Kelas Jauh Sesesalu |
29 Agustus 2017
Dimulailah kegiatan yang lumayan menguras tenaga. Hari ini kami akan mengunjungi sekolah dengan bangunan yang belum permanen di daerah Palesan bersama Kak Jemi. Kami sudah sepakat untuk berangkat jam 7 pagi dari Hotel Misiliana tempat rombongan nanti akan menginap. Well, saya agak telat sih tiba di hotel, soalnya jam segitu angkot jarang dan bertepatan dengan hari Pasar Bolu (Pasar terbesar di Toraja). Alhasil setengah 8 baru tiba di hotel, tapi untungnya Kak Jemi masih sarapan, jadilah eike menunggu sambil baca koran digital dulu, biar gak kudet sisss :D. Sebelum berangkat, Kak Jemi sempat mengkonfirmasi mengenai wilayah SD yang akan dituju, apakah sudah benar di Wilayah Tana Toraja karena malam sebelumnya beliau diberitahukan oleh orang pemerintah bahwa lokasi Sesesalu tersebut berada di Toraja Utara. Ya Tana Toraja dong, entahlah yah kalau ada daerah di Toraja Utara yang bernama Sesesalu, namun daerah yang kami datangi sehari sebelumnya ini, saya yakin 100% berada di Wilayah Tana Toraja. Amin. :D
Kami berangkat hampir jam 8 bersama kak Jemi & Kak Dedi, salah satu General Service (same with General Affair in other company) di Bank Mega Palopo merangkap driver selama kegiatan di Toraja dan nanti akan ketahuan merangkap sebagai motivator :D. Setelah menjemput Kak Nova & Citra, dan di Makale kak Jemi singgah beli simcard (ternyata kartunya gak bisa pake nelpon makanya minta tolong aku telpon orang Frisian Flag), kami pun berangkat menuju lokasi dengan sebuah lagu dan tidak lupa membeli cemilan cepuluh. Jalan menuju lokasi sekolah medannya belok-belok, sempit, tanjakan dan turunan curam sehingga agak ngeri jika orang yang belum tahu medan yang membawa kendaraan. Untungnya Kak Dedy adalah orang Toraja (tapi namanya tidak ada Toraja sama sekali, malah nama Jawa -_-) yang lumayan tahu medan di daerah pelosok Tana Toraja, jadi bisa lebih tenanglah.
Perjalanan ke lokasi sekolah ditempuh selama kurang lebih 2 jam, dengan obrolan ngalor ngidul seru bersama 2 orang gila di samping saya (baca Budos & Cittara, piss), trus ngobrol sama kak Dedy yang ternyata alumni anak Rantelemo dan 1 almamater di SMP (kami baru lahir dia udah SMP, bagusnya di panggil Om kali yah, oke kita panggil OM), trus ngobrol banyak hal sama Kak Jemi sekalian menjelaskan tentang Toraja, yahh walaupun kadang di cuekin kalo di ajak ngomong dan dia sibuk sama dunia HP-nya, saat itulah keluar komentar dari Kak Nova, "kadong...kadong..", hehe. Orang penting banyak urusan gitu kali yah? Ngurusin segala hal lewat HP dan mengabaikan sekitar, itu kalo ada gempa bumi 10 SR mungkin gak akan digubris juga kali yah, yg ada gempa buminya yang sakit hati karena dicuekin, hehe. But overall seru banget.
Tiba di lokasi tujuan, lebih tepatnya pertigaan menuju sekolah karena sekolahnya bukan di pinggir jalan, kami mulai galau dengan akses menuju ke sana. Saat survey kami menggunakan motor dan motornya kami parkir di atas jalan sementara kami berjalan kaki ke sekolah melalui jalan setapak, dan sebelumnya tidak mengecek kondisi jalanan mobil yang menuju ke sekolah. Bingung antara akan menggunakan mobil ke sekolah atau berjalan kaki melalui jalur yang kami lalui saat survey. Kami pun bertanya kepada seorang ibu yang akan pergi acara nikahan yang kebetulan lewat di tempat tersebut. Berdasarkan informasi si ibu, mobil yang kami gunakan bisa bisa tembus ke lokasi sekolah, "melo lalan rokko, di cor sia mo (bagus koq jalan ke bawah, sudah di cor)". Okay, fine. Akhirnya mobil di turunkan ke jalanan curam yang katanya sudah di cor tersebut. Kami bertemu dengan rombongan ibu-ibu berpakaian adat yang akan menuju acara nikahan, ternyata kita sejalur. Mengetahui tujuan kami, salah seorang ibu berteriak, "o iyo, ya mo tu lalanna, tarru'-tarru' bang mokomi (sudah betul itu jalannya, terus-terus saja nanti)." Maka semakin yakinlah kami.
