teringat ketika tiap TNT menghasilkan hal 'pertama kali' dalam hidup saya, seperti 1000 Guru Kalsel yang mengharuskan saya untuk pertama kalinya naik colt (kendaraan angkutan umum trayek Tanjung-Banjar atau sebaliknya yang membuat penumpang tahan napas saking supirnya lagi latihan untuk ikut ajang F1) dari Tanjung-Kandangan seorang diri begitupun saat kembali ke lokasi setelah kegiatan, atau atau ketika pertama kali bertemu Founder 1000 Guru, Kak Jemi Ngadiono, dan boleh sharing sehingga saya kembali terinspirasi. 1000 Guru Manado yang membuat saya pertama kali berangkat sendiri naik pesawat ke daerah yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, seorang diri, dari lokasi kerja, belum pulang ke rumah.
Bersama Kak Jemi Ngadiono, Founder 1000 Guru

Bukan hanya itu, masih teringat jelas bagaimana berkenalan dengan orang-orang baru dari berbagai suku di pelosok Nusantara yang luasnya minta ampun ini. Awalnya ketika berkomunikasi di grup sosmed dengan melancarkan jurus 'SKSD jaim' ketika membahas materi yang akan diajarkan kepada siswa, sampai ketika bertemu secara langsung dan tinggal serumah selama 2 hari membuat 'dinding jaim' runtuh digantikan dengan dibangunnya 'dinding-tidak-tahu-malu' di antara sesama volunteer. Apalagi ada Games 369 yang membantu membangun dinding itu semakin kokoh, bener-bener gak tahu malu, hehehe. Euforia mempelajari bahasa daerah lokal, atau membahas budaya daerah masing-masing yang sangat menarik untuk di kupas secara tajam setajam lidah tidak bertulang.

Kamu pikir itu semua hanya bertahan selama TNT? Tidak. Atau seminggu setelah TNT masih sibuk di grup karena tukeran foto dan setelah itu hilang? Gak juga. Silaturahmi tidak berakhir di 2 hari itu saja. Seiring dengan pribadi masing-masing yang sudah terbaca, 'dinding tidak tahu malu itu semakin menjadi-jadi'. Saling mengunjungi di daerah asal masing-masing pun sering dilakukan, memanfaatkan teman yang ada di daerah tersebut sih lebih tepatnya, hahaha. Belakangan mereka menamai diri sebagai "Tim Rusuh". Jangan membayangkan 'tim rusuh yang saling lempar batu kalo nonton bola yah, bukan dong. Tim rusuh untuk mengenal budaya masing-masing pribadi yang dikumpulkan oleh 1000 Guru.

Berbagi bersama 1000 Guru malah membuat saya semaki kaya. Kaya akan kebudayaan, kaya akan informasi, dan kaya akan teman. Temannya volunteer 1000 Guru juga teman saya kan? Hehehe. Saya punya teman yang saya kenalkan kepada teman saya punya teman, right? Pusing? Sama. Saya percaya bahwa orang yang kaya bukanlah orang yang memiliki banyak uang, namun orang yang memiliki banyak 'tempat' untuk dikunjungi. Mau ke Banjarmasin, ada tempat. Mau ke Surabaya, ada tempat. Mau ke Lombok, ada tempat. Mau ke Pelaihari, Gorontalo, Palu, Jakarta, dan kalau perlu ke pelosok Nusantara ini, pasti ada tempat karena ada teman, ketika kita mau membangun pertemanan itu. 1000 Guru membantu merealisasikan makna kaya tersebut. Terima kasih loh yah sudah membuat kami saling memanfaatkan. Iyah, ketika mereka saya lagi di Toraja, saya dimanfaatkan untuk nganterin jalan-jalan, ketika saya ;agi pengen ke Banjarmasin giliran saya yang memanfaatkan, simbiosi mutualisme banget gak sih? Hehehe
Memanfaatkan Kak Rina di Banjarmasin

Memanfaatkan Kak Rina, Kak Dedy, & Friend di Banjarmasin

Dimanfaatkan 1000 Guru Manado di Toraja (Kloter 1)

Dimanfaatkan 1000 Guru Manado & Friends di Toraja (Kloter 2)


Secara tidak langsung sebuah kegiatan yang saya ikuti selama, literally, 2 hari 1 malam membuat saya semakin memahami arti toleransi, arti bersyukur, arti berbagi, dan masih banyak lagi. 2 hari 1 malam akhirnya berkembang menjadi 1 minggu, 1 bulan, dan semoga selamanya.

5 Tahun sudah 1000 Guru berkarya di Negeri ini untuk pendidikan anak di pelosok negeri.
Terima kasih untuk dampak tidak langsung yang bisa saya alami hingga saat ini.
Terima kasih sudah menginspirasi baik kepada siswa yang kamu kunjungi ataupun bagi setiap pribadi yang menjadi volunteermu.
Tetaplah berbagi, tetaplah menginspirasi.
Salam Lima Jari.

Berikan kami 1000 Guru, jangan berikan kami 1000 sekolah tanpa guru.


Salam Lima Jari

Sabtu, 19 Agustus 2017

TERIMA KASIH: Ada Namun Dianggap Tidak Ada

“Cur, itu apa?
“Oh, itu buku keluaran terbaru, tapi masih harus PO eh.”
“.....”
Pembicaraan pun selesai tanpa kata “terima kasih” atau “oh, kirain apaan”. Pembicaraan seperti ini kadang terjadi ketika berkomunikasi melalui sosial media atau aplikasi chating lainnya. Tanpa mukadimah, muncul tiba-tiba saat membutuhkan informasi dan langsung hilang dari peredaran ketika sudah mendapatkan informasi yang diinginkan, tanpa sepatah kata yang menujukkan ‘end of conversation’. Kadang bikin gondok sih. Rasanya itu seperti asap knalpot yang warna hitamnya hanya bertahan beberapa menit lalu menghilang terurai di udara tapi bau gak enaknya masih tercium oleh orang lain disekitarnya.

