Gadis itu hanya bisa duduk di depan laptop di dalam ruang kerjanya.
Berpikir.
Entah bagaimana perasaannya saat itu.
Tertawa susah, menangis pun enggan.
Ia hanya merasa bahwa seakan hari ini dunia tidak ingin mendengarkannya. Dia hanya ingin bercerita, bahasa kekiniannya curhat, bukan untuk balik di jadikan tempat curhat. Dia hanya ingin bercerita mengenai hal memalukan yang dialaminya, bukannya malah melawak yang dianggap sebagai sebuah lelucon yang ditertawai karena di anggap lucu.
Bukan!
Ataukah si gadis terlalu egois saat berpikir bahwa saat ini dia hanya butuh didengarkan, untuk sementara tidak ingin mendengarkan. Si gadis sedang bingung dengan apa yang harus dilakukannya saat ini. Okay, sebenarnya dia tahu bahwa dia hanya perlu cuek dengan pikiran orang lain namun dia hanya butuh di berikan kata-kata penguatan saat itu. Cukup saat itu saja.
Hari ini di dikejutkan dengan berita bahwa ‘kotoran’ yang bukan dari dirinya ditemukan berada di dalam messnya, yang mana jika diperhatikan sepintas, seisi mess akan berpikir bahwa ‘kotoran’ itu berasal dari dirinya. Padahal ada anak gadis lain tadi pagi yang sekamar dengannya dan tidak sengaja meninggalkan ‘kotoran’ itu di tempat yang tidak semestinya. ‘Kotoran’ itu tidak di bersihkan oleh si pembersih ruangan. Siapa juga yang mau membersihkan ‘barang’ yang bagi sebagian orang itu menjijikkan. Si gadis juga enggan untuk menyentuhnya. Terlalu menjijikkan, pikirnya.
Namun si gadis berpikir lagi, jika bukan dia yang membersihkan, barang ‘kotor’ itu akan terus berada di situ sampai sang empunya kembali, mungkin sekitar 2 minggu lagi. selama itu pula ‘kotoran’ itu akan terekspose oleh para lelaki di mess itu. Terlalu memalukan. Mengumpulkan seluruh niat, akhirnya si gadis mengambil kotoran itu dan membuangnya, walaupun saat itu dia merasa sangat jijik.
Si gadis sangat malu pada saat itu, walaupun memang bukan dia pelakunya, namun dia berpikir bahwa orang-orang yang melihat hal itu akan langsung menjadikan si gadis sebagai ‘tersangka utama’, karena tidak ada gadis lain di tempat itu. Mau dijelaskan ke semua pihak juga, si gadis merasa tidak enak, kesannya menyebar aib orang ke muka umum.
Si gadis merasa marah pada gadis ‘tersangka’ pembuangan kotoran itu, tapi apa daya dia sudah pulang dan mungkin malah sudah menyebrangi pulau tempatnya berpijak. Si gadis ingin menceritakan kekesalan dan perasaan malunya pada sahabatnya yang dia tahu akan mendengarnya, namun ternyata si sahabat sedang sibuk kerja, yang satunya gak aktif handphonennya. Si gadis tidak kehilangan jalan, dia mencari nomer telpon ibunya. Sialnya, si ibu sedang bekerja dan tidak dapat berbicara lama untuk sementara waktu. Perasaan si gadis bercampur aduk. Dia hanya ingin bercerita, apakah itu salah? Atau memang waktu baginya yang tidak tepat? Akhirnya dia memilih untuk tidur, berharap perasaannya kembali normal saat bangun.
Kenyataannya, si gadis dibangunkan oleh sang ibu, dan dia menceritakan keadaannya. Si ibu mendengarkan, memberikan sedikit petuah yang bagi si gadis belum cukup, lantas si ibu melanjutkan dengan curhat pada si gadis. Egoisme si gadis timbul, dia hanya ingin di dengarkan. Akhirnya dia tidak banyak berkomentar sampai pembicaraan dengan si ibu diakhiri. Seakan masih belum puas dengan tidak di dengarkan, curhatannya yang dia sampaikan di grup sahabatnya ternyata di balas namun tidak sesuai dengan harapannya. Di awali dengan ‘hahaha’ kemudia ada kata ‘lucu’ kemudian kata ‘manusiawi’. Well, cukup! Si gadis marah. Entah kepada siapa.
Si gadis bertanya dalam hati, “apakah salah jika aku memikirkan hal yang bagi orang lain simple tapi ternyata bagiku ini adalah hal yang terlalu menguasai pikiran ku?”
“Apakah aku salah jika ingin curhat kepada teman-teman ku tentang hal ini namun kenyataannya salah satu dari mereka hanya tertawa dan menganggap hal ini lucu, sisanya hanya membaca tanpa memberikan komentar?”
“Apakah aku tidak punya hak untuk menceritakan keluh kesahku sehingga setiap kali aku mengeluh rasanya hanya dianggap hal sepeleh sehingga tidak jarang hanya menjadi angin lalu saja?”
Si gadis terlalu banyak pertanyaan. Salah satunya di jawab pun belum tentu.
Si gadis hanya ingin didengarkan. Mungkin bagi sahabatnya, masalah ini adalah masalah yang sangat sepeleh, tapi bagi si gadis tidak sesepele itu. Ini terlalu memalukan baginya. Namun si gadis berusaha menyadarkan dirinya bahwa hal ini tidak perlu menjadi besar karena di luar sana banyak masalah yang lebih besar yang perlu dijadikan perhatian.
Si gadis berusaha menerima, namun ada sebagian hati kecilnya berkata “Aku sedih disepelehkan seperti ini. Masih berhak kah aku mengungkapkan perasaan ku?”
Dan si gadis menangis dalam diam di ruangan kerjanya pada sore yang mendung itu.
0 komentar:
Posting Komentar