Ternyata ada pertigaan jalan, yang satu terus dengan medan turunan curam, yang satu ke arah kanan namun tidak dapat dilalui mobil. Kak Dedy membawa mobil terus ke bawah, ternyata jalannya curam sekali. Saat itu saya berpikir, sepertinya kelewatan deh, sekolah itu gak jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki, ini kenapa udah ke bawah banget jalanannya. Tapi karena kemarin kami emang tidak mengecek jalanan mobil jadi yasudah, diam 1000 bahasa. Di bawah sekolah tersebut terdapat sebuah Patane (kuburan khas Suku Toraja yang dari luar terlihat seperti rumah), dan sepertinya saya melihat patane tersebut dari bawah. Mobil terus melaju ke bawah, jalanan semakin curam dan melewati kerikil-kerikil yang di tumpuk di sisi jalan, sepertinya persiapan untuk perbaikan jalan, hingga akhirnya kami tiba di sebuah gereja (Sudah di cor yah buk? Terus-terus saja yah buk? -_-). Beneran kelewatan. Kami bertanya kepada orang di gereja, ternyata mereka juga adalah pendatang. Sempurna. Tapi saya yakin sekolah itu sudah kelewatan, jadi mobil putar balik ke atas. Ternyata ada bapak Ketua RT yang sempat kami temui di rumah Kepala Lembang saat itu yang mengatakan bahwa sekolah sudah kelewatan, harusnya tadi emang belok kanan. Tuhhh kan. So guys, saat ceklok pastikan untuk mengecek semua akses menuju tempat tujuan yah, jangan seperti kami yang setengah-setengah, hehe.
Perjuangan mobil tua ini melewati jalanan tanjakan terjal kembali ke jalan awal luar biasa berat. Mobilnya naik tanjakan itu sambil mengejan, tahu kan? Kek ibu-ibu yang lagi melahirkan itu lohhhh, astagaaa. Percobaan pertama mobil nyaris berhasil tiba di bagian tanah yang lumayan rata, tapi karena terlalu banyak batu kerikil mobilnya gak mampu, jadi mobil mundur lagi. Percobaan kedua, mobilnya berusaha menghindari tumpukan kerikil di sebelah kanan supaya bisa lolos naik di tanjakan tapi di sebelah kiri itu jurang coyyyyy. Gileeeeee. Tiga perempuan di atas mobil ini nyaris copot jantung. Tahan napas sambil (kalo saya sih) berdoa, hehe, ingat Tuhan di saat-saat genting, ckck. Entah kami semua sudah berpegangan di mana saat itu, saya udah pegang sandaran jok depan, Kak Dedy udah pegang stir mobil sama persneling (yaheyalah, driver), dan kak Jemi udah pegang HP. What?? Ternyata dia lagi sibuk merekam detik-detik perjuangan mobil ini, ebuseett sempat amat yah. Tapi untungnya, dengan penuh ngos-ngosan (penumpangnya), mobil ini bisa melewati tanjakan pertama. Pertama??? Yuhuu, masih ada 2 tanjakan lagi untuk bisa sampai di pertigaan menuju sekolah. Duaaaaa (nyanyi Sarimi isi 2). Perjuangan di kedua tanjakan selanjutnya juga sama aja dengan sebelumnya. Maju mundur horor, plus ngejan, plus bau kampas. Pfftthhh. Perjalanan ini, seperti jadi saksi, butiran debu bermandi debu :D. Akhirnya bisa tiba di pertigaan setelah terjadi drama Kak Jemi nyeker pasang batu untuk ganjal ban mobil. Yeayy.