Disadari atau tidak, kebiasaan berterima kasih sudah mulai hilang dalam pergaulan kita saat sekarang ini. Menghubungi seseorang, mendapatkan informasi, dan bye. Jangankan berkomunikasi lebih jauh lagi, mengungkapkan dua kata itu saja tidak. Apakah memang orang sudah terlalu sibuk, bahkan untuk berterimakasih pun seakan sangat membuang waktu? Atau justru tidak tahu bahwa di dalam tata Bahasa Indonesia ada sebuah kalimat yang diberi nama ‘terima kasih’? Kasihan sekali kalau begitu, ada tapi seakan tidak ada. Sabar, mungkin kamu hanya dianggap selembar baju kusam dipojok gudang yang gelap berdebu.

Sopan santun itu penting, sekalipun dalam dunia sosial media, salah satunya membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih. Biasakan untuk mengetik kalimat ‘t-e-r-i-m-a-k-a-s-i-h’ diakhir pembicaraan, utamanya ketika meminta sesuatu. Tapi kan ada orang yang tidak mengungkapkan dengan kata-kata namun dengan mimic wajah dan gesture tubuh sudah menunjukkan bahwa dia berterima kasih. Iyah, kalau bertemu langsung. Bagaimana jika kita hanya berkomunikasi lewat chating misalnya, di mana ekspresi dan gerak tubuh tidak bisa dimasukkan ke dalamnya? Emot? 1 emot itu bisa memiliki beribu makna, beda pribadi beda pemikiran kan? Misalnya saja, emot melipat tangan. Mungkin ada yang mengartikan sebagai ‘permohonan maaf’, tapi ada juga yang mengartikan itu sebagai ‘sedang berdoa’. Salah paham lagi resikonya. Kecuali kalian sudah saling tahu luar dalam mungkin beda lagi ceritanya, tapi bahkan orang yang sangat dekat sekalipun masih sering salah paham kan? Tapi kan terima kasih tidak hanya diungkapkan lewat kata-kata tapi juga bisa melalui sikap atau benda. Kalau mengucapkan terima kasih yang sederhana saja tidak bisa (atau biasa) bagaimana mau menunjukkan sikap pada orang lain. Barang? Trus kalo kamu selesai chating sama orang lain, mau langsung lari-lari ke rumahnya sambil bawa barang yang mau kamu berikan sebagai ungkapan terima kasih? Ada juga topiknya udah basi baru barangnya tiba. 

Sehubungan dengan kebiasaan mengucapkan terima kasih, saya dan beberapa teman-teman kadang saling menegur dengan cara yang halus namun sebenarnya ngena banget.
“Curly, kirim foto dulu.”
“Oke. Sudah.”
“.....”
“Sama-sama.”
“Oh iyah lupa, makasih. Hehehe.”
Saya beberapa kali ditegur dengan cara seperti itu, gak enak memang. Salah tingkah dunia akhirat deh. Mana ada sih teguran yang enak, kan? Seperti menelan obat pil yang pahit, tapi tujuannya menyembuhkan kan? Teguran ada karena masih ada yang peduli dan ingin melihat kita lebih baik lagi. Saya pribadi menerima itu sebagai salah satu teguran untuk membangun kebiasaan baik saya. Karena gak mau dipermalukan lagi akhirnya saya berusaha ingat untuk selalu berterima kasih, dan akhirnya terbiasa. Ala bisa karena biasa, seperti kata peribahasa kan?

Menurut saya, sopan santun dalam berkomunikasi sekalipun itu tidak bertatapan muka merupakan salah satu cara orang lain untuk mengenali kepribadian kita (lebih akurat memang ketika bertatap muka). Entah bagaimana jalannya namun kebiasan sopan santun yang kita lakukan akan meninggalkan kesan yang baik bagi orang lain, sekecil apapun itu. Percaya deh, lebih menyenangkan jika kita dikenal melalui sifat yang baik dibandingkan materi  yang banyak. Apalagi dengan adat ketimuran yang dimiliki bangsa kita, yang dikenal dengan keramahannya, masa iyah terima kasihnya hanya untuk bule tapi buat bangsa sendiri pelit terima kasih, apa kata dunia?

Ketika kita menanyakan sesuatu dan ternyata jawabannya tidak sesuai harapan karena yang ditanya juga tidak mengetahui informasinya, apakah kita masih harus berterima kasih?
Menurut saya, iyah. Berterima kasih bukan hanya karena kita mendapatkan apa yang kita harapkan, tapi lebih utama berterima kasih karena orang tersebut sudah menyempatkan sekian menit waktunya untuk membalas chating kita, karena hal yang paling berharga adalah ketika orang lain memberikan waktunya untuk kita, yakan? Berterima kasih karena orang tersebut mau memberikan energinya untuk mengangkat HP, mengetik dan berpikir untuk membalas pertanyaan kita. Siapa yang tahu bahwa dalam sekian menit waktu untuk kita itu dia meninggalkan suatu pekerjaan yang penting baginya? Mungkin bagi kita tidak penting, tapi bagi dia itu sangat penting hidup dan mati.

Mama saya pernah mengatakan, setiap kali kamu turun dari angkot dan selesai memberikan ongkosnya kepada supir, ingatlah untuk selalu mengucapkan ‘terima kasih’.  Kenapa saya harus berterima kasih, sementara saya yang memberikan uang untuk dia gunakan melanjutkan kehidupan, harusnya dia yang berterima kasih kepada saya, pikirku saat itu. Beliau melanjutkan, sebenarnya kamu berterima kasih kepada Tuhan yang sudah memberikan kekuatan kepada supir tersebut sehingga kamu bisa tiba dengan selamat di tempat tujuan tanpa kekurangan satu apapun. Plak!! Ini pipi seperti ditampar, sekali aja sih tapi sama biksu Shaolin yang pake tenaga dalam, sakiiiitttt. Sejak saat itu saya mulai memahami konsep berterima kasih, bahwa saya berterima kasih untuk sesuatu yang saya dapatkan sekecil apapun itu, waktu, kehidupan, keselamatan, informasi, dll.

