Rantepao,
07 Januari 2018
Nongkrong
berfaedah pertama di tahun 2019. Sekarang kan lagi hits banget tentang ‘apa-apa
pertama di 2019’. Yaahh, yang pertama emang kadang lebih berkesan kan?
Siang
ini saya ada rencana untuk mencari pesanan teman di Rantepao, sekalian cari
ole-ole. Yah, waktu liburan sudah hampir berakhir dan harus terima kenyataan
bahwa raga harus kembali ke dunia ‘lain’. Gak boleh terlalu lama tinggal di
dunia nyata karena sampai saat ini dunia ‘lain’ yang membuat bisa bertahan
hidup di dunia nyata.. Jadilah saya ditemani Citra untuk ‘berburu’ sepu’,
sambu’ lotong, dan segala titipan yang ada.
Selain
cari ole-ole, saya juga menyelipkan sedikit waktu untuk bertemu sebentar dengan
seorang adik kelas masa SMA dulu yang ingin bertemu (artis juga bukan yah, udah ada aja yang
pengen ketemuan, hehehe). Katanya sih
mau sharing tentang dunia volunteer, dan katanya karena saya sudah melanglang
buana di dunia volunteer jadilah semakin kuat alasan untuk sharing dengan
saya. Wahh, saya merasa gimanaa gitu. Apalah saya yang masih baru di dunia volunteer dibandingkan kak @wresnawira
(akun IG) yang sudah ke mana-mana (boleh di cek IG nya, perempuan inspirasi yang seperinya sudah dari Sabang sampai Merauke menjadi relawan). Tapi tidak apalah, sharing tidak harus
sesuatu yang WAH bukan?
Karena kebetulan saya dan Citra (IG: @citrapaonganan) juga berada memiliki visi yang sama dan juga memiliki pengalaman di dunia volunteer jadi sekalian saja kami
bertemu bertiga. Sejam kupikir cukuplah, di waktu yang sangat sempit ini. Letter L Café
menjadi pilihan kami siang itu. Suasana yang asik dengan V60 Ke’pe untukku dan
Affogato untuk Citra, di tambah dengan pembahasan yang menarik dengan Ifa (IG
@Ifayusuf94) yang juga ditemani oleh sepupunya siang itu.
Katanya
sih Ifa mau sharing tentang pengalaman ku, tapi kenyataannya saya yang lebih
banyak belajar dari pengalamannya. Gilak sih menurutku. Mari ku ceritakan
tentang Ifa dan pekerjaannya, yang merupakan hasil sharing kami selama kurang lebih 1 jam.
![]() |
Medan menuju tempat tugas Ifah di Mappak pada musim hujan (1) |
![]() |
Medan menuju tempat tugas Ifah di Mappak pada musim hujan (2) |
Ifa
adalah seorang perempuan yang saat ini bertugas sebagai Pendamping Keluarga
Harapan di Kecamatan Mappak, Kabupaten Tana Toraja. Jarak dari ibukota
kecamatan (Kondodewata) ke Makale yaitu 80 km dengan waktu tempuh 8-9 jam
dengan kendaraan roda dua. Biaya ojek dari Kondodewata-Makale sekitar 400-600 ribu
rupiah. Iyah, itu semua uang, bukan separuh daun. Akses yang dilalui sangat
sulit karena kondisi jalan yang rusak parah, perjalanan harus melalui jalanan
berlumpur dan berbatu. Dengan medan seperti itu, perjalanan ke Mappak lebih baik
di tempuh dengan motor trail atau mobil double
cabin, tapi setelah setahun bertugas di Mappak, Ifa sudah terbiasa
menggunakan motor matic. Iyah, Ifah menempuh perjalanan 8 jam itu seorang diri,
melewati hutan, dengan motor maticnya. Katanya sih jalan ke sana sudah mulai
dirintis.
![]() |
Jalan berbatu menuju Mappak |
“Kadang
saya singgah dulu untuk minum kopi supaya tidak mengantuk di jalan,” tuturnya.