Sekolah!! Sekolahnya masih seperti ketika kami datang survey. Masih terdiri dari 2 bangunan permanen dan 1 bangunan darurat. Bedanya, saat itu siswanya lagi belajar di kelas, tapi gurunya hanya satu yang sedang mengajar di kelas 1, dua kelas lainnya tidak ada guru yang mengajar, mereka mengerjakan tugas dari LKS masing-masing, di kelas 3 katanya anak ibu gurunya sakit jadi gak bisa hadir mengajar. What the......!
Kami langsung berpencar mengecek kondisi sekolah sambil foto sana-sini, di dalam dan di luar kelas, tidak lupa memanfaatkan drone untuk mengambil gambar dari udara, dan pastinya tidak lupa IG Story, *ehhh. Kami mengajak mereka untuk berfoto bersama di depan sekolah. Yang awalnya mereka malu-malu, akhirnya lari-lari gak tahu malu trus berkumpul di depan sekolah, hehe.
"Siapa mau main pesawat-pesawatan?", tanya Kak Jemi. Semua anak-anak di ajak berkumpul dan mulai memasang pretelan Drone tersebut. Satu hal yang menarik, yaitu melihat wajah penasaran adik-adik di sekolah ini. Mereka berkeliling mengerumuni Kak Jemi sampai selesai memasang Drone lalu siap di terbangkan. Saat Drone terbang, mereka terlihat bahagia berlari sambil berteriak menjauhi Drone yang kadang mendekat. Ahh, anak-anak itu. Lucu banget sih.
Kadang saya rindu menjadi anak-anak yang bisa berteriak lepas untuk hal yang baru tanpa peduli kakinya menggunakan alas atau tidak.
Laughing. Happy. |
Matahari semakin terik sehingga pengambilan gambar adik-adik harus di akhiri, mereka kembali ke kelas masing-masing. Tapi masih ada satu dua yang keluar kelas, saling dorong dorongan, manjat kelas darurat, atau bahkan menunjukkan kemampuan salto mereka, yaaa cari perhatian ala anak-anak. Sementara itu kami ngobrol dengan ibu guru kelas satu yang ternyata baru saja mendapat gelar sarjananya menunggu waktu wisuda, ada juga beberapa orang tua murid yang menunggu anak mereka selesai belajar untuk menuju ke acara nikahan yang tidak jauh dari sekolah, sudah bawa baju ganti dong. Sekolah ini masuk dalam Wilayah Kampung Sesesalu, terdiri atas 3 kelas yaitu kelas 1 sampai kelas 3, sedangkan siswa kelas 4 - 6 yang tinggal di dalam kampung tersebut harus melanjutkan sekolah di Sekolah Induk di SD Pangdo, sekitar 4 KM dari daerah tersebut, pulang pergi totalnya 8 - 10 KM. Gimana kalo jalan kaki yah? Kami aja naik motor ke SD Induk sekitar 15 menit.
Puas mengambil gambar dan ngobrol, kami mengakhiri kunjungan kami. Adik-adik juga sudah selesai belajar dan akan kembali ke rumah masing-masing. It's time to go back, see you adik-adik. Selanjutnya kami akan ke sekolah yang akan dikunjungi oleh Ibu Anita keesokan harinya, di Malimbong, untuk pengecekan langsung oleh Kak Jemi. Jalan saat datang tadi kembali kami lalui dan tiba di Malimbong sekitar pukul 11.30.