Kebiasaan berterima kasih itu baik, yang dilemparkan ungkapan itupun akan adem ayam. Mungkin orang tersebut akan merasa tidak memberikan informasi sesuai harapanmu, namun dengan ungkapan terima kasih, dia akan merasa lebih ‘berguna’, hehehe. So, belum terlambat kok untuk memulai kebiasaan baik. Yakin deh, hal yang baik itu akan menghasilkan yang baik juga. Mungkin hasilnya tidak akan langsung diterima saat itu juga, tapi aka nada saatnya, entah itu untuk kamu atau anak cucu mu kelak.

Terima kasih itu ada, semoga tetap dianggap, baik itu dalam bertutur secara langsung maupun tidak langsung.


Selasa, 15 Agustus 2017

Longest Iklan (Until Now)

Semalam tidurnya jam 2 gegara pas jam 1 dengar lagunya Kunto Aji yang judulnya ‘I’ll Find You’. 
Lagunya bagus, pikirku.
Ternyata di belakang Judul ‘I’ll Find You” itu masih ada sambungannya ‘OST Sore Istri Dari Masa Depan’.
“Oh, ini OST film?”, tanyaku pada diri sendiri.
Penasaran dong yah, keknya aku gak pernah dengar film judulnya begituan.
Langsung aja search youtube dengan keyword ‘Istri Dari Masa Depan‘, dan ternyata itu adalah drama yang disponsori oleh Gula Tropicana Slim yang diperankan oleh Dion Wiyoko dan Tika Bravani itu lohh.
Ooooo, ternyata iklannya Tropicana Slim yang kurang lebih percakapannya itu kek gini:

(Scene 1) 
Latar tempat di kamar tidur, pagi-pagi,sinar  matahari masuk di kamar menyinari wajah si istri, dan si suami berdiri di depan pintu (aptau jendela gede yah itu? menghadap ke si istri yang masih bobo syantik
Dion (Suami) : Aku suka kamu tanpa make-up gini, manisnya alami (berdiri, lipat tangan di depan dada, tapi gak tutup mata loh yah)
Tika (Istri) : Pagi-pagi udah gombal (tarik selimut)
Penonton: (gigit jari)....... (Baper tingkat Dewa)
(Scene 2)
Latar tempat di dapur, si istri lagi siapin makanan, dalam hal ini buah-buahan yah (buah sunkist di slash trus ditaburi buah blueberry di atasnya dan dihiasi dengan potongan buah tomat dan buah cabe -cabe sama tomat itu buah apa sayur yah?) dan si suami muncul dari samping istrinya (mereka udah rapi loh yah di sini, si istri udah cantik dengan make up tipis, si suami udah rapi dengan pomade di rambut)
Dion: Manis banget kek yang bikin yah? (sambil senyum-senyum)
Tika: Ha? 
Dion: Hm?
Penonton: Ha..hm..ha..hm.. Maksud loe?? (emosi jiwa, tapi masih baper)
Dion: (minum teh, gak tahu kapan buatnya udah ada aja tehnya)
Tika: Itu yang manisnya alami, untuk jaga gula darah kamu, untuk jaga berat badan aku. 
Dan selanjutnya sampai iklan Tropicana Slim itu selesai.

Iklannya kurang lebih sekitar 30 detik.
Tapi tahukah anda bahwa dibalik iklan 30 detik itu ada drama 1,5 jam yang di bagi ke dalam 9 episode dengan tiap episode berdurasi 8-9 menit (cerita 5 menit, credit 3 menit)?
Yup, itu drama sisss. Dan di episode-episode terakhir lumayan bikin baper, utamanya buat eike.
Jadi kurang lebih itu ceritanya kek gini.
Sore (Tika Bravani) dan Jonathan (Dion Wiyoko) adalah pasangan suami istri. Sore pergi ke masa lampau untuk ketemu Jo. Saat itu jo masih di Itali dan masih belum merit, dan tiba-tiba dia kedatangan ‘tamu’ dari masa depan yang katanya istri masa depannya yang suka ngatur-ngatur diantaranya harus olahraga pagi, gak boleh begadang, gak boleh merokok, gak boleh minum (you know-lah), harus makan sehat, dan segala maacm pretelan hidup sehat lainnya. Ternyata, di masa depan si Jo itu meninggal (analisis ku dia meninggal karena diabetes soalnya ini iklan gula TropicanaSlim), jadi si istri masa depan mau membiasakan pola hidup sehat sejak dini untuk suaminya itu. Gimana kelanjutanya? Ya search ajalah yah di youtube, masak mau di bahas semua di sini (usaha ko ces).
What I wanna say?
Ini adalah iklan terlama yang pernah saya nonton sampai saat ini. Kalo sebelumnya  pernah nonton iklan Laptop ACER berdurasi 11 menit, kalo nggak salah, dan produknya itu baru muncul di menit ke 10, ternyata sudah ada yang lebih lama lagi. Drama 9 episode ini, yang baru memunculkan produknya di episode ke 8. 
Dunia periklanan kreatif gitu yah? Kalo bisa sih dunia persinetronan ngikutin polanya, utamanya di bagian durasi. Kalo perlu isinya lebih di padatkan, yang lebay gak usah di banyakinlah scene-nya yah. Hehehe.