“Singgahnya
itu di perkampungan, rumah warga, atau di mana?” tanyaku penasaran.
“Bukan
kak, singgahnya di hutan-hutan. Mana ada rumah warga sekitar situ.”
Buset
dah. Saya hanya ternganga mendengar kisahnya. Apalagi katanya tiap bulan dia
akan melewati jalan itu karena setiap akhir bulan mereka harus menghadiri rapat
koordinasi di ibukota kabupaten. Saya tidak bisa membayangkan jika tiap bulan
harus melewati jalanan dengan jarak tempuh seperti itu. Tempat tugas saya saja
yang hanya di tempuh dengan naik ojek selama 3-4 kadang sudah membuat saya
mengeluh, ini saya di bonceng loh, bukan kendarai motor sendiri. Tamparan keras sekali yah.
![]() |
Ibu-Ibu yang didampingi Ifah di salah satu Lembang (Desa) di Mappak |
Di
Kecamatan Mappak, Ifa bertugas dengan 1 orang temannya. Nah, kehidupannya di
tempat tugas ini yang membuatku lebih merasa tertampar lagi. Di kecamatan
tersebut, Ifah tidak mendapatkan fasilitas tempat tinggal jadi dia berpindah
dari rumah warga satu ke rumah warga lainnya, yaa nomaden kali yah. Di setiap
desa berbeda dia akan menginap di rumah warga selama 2-3 hari, lalu berpindah
ke desa selanjutnya untuk nginap lagi di rumah warga desa tersebut. Sebenarnya
Ifah sudah di tawarkan oleh Kepala Puskesmas di kecamatan tersebut untuk
menggunakan salah satu mess staf puskesmas sebagai tempat tinggal, namun karena
beberapa hal, salah satunya perasaan tidak enak jika harus menggunakan
fasilitas yang sebenarnya tidak diperuntukkan baginya, membuatnya menolak
tawaran tersebut.
Letak
geografis Kecamatan Mappak yang berada di perbatasan 3 kabupaten (Kabupaten Pinrang,
Polman, dan Polmas) membuat daerah ini lebih banyak berinteraksi dengan
masyarakat dari kabupaten luar Kabupaten Tana Toraja. Pasokan bahan pokok juga sebagian besar
berasal dari tiga kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayahnya, karena letaknya yang lebih dekat dibanding
ke pusat Kabupaten Tana Toraja. Hal ini membuat sebagian besar masyarakat
Kecamatan Mappak jika bertemu dengan orang-orang dari Makale (Ibukota Kabupaten
Tana Toraja) akan bertanya, “Kapan tiba dari Toraja?” padahal Mappak kan masih
masuk wilayah territorial Kabupaten Tana Toraja. Pertanyaan yang sangat miris
sih. Saya pribadi berkesimpulan bahwa pertanyaan tersebut secara tidak langsung
menggambarkan bahwa mereka tidak merasa sebagai warga Kabupaten Tana Toraja.
Mungkin saking karena berada di garis paling luar suatu wilayah territorial
kali yah? Ibaratnya itu, misalnya ada orang di perbatasan Indonesia-Malaysia
kedatangan tamu dari pusat kota dan mereka bertanya, “kapan datang dari
Indonesia?” padahal di depan rumahnya ada bendera merah putih sedang berkibar.
Hehe, bisa jadi kan perumpamaannya seperti itu?
![]() |
Perbatasan Kabupaten Tana Toraja - Polmas |
Selain akses dan akomodasi, tantangan
lainnya bagi Ifah di tempat tugasnya itu adalah soal kepercayaan. Agama dan Kepercayaan masyarakat di Wilayah Kecamatan Mappak adalah Agama Kristen Protestan (30%) dan Aluk Todolo (70%). Aluk Todolo merupakan aliran kepercayaan masyarakat Toraja asli sebelum agama masuk ke Indonesia. Aliran Kepercayaan ini pada akhirnya diakui di Indonesia Tahun 2018 lalu dengan sebutan 'Penghayat Kepercayaan' (baca disini). (Kepercayaan ini sudah diakui di Indonesia namun belum ada info yang jelas apakah sudah disosialisasikan atau belum).