Tanpa membuang waktu, pengecekan langsung di lakukan, mulai dari lokasi penyambutan, kebersihan sekolah, kelas tempat penyuluhan yang isinya masih kebanyakan meja jadi harus di keluarin, pemasangan foto presiden alih-alih foto bupati, hal-hal yang tidak boleh ada ketika Ibu muncul, dan melihat persiapan penampilan dari adik-adik yang durasinya lama banget tapi berhasil di cut di beberapa bagian sehingga pelaksanaannya tidak terlalu lama. Setelah memastikan semua hal yang harus saya re-check besok pagi, karena Kak Jemi akan datang bersama rombongan pada siang hari sementara para volunteer akan mengambil alih kegiatan pagi harinya, berkoordinasi dengan pihak sekolah, main drone (lagi) sebentar lalu kembali ke Makale berhubung perut sudah meronta-ronta minta makan, apalagi rombongan Ibu Anita sebentar lagi memasuki Toraja, yang artinya kak Jemi akan mengikuti protokol kegiatan rombongan.
Setengah jam perjalanan menuju Mitra Fatma di Makale rasanya lamaaa sekali karena perut sudah mulai keroncongan, cemilan untuk mengganjal pun tidak mempan. Ketika tiba di warung makan, tanpa babibu, langsung pesan makan, makanan datang, makan dengan kusyuk, kenyaangggg. Pfftthhh, thank God! Actually, sementara makan juga masih nelpon mengurus kepastian donasi susu dari Frisian Flag, jadi sebenarnya masih harap-harap cemas tentang donasi susu.
Setelah selesai makan, kami langsung menuju Rujab Wakil Bupati, untuk mengantar Kak Jemi doang yahh, hehe, apalah kami ini butiran debu mau di bawa-bawa ke tempat penting *melipir ke pojokan*. Sementara itu kami akan kembali untuk mengurus keperluan yang belum selesai seperti cetak banner, siapkan peralatan untuk di sekolah yang belum selesai seperti Form 'Cita-citakku', bagi baju untuk volunteer, kumpulkan nametang, dll, ternyata masih banyak yahh.
Sepanjang perjalanan pulang, Kak Dedy ngomong terusssss tentang pengalamannya bekerja di bawah naungan CT Corporate, tentang kerja tanpa menuntut nilai dulu tapi memberikan yang terbaik, tentang keberanian mengambil keputusan, pokoknya 'sahabat saya yang super banget deh', hehe. Tapi seru jadi saya pribadi merasa semakin termotivasi mengikuti kegiatan sosial seperti ini. Selain itu membahas tentang Faktor X yang akan terjadi dalam setiap kegiatan seperti ini.Hal tersebut pasti akan dialami, dan itulah yang akan mengajar kita untuk mengambil keputusan dalam keadaan terjepit, alias berimprovisasi, so be ready. Keknya balik ke Palopo nanti Kak Dedy langsung bikin acara talkshow yah :D.
Semakin mendekati Hari H, makin banyak hal yang bikin stress yah. Tiba-tiba baju harus di berikan ke saudara ibu yang ikut datang jadi otomatis ada 1 volunteer yang gak dapat baju, putar otak gimana caranya agar semua volunteer bisa pake baju seragam CT ARSA, akhirnya Kak Jemi mengikhlaskan bajunya untuk di gunakan. Berhubung gak enak juga mau ngasih teman-teman baju bekas pakai (yakan?) jadi yasudah, Curly aja yang pake bajunya, baju yang seharian udah di pake ceklok tapi katanya udah di laundry manual by himself :D.
Itu baru masalah baju yah. Saat tiba di rumah, berharap bisa fokus untuk menyelesaikan kegiatan besok, ehh ternyata donasi susu belum dibicarakan dengan manager Area Frisian Flag, jadi ngurusin susu sampai fix tempat ambilnya kapan dan di mana. Malamnya masih harus ngurusin kendaraan untuk besok berhubung mobil yang disediakan cuma 1 yang artinya gak cukup karena bareng barang-barang donasi. Memastikan rundown kegiatan plus PJ-nya, bahkan kami masih sempat sharing lagu gerakan dan tepuk semangat. Setelah komunikasi dengan Kak Dedy, maka sepakatlah kami bersiap-siap jam 6 menunggu jemputan. Saya masih mempersiapkan segala hal seperti hal-hal yang harus saya sampaikan saat briefing, estimasi waktu tiap kegiatan, pokoknya rencana perfect dari jam 8 - 11 siang besok, bahkan detailnya saya tuliskan di note HP, barulah tidur sekitar jam 12. Sebagai pengalaman pertama jadi koordinator kegiatan kek gini tentunya saja masih belum bisa membayangkan apa-apa saja yang akan menjadi faktor X -nya jadi persiapan harus detail. Sleep tight!