Demikian nyampah gak penting ini, “Kek ada manis-manisnya gitu”

Jumat, 11 Agustus 2017

IT'S NOT EASY TO BE ME


It may sound absurd, but don't be naive
Even heroes have the right to bleed
I may be disturbed, but won't you concede
Even heroes have the right to dream
And it's not easy to be me 
 (Superman - Fight For Fighting)


Ini lagu sudah bertengger di HP saya selama beberapa bulan, setahun ada kali yah. One of my favourite song. Beberapa hari lalu saya mendengarkan lagu ini dan tiba-tiba otak ini berpikir dan meneruskan pikiran ini ke hati sehingga hati merasa bahwa lirik lagu ini koq merepresentasikan diri saya yah? Gue bangeeettt, kalo kata anak geol Jekadah. Jadilah lagu dari Fight For Fighting ini menjadi lagu pembuka setiap pagi selama seminggu belakangan. Bukan yang bagian jadi superman-superman-nya itu loh yah, tenang, saya masih rakyat biasa bukan manusia super, yang kalo dicuekin masih bisa baper.

Well, tidak mudah menjadi diriku (it's not easy to be me) judul lagu ini. Tidak mudah menjadi seorang pahlawan yang dielu-elukan orang, dimana dia dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kekurangan tapi 'even heroes have the right to bleed, even heroes have the right to dream' (pahlawan pun bisa berdarah, pahlawan juga berhak bermimpi), yakan?

Kurang lebih itu sih yang saya pikirkan selama ini. Menjadi saya itu gak mudah. Menjadi seorang perempuan yang ditempatkan dalam raga seperti ini dan dalam kehidupan seperti ini, tidak mudah. Tidak mudah menjadi saya yang perfectsionist ini, tidak mudah punya rambut kribo, tidak mudah bekerja sebagai satu-satunya perempuan di lokasi, tidak mudah jadi orang yang gak suka makan di kaki lima, tidak mudah jadi orang yang kalo ngomong kadang menyakitkan, tidak mudah punya ayah yang keras, tidak mudah punya adek yang sok berprisip padahal childish-nya minta ampun, tidak mudah punya mama yang khawatiran yang nelponnya tiap 5 menit sekali, tidak mudah menjadi anak perempuan satu-satunya merangkap anak sulung yang harus menjadi contoh untuk adik, tidak mudah jadi orang yang menjadikan senyum kepada orang lain adalah nomor satu padahal di dalam hati banyak pergumulan yang sedang dipikirkan. Mudah gak? Ini baru sebagian kecil, belum semuanya, dan saya yakin yang baca ini udah ada yang geleng-geleng kepala dengan kehidupan seperti ini. "Gila! ngeri amat yah kehidupan lo!" (ngeri? Noh, suster ngesot yang ngeri.)

Susah yah? 

Saya saja kadang menganggap bahwa menjadi 'saya' itu susah. Gimana harus menghadapi the one and only sibling, yang kalo orang lain bertanggapan bahwa dia itu cool dan lucu padahal aslinya childish dan sensitif tingkat dewa dan kepribadiannnya yang keras sekeras nasi banjar (kalo dibandingkan dengan nasi jawa sih. hehe). Can you imagine that? Dimana saya masih harus berkutat dengan kehidupan pribadi, kehidupan pekerjaan, kehidupan keluarga, dan kehidupan DIA. Complicated kan yah? Yakalii mau di cuekin, orang saudara sendiri. Orang lain yang gak ada hubungan apa-apa aja diperhatiin, masa sodara sedarah sendiri gak diperhatikan. Apa kata dunia? Untung ini rambut masih kribo yang mengindikasikan kesabaran dan kebaikan tingkat dewa masih melekat pada diriku (ini mah asli narsis yah, jangan ditiru sodara-sodara). Yaa, namanya juga punya sodara, belajar untuk memahami orang lain yang diawali dengan memahami saudara kan yah? Untung punya sodara, kalo jadi anak tunggal bayangkan flat-nya hidupmu Curly! Iya juga yah.
Cari foto bedua susah amat sisss, gak ada yang layak upload.

Trus gimana harus berdoa setiap kali teman-teman pengen datang ke rumah dan berharap mereka datang dengan 5S, sopan santun senyum salam sapa, (pegawai bank kali ahh), yaa tipe-tipe orang berakhlak lah kalo ketemu sama orang lain, yang mana zaman sekarang hal itu udah jarang banget. Apalagi zaman millenial sekarang yang pemudanya sudah memegang teguh paham individualis. Kebayang gak sih tiap ada teman yang mau ke rumah, dada udah dag-dig-dug duluan, jangan-jangan ada yang mau mencuri hatiku *ehhh hehe. Serius. Udah harap-harap cemas, ini orang ada akhlaknya gak sih datang ke rumah, trus kalo gak berakhlak, dapat qultum lagi deh eike. Kalo berakhlak yah selamat kamu berhasil dapat PapaMie! 

Gak jarang beberapa teman yang melihat kehidupan saya dari luar berkomentar, "keluarga lu keras banget yah, ngeri ke rumah lu." Well, cuma mau ngomong bahwa, dont judge a book by its cover. Saya malah bersyukur yah dengan kehidupan yang sudah dipercayakan Pencipta kepada saya. Dengan memiliki orang tua, yang memegang tegung prinsip sopan-santun kepada orang lain adalah segalanya, saya jadi belajar untuk menghormati orang lain bahkan yang mungkin 'memiliki kondisi yang lebih di bawah' daripada saya (gak berarti orang tua lain tidak mengajarkan itu kepada anak-anaknya, tapi tiap orang punya cara yang berbeda-beda untuk mendidik kan?). Saya belajar untuk menyapa dan melemparkan senyum kepada orang lain (yang pada kenyataannya sekarang agak horor yah berbuat baik kepada semua orang, nanti di hipnotis atau di bakar hidup-hidup lagi). Saya belajar untuk tidak menilai orang hanya dari pakaian luarnya saja. Saya belajar untuk mempercayai bahwa "hidup itu seperti roda yang berputar, dimana kamu bisa berada di atas dan tidak menutup kemungkinan kamu juga bisa berada di bawah", jadi berlaku baiklah kepada tiap orang. Bisa aja kan orang yang saat ini kita pandang sebelah mata (kaukah itu Jack Sparrow?), kelak menjadi orang yang hebat while, amit-amit, kita yang berada di bawah. Who knows, right?