![]() |
Ifah bersama masyarakat binaan di salah satu Lembang di Mappak |
Ifah adalah seorang Muslim yang berjilbab, namun tidak semua warga memahami tentang itu. Jangankan paham, tahu saja belum tentu. Tidak semua warga memahami bahwa orang Muslim itu gak boleh makan babi. Jangankan begitu, mungkin bahkan ada yang tidak tahu bahwa ada agama yang diakui oleh negara ini yang namanya Agama Islam. Jadi harus pintar-pintar bergaul dengan warga agar tidak mengkonsumsi makanan yang tidak diperbolehkan oleh agama dan di satu sisi menghargai tuan rumah yang sudah menyediakan makanan. Bayangkan deh perjuangannya.
![]() |
Masyarakat binaan Ifah di salah satu Lembang di Mappak |
![]() |
Masyarakat Binaan Ifah di salah satu Lembang di Mappak |
Selain
mengerjakan tugas pokoknya, kadang-kadang di sela waktu kosongnya, Ifa mengisi
waktunya dengan mengajarkan anak-anak sekolah di tempat tersebut untuk belajar
utamanya Bahasa Inggris. Bahasa yang merupakan bahasa internasional ini harus
dikenal bahkan bagi mereka yang tinggal di pelosok. Tinggal di pelosok boleh,
soal pengetahuan jangan sampai tertinggal juga.
Di Kecamatan Mappak, dengan kondisi geografis dan jarak antar desa yang jauh sehingga banyak terdapat beberapa bangunan kelas jauh untuk memfasilitasi anak-anak yang jarak rumahnya jauh dari kelas induk. Namun kondisi beberapa kelas jauh yang ada masih sangat memprihatinkan dan kurang layak untuk dijadikan tempat belajar. Kelas jauh yang saya dapatkan informasinya dengan kondisi bangunan yang sudah tidak layak adalah Kelas Jauh SDN 369 Butang, Kelas Jauh SDN 200 Miallo di Panasakan (perbatasan Kab. Polman), dan Kelas Jauh SDN Sakkuang di Wailimbong (perbatasan Kab. Pinrang).
Setiap kali berkunjung ke desa, di waktu luang Ifah akan mengumpulkan anak-anak untuk diajarkan Bahasa Inggris di desa tersebut. Bagi anak-anak, Ifah lebih di kenal dengan sebutan 'Ibu Guru'. Namun karena masih kurangnya
sarana dan prasarana yang memadahi sehingga pelaksanaannya masih kurang
maksimal.
![]() |
Ifah bersama siswa SMA di Mappak |
Ternyata
‘pergerakan’ Ifah tidak bertepuk sebelah tangan. Kepala sekolah menyediakan
sebuah bangunan untuk dijadikan sebagai ‘Rumah Belajar’ bimbingan Ifah.
Bangunan tersebut sebenarnya fungsinya untuk rumah guru, namun karena tidak
pernah ditempati sehingga diserahkan untuk dijadikan rumah belajar. Tetapi
bangunan itu juga masih harus di renovasi dulu karena kondisinya yang sudah
tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat belajar.
![]() |
Kondisi 'Rumah Belajar' ex Mess Guru |
![]() |
Kondisi 'Rumah Belajar' ex Mess Guru |
Hal ini salah satu yang ingin di-sharing oleh Ifah kepada saya sehubungan dengan bantuan untuk perbaikan gedung atau pengadaan buku pelajaran bagi siswa di Mappak. Yahh, bicara soal bantuan mungkin gampang-gampang susah yah. Saya hanya bisa memberika advice kepada Ifah bahwa dalam pelaksanaannya mungkin awalnya kita dulu yang berkorban, menyediakan apapun yang bisa di sediakan, namun jangan lupa di dokumentasikan, minimal memposting kondisi wilayah tersebut di sosmed.