30 Agustus 2017 (D-day)
Wake up on 4 AM. Wowww. Saking kepikirannya mungkin yah, jadi tidur juga gak tenang. Rencana bangun jam stengah 6 malah lebih cepat dari rencana, ini kalo masih anak sekolah bisa-bisa jadi anak kesayangan mamak banget nih bangun jam segini. Mamak sudah bangun pagi juga masak untuk sarapan, sooo sweet. Pas kutanya kenapa bangun pagi, beliau jawabnya,
"Kan kau mau berangkat pagi."
Gak nyangka!! Soalnya biasa kalo bangun pagi, komennya gak enak gitu. "Tumben pagi-pagi sudah mandi, mau kemana?" Gitu. Kali ini ternyata semesta mendukung yah, haha.
Rencana awal berangkat jam 6 belum berubah jadi siap-siap sebelum jam tersebut, apalagi Om Dedy sudah pulang ambil susu donasi sebelum jam 6. Tapi Faktor X selanjutnya yang tidak disangka-sangka sehingga bikin menunggu lama dan telat ke lokasi adalah, tadaaaaa... Donasi sikat gigi & pasta gigi sejumlah 176 pcs tidak ada di mobil, entahlah ketinggalan di mana, jadi harus di cari lagi. Ternyata Faktor X pada hari H yang selama perjalanan pulang kemarin sempat di bahas itu kejadian beneran di awal kegiatan, Sikat gigi & Pasta Gigi soalnya ibu akan penyuluhan Gigi dan Mulut nanti. Faktor X-nya justru salah satu hal utama dalam kegiatan ini. Nyaris!! Sementara kami menunggu ternyata Kak Dedy masih sibuk cari toko yang sudah buka jam segitu di Rantepao dengan jumlah sikat gigi & pasta gigi sebanyak 176 pcs dan merk yang sama. Udah telat banget kalo masih mau menunggu, jadi kami memutuskan untuk berangkat duluan saja menggunakan mobil sewa, nanti Kak Dedy nyusul, yang penting susu bisa tiba sebelum jam 10 karena pembagian susu rencananya jam 10. Untung tim yang 1 sudah tiba lebih dulu di lokasi jadi bisa sambil ngajarin Tepuk Semangat dan mengecek ulang beberapa temuan kemarin. First improvisation. Dalam keadaan seperti ini kadang langsung keluar komentar seperti, 'kenapa gak di cek dari kemarin sih', atau 'harusnya kemarin tuh gini', tapi yang ingin saya katakan:
"Berhenti menanyakan 'kenapa' mulailah berkata 'bagaimana kalau sekarang begini saja'."
Atasan saya dulu pernah mengatakan, "tidak masalah jika kamu melakukan kesalahan, tapi yang penting bagaimana kamu menyelesaikan masalah tersebut." Kalau sudah terjadi tidak mungkin kembali ke masa lalu kan? We have to move on, and we have to be creative. Right?
Waktu keberangkatan yang telat berdampak pada kegiatan yang otomatis tidak sesuai dengan rundown yang sudah di buat sesempurna mungkin di malam sebelumnya. Good bye perfect rundown. Banyak kegiatan yang harus di skip akibat beberapa drama gak perlu seperti para penari yang belum selesai makeup jadi gak ikut gladi, games bersama di lapangan, perkenalan semua volunteer, bahkan gladi pun harus pre-memory di beberapa item.
Pembagian Susu Donasi dari Frisian Flag |
Ibu Anita ikut menari bersama Pa'gellu' |
Penyuluhan Gigi & Mulut oleh Ibu Anita |
Tanya Jawab |
Tepuk Semangat bersama Adik-adik SD Kole, Ibu Anita, Kak Jemi, & Volunteer |
Setelah bubar, Ibu Anita langsung menyapa volunteer untuk mengucapkan terima kasih. Ibunya baik banget, langsung menyapa dan mendatangi kami, enggak terbalik yah? Setelah foto bareng Ibu Anita, kami berkumpul di ruang guru untuk dijamu makanan dari pihak sekolah (wahhhh butiran debu akhirnya mendapat jamuan, hehe).