Menurut saya, setiap nasehat itu tujuannya baik, walaupun mungkin sebagian besar bagi kita tidak menyukai caranya. Seperti saya yang kadang menganggap setiap larangan-larangan yang dilancarkan orang tua adalah gak banget, yang sebagai seorang muda hal itu justru mematikan kreatifitas. Tapi yah berusaha aja untuk melihat positifnya bahwa orang tua saya tidak ingin anak princess-nya ini (tsahh) mengalami kejadian yang tidak diinginkan yang dapat menyakiti raga dan hatinya. Owwww, bisa gak sih saya bilang ini so sweet? Tissue.. Mana Tissue?? Hehe. So, nurut aja, kan. Saya gak mau juga kali dikatain anak durhaka yang menyakiti perasaan orang tua. Atut ama hukum Taurat, hehe. Saya hanya percaya bahwa semuanya sudah di aturlah, tinggal kita berusaha aja. Namanya juga usaha kan? Ada yang gagal dan ada yang berhasil. At least udah usaha minta izin, kalo gak diizinin ya lain kali lagi pasti ada jalannya, itupun kalo dapat nasehat yang kadang saya artikan sebagai "dimarah-marahi", yah anggap aja dapat nasihat gratis. Dinasehati artinya masih di sayang, kan? 

Walaupun begitu saya tidak pernah membenarkan mengusir orang dari rumah adalah benar (ini bagi siapapun yang tahu tentang kisah ini, hehe). Itulah kenapa saya selalu menekankan untuk mengambil yang positif saja dari perlakukan orang. Saya masih percaya bahwa kita adalah manusia (entahlah kalo abang menganggap saya bidadari, hehe), yang kadang khilaf dalam bersikap. So, dengan begitu setiap perlakuan orang lain terhadap kita ambil yang baik aja, lihat positifnya aja. Ada yang memukul, belajarlah untuk memahami bahwa dipukul itu sakit jadi jangan di lakukan pada sesama manusia yang lain. Ada yang menasihati tapi dengan cara membentak-bentak yang gak banget, ya lihatlah positifnya bahwa itu adalah nasehat gratis bagi kita yang caranya mungkin tidak sesuai yang kita harapkan. 

Itu baru dari keluarga. Belum dari dunia pergaulan yang berpikir bahwa, CURLY itu bisa segalanya. Ajarin nyanyi, panggil Curly, sekalinya gak ada yang datang. Ngurusin komunitas, serahkan kepada Yang Mulia Ndoro Putri Curly, kita manut aja. Atau bahkan beberapa teman yang berkomentar, "Enak yah jadi kamu, nganggur aja jalan-jalan ke mana-mana."


E, helawww, ini hanya yang dunia lihat yah. Gak semua yang lu denger itu bener. Orang lihatnya eike happy jalan-jalan terus, padahal mah aslinya nge-guide orang lain menikmati kampung halaman sendiri, yang untungnya kerjaan ini masih saya sukai dan kampung halaman ini masih saya cintai (keempat setelah Tuhan, orang tua, dan kamu bang *ehh). Mau di katakan jalan-jalan tapi bukan soalnya aslinya nge-guide, mau di katakan bukan jalan-jalan tapi jalan-jalan juga soalnya sekalian refreshing, hehe rempong yah. Tahu gak sih nge-guide itu capek? Kamu harus susun itinerary mereka, maunya ke tempat yang seperti apa, harus bangun subuh banget demi untuk menuju ke 'Negeri di Atas Awan' yang sebenarnya di Batutumonga juga bisa kali, kamu harus siap menjawab semua pertanyaan turis-turismu, harus bertanggung jawab atas perjalanan mereka utamanya bertanggungjawab atas perutnya jangan sampai kelaparan di tempat yang tak ber-warung, kamu harus siap menerima kelakuan mereka yang kadang mencengangkan dunia akhirat, kamu harus siap menggantikan posisi Google Map, dan harus siap jalan kaki ke mana mereka inginkan, tapi di luar semuanya itu Curly harus tetap kece kemana-mana, hehe. Yakali turisnya kece, masa guide-nya gak kece, malu sama kampung yang udah kece duluan, hehe. Dengan kenyataan seperti itu, saya harus tetap mensyukurinya. Ini adalah cara saya untuk mengisi masa-masa pengangguran yang menggalaukan ini. Saya berusaha meng-upgrade diri untuk menggali lebih dalam lubang kubur, ehh, maksudnya menggali lebih dalam kebudayaan saya yang kaya dan kece banget ini setelah lumayan lama saya tinggalkan. Kegiatan ini justru membuat saya semakin tahu tentang kebudayaan saya yang, sekali lagi, kece banget dan semakin berusaha membuat daerah ini lebih baik dengan cara saya sendiri, yahh walaupun kemungkinan besar tidak akan dilirik utamanya oleh bapak-bapak wakil rakyat di atas sana. Yaaa, dinikmati aja shayy.
Katanya jalan-jalan, padahal....