Saya selalu percaya bahwa, segala sesuatu yang di awali dengan baik akan berakhir dengan baik pula.
Mungkin saat ini hasilnya belum berbuah, tapi yakin suatu saat nanti akan ada hasil. Di zaman sekarang ini kita diberikan kemudahan untuk memposting sesuatu di sosmed. Diusahakan saja dulu yang bisa dilakukan, karena tidak ada usaha yang akan mengkhianati hasil, yekan? Dan salah satu usaha yang bisa kulakukan adalah menuliskan ini.
![]() |
Kondisi 'Rumah Belajar' ex Mess Guru |
Banyak
hal yang sudah sangat hits di dunia sekarang ini namun masyarakat di Kecamatan Mappak pun masih belum ketahui. Hal ini salah satunya disebabkan karena akses masyarakat
ke dunia luar sangat terbatas, utamanya bagi masyarakat yang berada di desa
yang jauh dari jalan utama. Tidak ada sinyal telpon, tidak ada TV, tidak ada listrik, jangankan itu,
untuk mencapai ibukota kecamatan pun ada yang harus menempuh perjalanan
setengah hari berjalan kaki. Berangkat subuh untuk tiba di Ibukota kecamatan di
siang hari. Iyah, ini masih di Indonesia.
![]() |
Perjalanan menuju Mappak |
Yaa, semoga
perjuangan Ifah ini tidak bertepuk sebelah tangan. Semoga banyak Ifah-Ifah lain
yang tergerak hati untuk melihat kenyataan bangsa ini utamanya di daerah
terpencil. Dengar-dengar masa Kontrak Kerja Ifah sebagai Pendamping Keluarga
Harapan sudah akan berakhir dan dia sedang menunggu perpanjangan kontrak lagi. Jika masih dapat di daerah tersebut, Ifah masih ingin mengabdi untuk masyarakat di Mappak. Semoga
perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa, memanusiakan manusia, dan segala hal
yang dilakukan demi tercapainya Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
ini bisa tetap berlanjut oleh siapapun. Karena setiap masyarakat Indonesia itu
berhak untuk merdeka. Merdeka dari buta huruf, merdeka dari kemiskinan, merdeka
dari penindasan, dan lain-lain. Dan saya percaya, di dalam darah kita mengalir
darah pejuang, pejuang yang melawan penjajahan itu.
Well,
ini kisah tentang Ifah dengan segala seluk beluk pekerjaannya. Enak?
Tidaakkkk!! Mendengar kisah Ifah membuatku harus bercermin dan lebih banyak
bersyukur alih-alih mengeluh. Selama ini merasa bekerja di pedalaman Alor, ku
pikir diriku yang paling tersiksa dengan kondisi lokasi kerja seperti itu, tapi
ternyata masih ada yang lebih menyedihkan kondisinya. Tapi mereka masih bisa
bertahan, masih bisa bersyukur, dan tetap berjuang melakukan yang terbaik untuk
masyarakat di tempat tersebut. Pertemuan ini bagi saya merupakan sebuah
tamparan sih. Tamparan untuk tidak merasa paling tersiksa karena masih banyak
yang lebih tersiksa dalam melakukan tanggungjawabnya. Yaa, intinya lebih banyak
bersyukur sih biar lebih keren.
Mungkin
kita bisa menanamkan dalam diri untuk bisa lebih #kerenkarenabersyukur
Note:
Oyah, mungkin ada yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kondisi tempat Ifah mengabdi ataupun menyalurkan bantuan untuk anak sekolah di sana, dapat menghubungi Ifah di nomor 085146118747, atau IG: ifayusuf94
Atau komen di postingan ini juga boleh
Sumber Gambar : Ifa Yusuf
0 komentar:
Posting Komentar