Actually, Ibu pengen ngobtol bareng para volunteer, tapi di suruh wawancara dulu sama media tentang CT ARSA Toraja. OMG, gak siap! Pengalaman pertama kali diwawancarai di depan kamera otomatis membuat saya grogi dong yah. Sempat gak tahu mau ngomong apa, takut ngelantur, takut kesurupan, takut ngomong yang engga-enggak, takut curhat, *ehh. Selesai wawancara, foto bareng lagi, lalu mengikuti rombongan dengan segala kegiatannya.
Perempuan Setrong as Komunitas ARSA's Volunteer |
Mengikuti kegiatan orang penting itu rempong yah? Ngikutin doang, gak ngapa-ngapain, apalagi kalo sudah di kelilingi sama orang penting lainnya (atau orang yang BERKEPENTINGAN lain?). Makan siang bareng, maksudnya di tempat yang sama tapi gak duduk bareng, kita mah apa atuh 'butiran debu', ke acara lain bareng, tapi nunggu di luar sementara yang berkepentingan duduk di sofa. Kadang mikir, kenapa harus diikutin coba? Tapi mungkin gitu kali yah konsepnya cari muka, mungkin karena kebanyakan buang muka, hehe. Ngikutin rombongan aja walaupun gak diperhatikan.
Hal berbeda dengan Ibu Anita. Kami sebagai volunteer merasa diperhatikan. Disaat beliau harusnya berbicara dengan ibuk-ibuk pejabat penting lainnya setelah kegiatan di sekolah, beliau malah menyapa kami dan mengajak foto bareng. Beliau mengajak untuk ngobrol bareng, walaupun ujung-ujungnya gak sempat karena dihadapkan pada jadwal padat mengunjungi rumah orang besar, hehehe. Tapi kesempatan ngobrol itu ternyata masih ada.
Di Pango-Pango kami memiliki kesempatan yang bagus untuk ngobrol santai bersama Ibu Anita tanpa 'diganggu' oleh protokoler yang ada, di sini kami diminta memanggil beliau dengan sebutan 'Bunda'. Diawali dengan minta selfi bareng yang dipenuhi dengan senang hati oleh Bunda, kemudian duduk di sebuah Gazebo membahas keikutsertaan kami di kegiatannya kali ini. Banyak yang kami bicarakan, di antaranya rasa penasaran Bunda tentang 'penemuan' lokasi sekolah di Palesan, Komunitas Galampang Pustaka Toraja yang masih kekurangan buku, perkembangan pendidikan di Toraja, permintaan Bunda untuk mengikuti perkembangan sosial di Tana Toraja, bahkan tepat pada hari itu, 30 Agustus 2017, terbentuknya Komunitas ARSA Toraja dengan satu pesan, "Ingat yah, Anak ARSA itu harus jadi contoh yang baik. Jangan sampai ada komen negatif tentang ARSA karena anggotanya memberikan kesan buruk", tanggung jawab moral gengs.
Melalui pembicaraan yang singkat ini, saya melihat kesederhanaan di balik kulit terawat beliau, yang kalau dibandingkan dengan saya seperti awan putih dengan pantat wajan gosong, hehe. Ada kesederhanaan dan rendah hati di balik tindakan sederhana yang dilakukannya, seperti bersedia selfi, memeluk kami, mencubit pipi kami dengan lembut, tidak masalah duduk di kursi yang bisa mengotori pakaiannya, lebih memilih ngobrol bersama kami membahas kegiatan sosial.
Sederhana tapi bermakna
Saya langsung merasa tertampar menerima kenyataan bahwa salah satu perempuan yang masuk dalam deretan 10 orang terkaya di Indonesia ini memiliki sifat yang low profile, sementara saya? Kadang masih selektif dalam berbuat baik bahkan masih judge a book by its cover. Menginspirasi sekali.