Gimana kehidupan Curly? Rempong yah? Rempong dong. But, that's life guys. Mungkin dunia hanya melihat kamu happy di balik postingan kamu yang jalan-jalan terus itu tanpa tahu bahwa di balik senyum yang melengkung di wajah setiap kali tertangkap kamera itu tersimpan begitu banyak tantangan hidup. Tapi itu jadi pilihan kamu, apakah kamu ingin dunia melihat kebahagiaan yang terpancar lewah wajahmu atau kamu malah ingin menunjukkan kisah suram hidupmu. Kalo eike, sorry yeeee, dunia cukup melihat wajah kece eike yang tersenyum semangat ini. Karena bagi saya itu adalah salah satu cara untuk menyebarkan semangat bagi orang lain. Sekalipun mungkin ingin menceritakan suramnya hidup, yaa bisa dengan cara yang lain. Masuk kamar, tutup pintu, berlutut, lipat tangan, trus curcol deh sama Bapa, hehe. Atau dengan cara menulis seperti sekarang ini. Setiap kita punya pilihan dan setiap kita punya cara masing-masing. Dan saya memilih untuk be happy

Setelah membaca curhat colongan di atas, coba deh kamu berpikir, mampu gak menjadi 'saya'. Saya tunggu jawabannya 5 menit, selesai tidak selesai dikumpul, hehehe. Mungkin ada yang mengatakan 'iyayah, gak mudah menjadi Curly yang kece banget itu' atau mungkin ada yang mengatakan 'yaelah, gitu doang. Hidup gue masih lebih berat keleus (sambil angkat batu gunung satu tangan plus angkat kaki)'. Well, setiap kita punya permasalah hidup masing-masing yang saya yakin jika dibandingkan dengan orang lain mungkin ada yang berat dan ada yang ringan. Saya percaya  bahwa tiap orang memiliki kadar beban berat yang berbeda-beda dalam hidup mereka. Ibaratnya lagi naik tangga, mungkin tinggi setiap anak tangganya sama namun orang yang melewatinya berbeda-beda. Ada orang kantoran bergaji selangit yang kerjanya kebanyakan duduk, alias jarang olahraga, melewati 100 anak tangga tapi di anak tangga ke-32 sudah merasa ngos-ngosan, tapi di waktu yang sama ada juga seorang tukang kebun bergaji pas-pasan yang lebih sering berkeringat baru ngos-ngosan di tangga ke-95. 
Jalanan yang kamu lalui securam apa?

Sama halnya dengan hidup. 
Ketika seorang dihadapkan pada permasalah hidup yang sama, belum tentu cara mereka memandang masalah itu juga sama. Ada yang mungkin menganggap masalah itu adalah masalah yang kecil karena sebelumnya pernah mengalami masalah yang lebih complicated dari itu, tapi ada juga yang menganggap hal itu masalah yang sangat besar karena seumur hidupnya gak pernah mengalami masalah. Ada yang mengganggap masalah itu berat banget karena lebih fokus pada masalahnya, tapi ada yang menganggap masalah itu ringan karena percaya bahwa setiap masalah ada penyelesaiannya, woles sisss. Everything is good at the end, if it's not good, then it's not the end.

Itulah kenapa saya mengatakan bahwa 'it's not easy to be me', dan saya juga meyakini bahwa 'it's not easy to be you'. Ketika, misalnya, besok pagi saya terbangun dengan raga yang tertukar dengan Luna Maya yang artis papan atas Indonesia dengan wajah cantik dan usaha yang sudah merambat kemana-mana, apakah saya yang papan penggilasan ini langsung merasa sukses menjadi artis sekaligus enterpreneur? Belum tentu. Semakin tinggi pohon, semakin banyak angin yang menggoyangkan, right? Kamu diletakkan dalam keluarga yang suka ngatur-ngatur, belum tentu kamu tahan jika bertukar posisi dengan orang lain yang karakrer keluarganya cuek, yakan? Thats why, saya tidak percaya dengan kata-kata sok menguatkan "sabar yah, saya tahu apa yang kamu rasakan." NO WAY! Atau kalimat yang mengatakan "gak usah sok menasehati deh, coba kamu yang ada di posisi saya, kamu gak tahu gimana rasanya jadi saya". Yaheyalahhhh. Lu ya lu, gue ya gue. Kita gak pernah, 100 persen, bisa merasakan menjadi orang lain, dan orang lain gak bisa merasakan menjadi diri kita. 

Tapi harusnya kehadiran orang lain yang membuat kita berkata bahwa, "masalah saya belum tentu sama seperti masalahmu, entah itu masalah saya lebih berat atau masalahmu yang lebih berat, tapi kita ada di sini untuk saling menguatkan". Kita diperkenankan bertemu dengan orang yang memiliki masalah lebih berat dari permasalahn kita untuk menunjukkan bahwa, mereka yang punya masalah lebih complicated aja masih bisa hidup, kenapa saya engga. Begitu pula sebaliknya, kita diperkenankan bertemu dengan orang yang memiliki masalah lebih ringan dari kita supaya kita bisa menjadi sumber penguatan bagi dia. Yaa, sama-sama saling menguatkan lah. Jadi kita gak bisa menghakimi orang atas apa yang kita lihat dari luar dan menilainya hanya dari kulit arinya saja.

Saya masih percaya koq dengan kalimat 'semua akan indah pada waktunya'. Kita diberikan kehidupan dengan setiap permasalahannya yang sesuai dengan kemampuan kita kan? Percaya deh, tidak akan melebihi kemampuan kita. Kamu bisa menghadapi kehidupan broken home karna kamu dipercaya mampu melewatinya dan mampu menjadi berkat dalam keadaan seperti itu. Kamu di percaya punya rambut kribo karna kamu diyakini bisa menganggap itu sebagai hal yang kece dan orang lain ikutan menganggap itu kece (kribo emang kece kemana-mana sih, ups). Kamu ditempatkan di dalam keluarga berkarakter keras karena kamu dipercaya bisa menghadapinya. Saya hanya memegang teguh bahwa gak semua orang bisa mendapatkan seperti yang saya dapatkan sekarang dan itu harus saya syukuri. Hanya rasa syukur yang bisa membuat orang bahagia, kan? Apalah arti punya rambut lurus tapi gak di syukuri, ya mending saya yang punya rambut kribo tapi dibanggakan kemana-mana. Apalah arti punya sodara bersikap nice tapi gak di syukuri, mending saya yang punya sodara childish tapi masih mau belikan sepatu (ini mah Curly-nya yang matre, hehehe). intinya, apapun kondisi saat ini, bersyukurlah. 

Jadi seperti ituhhhh. Kalo di pikir-pikir bisa gila kan yah? Yaheyalahhhh, tapi ngapain juga mau dipikirn, tambahin beban hidup aja. Let it flow aja sis, namanya juga hidup. Kalo kata kk Agnes Monika di iklan makanan ringan yang banyak mecinnya itu, 'life is never flat' jadi dinikmati aja shayy. Disyukurin aja. Karena it's not easy to be me dan it's not easy to be you, jadi be yourself aja yah. And just enjoy your life (dengan cara yang bertanggungjawab tentunya).









Setelah berhari-hari pantengin laptop dan lagu Superman (It's Not Easy To Be Me) mengalun dari HP, plus dari pagi sampai sore bahkan sampai malam duduk di kantor (baca: teras belakang rumah), akhirnya tulisan ini selesai juga. Hahahahahayyyyyy. Selamat membaca gaesss. Jangan lupa komen kalo ada yang mengganjal di hati yah. Jangan menyimpan 'perasaan itu' berlama-lama, ehhhh.

Kamis, 03 Agustus 2017

Mestakung: Missionaris dan Pembunuhnya

Beberapa minggu lalu, saya itu kembali melakukan perjalanan singkat sebagai seorang guide untuk mengantarkan salah satu siswa PKL dari Tomohon di hari terakhirnya di jemaat kami di Tana Toraja. Salah satu destinasi objek wisata yang dikunjungi adalah Bori' Kalimbuang lokasi tempatnya batu Simbuang berada. Dari Bori' kami melanjutkan perjalanan menuju Sa'dan To'Barana melalui Pangli. Di sinilah kami berhenti sebentar di rumah tempat Missionaris pertama di Tana Toraja, Antonie Aris Van de Loosdrecht, dibunuh oleh seorang inlander (pribumi).

Rumah Guru Manumpil & Patung Van de Loosdrecht


Sebagai seorang Kristen yang berdarah Toraja, saya tahu bahwa pembawa agama Kristen pertama masuk ke wilayah Tana Toraja adalah seorang Belanda yang meninggal di bunuh oleh salah seorang pribumi. Hanya itu. Siapa yang membunuh, kisah pembunuhannya, di mana ia di bunuh, dan kisah semacamnya tidak saya ketahui. Sampai kami mengunjungi rumah yang katanya merupakan rumah sang misionaris yang berlokasi di Bori' tersebut, saya mulai tertarik untuk mengetahui sejarahnya.
Rumah Guru Manumpil

Rumah tersebut berlokasi di Rantedengen, Bori', sebelah kiri jika dari Bori' Kalimbuang menuju Pangli. Sekarang di depan rumah tersebut terdapat replika Zending A. A. Van de Loosdrecht dan di teras rumah terdapat beberapa foto beliau bersama istri (kami tidak masuk ke dalam rumah karena terkunci). Berdasarkan penuturan seorang bapak yang sempat saya tanyai pada saat itu, di rumah ini tidak ada penjaga sehingga tidak ada yang akan membantu pengunjung menjawab pertanyaan sehubungan dengan rumah dan missionaris ini. Salah seorang teman trip pada saat itu mencari informasi mengenai missionaris di internet, namun saya tidak terlalu yakin dengan kevalidan informasi tersebut.
Teras tempat Van de Loosdrecht terbunuh

Beberapa hari kemudian, ketika gambaran perjalanan ke rumah missionaris masih fresh, saya sedang nongkrong bersama seorang teman di Rantepao sambil ngobrol sampai pada akhirnya saya mengetahui bahwa teman saya ini adalah salah satu cucu dari pembunuh Zending Van de Loosdrecht. Angin segar coyyyy, ternyata salah satu teman saya adalah cucu dari seorang pelaku sejarah besar di Tana Toraja. Tidak menyia-nyiakan kesempatan saya langsung menanyakan mengenai kisah kakeknya dan sang missionaris.

Tidak banyak yang saya dapatkan mengenai kisah missionaris tersebut selain dari nama pembunuh sang missionaris adalah seorang dari Pangli yang bernama Pongmassangka yang patanenya saat ini berada di Pangli, kelihatan dari jalan poros Pangli-Batutumonga (selama ini Patane tersebut memang menarik perhatian saya setiap kali melalui jalan tersebut, sampai saya ketahui bahwa patane tersebut adalah patane salah seorang pelaku sejarah). Angin segar kedua adalah, ternyata salah seorang om dari teman saya tersebut memiliki buku mengenai kisah pembunuhan Missionaris, ulalaaa cuss pinjam bukunya.