Pembicaraan kami tidak berlangsung lama karena ibu sudah di panggil oleh para orang-orang 'tinggi' tersebut, yahhh apalah kami ini hanya butiran debu, tapi butiran debu ini sudah mendapatkan suntikan motivasi dan bisa saja butiran debu ini akan menyerang lawannya straight to the point. Menyerang tepat pada titik vital, saking kecilnya dan tidak dianggapnya namun pergerakannya jadi lebih luwes dan sulit di kendalikan, bahkan tepat sasaran. Seperti kalo mata kemasukan debu kan? *tsahhhh apacihh.
Satu hal yang sangat saya syukuri bisa menjadi Volunteer di kegiatan CT ARSA di Toraja adalah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Pango-Pango, yeayyyy. Sepanjang perjalanan ke Pango-Pango, tidak pernah berhenti ngobrol tentang apapun itu yang tentu saja dimotori oleh Om Dedy 'Sahabat Saya yang Super'. Beberapa teman volunteer sudah tidak melanjutkan ke Pango-Pango karena masih ada kegiatan yang harus diselesaikan. Saya? Ikut dong, kapan lagi bisa ke Pango-Pango. Seumur hidup belum pernah mengunjungi tempat wisata ini, sampai akhirnya bisa diwujudkan oleh CT ARSA. Makanya setelah diajak ikutin Ibu ke Pango-Pango, kesempatan emas itu tidak saya buang, ikutaaan donggggg. Kalau bukan sekarang, kapan lagi *andalan*. Terima Kasih CT ARSA.
Mumpung di Pango-Pango, kesempatan emas ini dimanfaatkan banget. Setelah ngobrol bareng ibu, kami di ajak untuk minum ngopi. Well, sebagai pasukan butiran debu kami di luar ruangan aja yah menikmati indahnya pemandangan Pango-Pango sementara ibu-ibu pejabat di dalam sana membahas entah apa itu. Di luar kan bisa nyanyi-nyanyi, foto-foto, narsis-narsis, dan ketawa-ketawa bahagia-selalu-selamanya *ehh. Sebagai perempuan narsis di tambah ada yang mau motret, jadi kami memanfaatkan moment ini untuk cekrek sana sini, ketawa sana sini, enjoying life sana sini sebelum meninggalkan Pango-Pango. Kesempatan hunting foto juga terbuka lebar, yahhh walaupun masih belajar foto tapi lumayan lahh (fotonya bisa dilihat di sini kalo sudi mampir).
Kebahagiaan happy-happy sedikit tercoreng dengan kenyataan bahwa kami masih harus kembali ke Malimbong mengambil buku yang harusnya akan diserahkan ke Bupati tapi ternyata ketinggalan bo'. SEMANGAT!!!!! Sebenarnya 'semangat'nya lebih untuk Om Dedy sih, yang harus nyetir dari subuh, sudah standby ambil susu, cari sikat gigi, antar donasi dari Rantepao ke Malimbong, nyupirin volunteer ikutin kegiatan dari Malimbong sampai Pango-Pango, dan harus kembali lagi nyupir dari Pango-Pango ke Malimbong selama 1 jam demi mengambil buku yang ketinggalan, dan malamnya masih harus menjemput kami satu-satu untuk makan malam di Rujab Bupati. Demi tugas negara, semangat!! SEMANGAT (prokprokprok)..SEMANGAT (prokprokprok).. SE-MA-NGAT!! Eeeee SEMANGAT e-eee SEMANGAT..Eeeee SEMANGAT e-eee SEMANGAT.. SEEEEMANGAT!!!! Ini udah kerasukan setan semangat di sepanjang perjalanan karena udah letih banget (ada yang mau jadi penawar letih? *ehh).
Semangat kakaaa!!!!! |
Jadwal terakhir adalah makan malam di Rumah Jabatan Bupati. Karena kurang tidur, tiba di rumah udah gelap, jadi mandi sudah bukan pilihan (gilee aja kurang tidur mau mandi). Yang penting harum laah yahh. Yakan..Yakan?? Hehehehehe.. Dan kembali lagi, untuk pertama kalinya dalam hidup boleh masuk di Rujab Bupati, yang katanya mau diperkenalkan sama bupati tapi ternyata gak jadi, yahh wajarlah yah butiran debu, hehehe, It's okay. Yang penting bisa pamit sama Bunda. Yang penting mah Bundanya.
Kejutan terakhir adalah, malam itu saya boleh berfoto bersama Om Arbain Rambey, salah satu fotografer senior Kompas yang karyanya kece banget. Kalo selama ini hanya mengikuti karya dan ilmunya lewat Twitter, bahkan pernah ku mention tapi gak di balas, hehe, akhirnya bisa bertemu dan melihat wajah langsungnya. Sebenarnya sudah dengar namanya diperkenalkan di SD tadi siang, gak berani minta foto, hehe. Nanti ada yang duluan minta, baru deh berani minta fotonnya. Daebak!!!
Dan selesailah rangkaian kegiatan tersebut. Pulang kerumah untuk beristirahat dan tanggung jawab baru untuk mengurus Komunitas ARSA Toraja kedepannya. Seminggu yang begitu luar biasa dengan kejutan-kejutannya. Persiapan seminggu dan kegiatan 2 hari yang memberikan begitu banyak hal tidak di sangka dalam hidupku. Tidak disangka boleh bertemu dengan orang-orang 'besar' super rendah hati seperti Bunda Anita, Kak Jemi, Kak Dedy, dan Om Arbain Rambey. Tidak disangka boleh dipercayakan mengurus kegiatan hari ini sampai ngurusin donasi-donasi. Tidak disangka dapat diwawancara media TV nasional. Tidak disangka bisa mendapatkan pelajaran langsung membentuk Komunitas dari Kak Jemi yang mengatakan bahwa,
"Dalam komunitas itu wajar jika yang awalnya banyak tapi berakhir tinggal 3-4 orang saja. Disitulah akan kelihatan siapa yang memiliki visi & misi yang sama. Bosan itu wajar. Di situlah kita akan belajar untuk berinovasi untuk membuat kegiatan tidak membosankan."
Luar biasa! Menyenangkan! Setiap usaha, setiap pengorbanan, setiap rasa sakit hati rasanya terbayar dengan pertemuan yang memberikan motivaasi luar biasa. Aku terharu!! Kanebo pliss.
Mungkin pengalaman ini terjadi hanya sekali seumur hidup bagi saya dan teman-teman, oleh karena itu saya ingin teman-teman di daerah ini juga merasakan energinya. Kerinduan untuk mempertemukan teman-teman saya ini dengan orang-orang hebat yang memberikan inspirasi dalam mengambil setiap keputusan-keputusan dalam hidup, dan saat inilah waktunya. Saya memiliki harapan, setelah bertemu nanti dengan orang-orang 'besar', mereka akan termotivasi menjadi 'orang besar' yang tetap rendah hati, mereka akan semakin termotivasi untuk berani mengambil keputusan sendiri, berani mengambil resiko dalam hidup, merasakan bagaimana asyiknya menjadi volunteer atas passion kita, dan banyak lagi hal-hal luar biasa yang akan didapatkan (walaupun itu bukan dalam bentuk materi). Saya belajar untuk mengambil tanggung jawab dan melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan. Salah satu prinsip saya adalah, "Dalam mengemban suatu tanggungjawab yang sudah dipercayakan, saya akan melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan, namun tetap menyerahkan keputusan tertinggi di tangan Tuhan. I will do my best and God will do the rest. Jika terlaksana, akan ada kepuasan, jika tidak sesuai harapan, tidak ada kecewa yang muncul.
Berserah tapi tidak Menyerah!Tantangan sudah di terima. Pengalaman baru lagi. Teman-teman baru lagi.
Terima kasih.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya :D
Please leave your comment below about my blog, thanks for reading.
Is the new poker room the best poker room in New Jersey?
BalasHapusNew Jersey has the 시흥 출장샵 lowest 동두천 출장안마 rate of poker rooms in North America. poker room reviews on the 여수 출장안마 new poker rooms 먹튀 in the state of 경산 출장마사지 New Jersey.