Hari yang ditunggu-tunggu untuk bertemu buku pinjaman akhirnya datang juga (lebay yah?). Buku dengan judul "Serigala Menjadi Domba" tersebut akhirnya saya lahap pagi tadi selama kurang dari 2 jam, saking antusiasnya.
Buku tentang Pongmassangka si Pembunuh Van de Loosdrecht

Buku yang disusun oleh Paulus Patanduk, Naomi Kila' Allo, dan Petrus Silas ini menceritakan tentang Riwayat Pongmassangka, perjuangan mayarakat Toraja melawan penjajah, kisah pembunuhan missonaris, kehidupan para terhukum di pembuangan, apa yang terjadi pada Pongmassangka dan kelompok Bori' selama di pembuangan selama 13 tahun, sampai pada kisah pembabtisan 70 orang keluarga Pongmassangka setelah pembuangan.
Gambar Missionaris & Istri Dalam Salah Satu Halaman Buku 'Serigala Menjadi Domba'

Buku ini juga menceritakan kehidupan adat masyarakat Tana Toraja pada zaman dulu, bahkan menceritakan tentang strategi perang para pejuang dengan bahasa sandi yang mereka gunakan pada kala itu yaitu:
"Pongtiku sola Bombing mangrakan dolo namane Pongmaramba' sola Puang Randanan mepare sola Sang Torayan" (halaman 12)

Sedikit informasi yang saya dapatkan dari buku ini adalah sebagai berikut:

  1. TERNYATA rumah tempat replika Zending A. A. Van de Loosdrecht bukanlah kediamannya tapi kediaman Guru Manumpil yang dikunjunginya pada malam itu. Sang Missionaris tinggal di Rantepao kala itu.
  2. TERNYATA Zending A. A. Van de Loosdrecht merupakan korban salah sasaran. Para pejuang tidak mengetahui bahwa beliau adalah seorang missionaris, mereka berpikir bahwa beliau adalah salah satu dari pemerintah kolonial yang bertujuan menjajah Tana Toraja.
  3. Ternyata pembunuh Zending A. A. Van de Loosdrecht bukanlah Pongmassangka melainkan saudaranya yang lebih tua yaitu Ne' Rego (Buyang) yang menombak dada beliau. Hanya saja, Pongmassangka mengaku kepada pemerinah Kolonial bahwa sebagai yang membunuh missionaris sebagai hasil perundingan bersama Kelompok Bori' yang menjadi buronan pada saat itu karena mempertimbangkan usianya yang lebih muda.
  4. TERNYATA pembunuhan A. A. Van de Loosdrecht menimbulkan perdebatan sengit antara pemerintah kolonial dan badan zending. Badan Zending disalahkan atas pembunuhan tersebut.
  5. TERNYATA Pongmassangka yang pada saat itu masih menganut Alukta, akhirnya mau menerima Yesus dan dibaptis bersama 70 orang anggota keluarganya yang lain di Rantedengen. Mengutip Kata Alida Petronella van de Loosdrecht, istri missionaris, "di tempat ini dulu serigala mengamuk, tetapi sekarang di tempat ini pulalah serigala menjadi domba. Terpujilah Tuhan yang mengasihi dunia ini."
  6. TERNYATA proses belajar Pongmassangka untuk mengenal Kristus, yang selama baca buku ini sebagai katekisasi, itu tidak sebentar. Waktu untuk Pongmassangka melakukan katekisasi itu lama, dan perjuangan Guru Injil yang luar biasa untuk menemukan kembali jiwa yang hilang tersebut. (Proses katekisasinya kece euyy, hehehe)
Gambar Missionaris & Istri Dalam Salah Satu Halaman Buku 'Serigala Menjadi Domba'

Buku ini tidak hanya menceritakan tentang kisah pembunuhan Sang Missionaris tapi juga kehidupan pejuang Toraja pada masa itu. Bagaimana kehidupan mereka selama di pembuangan. Bahkan sampai pada kisah pertobatan Pongmassangka sekeluarga melalui penyebaran injil dari Guru Injil Martinus Lebang dan Guru Injil Jusuf Bontong.

Saya pribadi terharu dengan beberapa kisah dalam buku ini yaitu ketika Alida Petronella van de Loosdrecht melalui suratnya menceritakan pergumulannya menghadapi kematian suaminya, yang mana awalnya beliau merasa keyakinannya kepada Tuhan dan manusia menjadi hilang, namun menjadi motivasi bagi saya bahwa beliau bangkit dari keterpurukan tersebut dan tetap menyandarkan diri hanya kepada Tuhan. Selain itu, kisah lain yang membuat saya terharu adalah ketika begitu banyak jiwa dimenangkan dan bersedia untuk dibaptis untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat merupakan kesaksian buku ini bagi saya.

Oyah, buku ini sedikit membuat saya berimajinasi terutama pada bagian perjalanan Sang missionaris dari Belanda yang berlayar menuju Batavia selama sebulan. Wowww, perjalanan yang luar biasa melelahkan. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta menuju Surabaya yang berlayar menuju Makassar (saat itu di kenal dengan sebutan 'Kawasan Timur Raya') lalu berlayar ke Palopo selama 4 hari dan melakukan perjalanan darat dari Palopo ke Rantepao selama satu hari lebih. Saya mencoba membayangkan perjalanan yang sekarang sudah gampang namun ternyata zaman dulu harus ditempuh selama berhari-hari. Hehehe.

Sehubungan dengan judul tulisan ini "Mestakung" atau Semesta Mendukung. Cuma pengen bilang sih, bahwa segala sesuatu itu terjadi karena sudah diatur oleh yang di atas, dan 'Semua baik' pada akhirnya. Seperti dengan tulisan ini akhirnya bisa ditulis karena saya percaya Semesta Mendukung itu terjadi. Semeste Mendukung saya boleh berkunjung ke rumah sang Missionaris, Semesta Mendukung saya mengenal cucu pembunuh missionaris, Semesta Mendukung saya boleh membaca kisahnya melalui buku 'Serigala menjadi Domba', dan Semesta Mendukung saya untuk punya niat menulis di hari yang dingin ini, hehehe. I just believe that, segala sesuatu indah pada waktunya, kalo belum indah ya belum waktunya. Yakan..yakan? So just do the best until the end!


Demikian sedikit yang saya dapatkan dalam hal mencari kisah sejarah mengenai A. A. Van de Loosdrecht yang wafat pada Kamis, 26 Juli 1917 di Rantedengen Bori'.
Untuk kisah yang lebih lengkap silahkan baca bukunya gaessss.

Thanks untuk Novita Paembonan untuk pinjaman bukunya. Luar biasa!
Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts