Pengen nulis ini walaupun
aku baru pertama kali menjadi guru sekolah minggu *ehh KAKAK sekolah minggu
maksudnya.
Today is Monday, while kemarin adalah Minggu. Yaheyalahhhh,
lagian sejak kapan sih abis Minggu itu langsung Jumat? (Masih hari Senin udah
galak aja deh). Jadi kemarin adalah pengalaman pertama ku mengajar adik-adik Sekolah
Minggu Kelompok Kelas Besar di gereja tempat ku beribadah, Jemaat Rantelemo.
Saking excited-nya makanya pas ditawarin hari Sabtu
malam langsung ku terima aja, maklum udah pengen banget main sama adek-adek,
*ehh. Jadi sepanjang malam Minggu ku itu ku habiskan dengan mempersiapkan
lagu-lagu dan berusaha menyesuaikan dengan tata ibadah yang sudah diberikan. Malam
minggu eike berkualitaskan yah? Berkualitas banget dong, apalagi sepanjang
malam itu aku mengganggu sekitar 5 orang untuk ditanyai soal liturgi ini, hahaha,
maklum anak baru. Senang banget sih gangguin orang, kek ada manis-manisnya gitu.
Puji Tuhan bisa tidur sebelum jam 11 malam (ciyee, yang gak begadang lagi, ini
semua gara-gara apa? TANGGUNG JAWAB, eeaaaa.).
Hari Minggu pagi juga
bangunnya cepat coyy, dan gak di bangunin. Sekali lagi yah, GAK
DIBANGUNIN sodara-sodara. Daebakkk. Biasanya kan kalo di rumah
dibangunin saking telatnya bangun. Sampe pagi itu bapak aku ngomong gini, “tumben
bangun pagi?”. Tuh kan, dia aja heran. Ini semua gara-gara TANGGUNG JAWAB. Aku juga
harus mandi pagi-pagi banget (yang biasanya malas mandi) dan yang bikin envy
adalah aku abis mandi, dingin-dingin dan dari kamar mandi masih menggigil daaann
harus melihat pemandangan yang bikin nyesek dimana dua sejoli ini masih
leyeh-leyeh di sofa, yang satu maen hape, yang satu nonton sambil sarungan. Nyesekk
tauu, bahu..mana bahu!! Gak ada bahu untuk bersandar juga?? Tambah nyesek!! Haha,
gak ding. Masa gara-gara gitu doang langsung cari bahu, drama banget sih. Kita kan
wanita strong *uhuk* *keselek sendok kopi*. Ini kenapa jadi kemana-mana sih
ceritanya. So, aku menguatkan hati untuk pakean dan siap-siap, karena ini semua
demi TANGGUNG JAWAB (teteup yah).
Time to show up. Setelah
muter-muter naik turun gedung SMK untuk cari kelas untuk ngajar, akhirnya kelasnya
ketemu juga. Praise the Lord *sujud syukur 7 kali*. Hehe. Soalnya muter-muter
gedungnya pake heels 9 cm coy, ya ini juga untuk mengangkat derajat eike, ehh
maksudnya untuk mendongkrak popularitas, ehhhh maksudnya untuk mendongkrak
tinggi badan yang minimal ini, so I keep
my standart high, haha. Ini baru time
to show up yah?
Umm, karena ini adalah
first time ngajarnya jadi aku masih sering-sering bertanya kepada Mace yang
lebih senior & I’m so thankfull for
the help jadi aku gak hahahehe gak jelas di depan adik-adik unyu-unyu ini
yang malas banget nyanyi. Apa yang aku dapatkan dari pengalaman ini? Aku
pengennya sih dapat aku *ehh. Aku dapat bahwa menghadapi anak-anak itu harus
banyak bersabar (karena ini ujian) dan harus kreatif, harus bisa mengambil
keputusan dalam hitungan deetik, pokoknya complicated bangeettt dah. Kenapa aku
bilangnya kek gitu? Karena kemarin itu banyak hal-hal luar biasa yang terjadi,
kejadian di luar nalar manusia *ahh ini mah lebay*. Maksudnya banyak hal-hal ‘krik-krik’
yang terjadi. Dan aku belajar bahwa menjadi kk Sekolah Minggu setidaknya harus siap:
1.
Sabar+semangat+pasang senyum. Kek kemarin, aku harus bersabar
dan harus tetap nyanyi while mereka
gak nyanyi. Meenn, mereka gak ada yang nyanyi jadi aku harus bersabar jadi
soloist di ruangan itu, mereka membiarkanku menyanyi dalam kesendirian *adegan
drama Indosial*. Sebelum masuk ruangan kan, mereka berbaris dulu di luar trus
jalan ke dalam kelas sambil nyanyi. Nah pas nyanyi sambil jalan ke kelas ini
yang mereka bungkam se-bungkam-bungkamnya. Padahal lagunya mereka tahu koq tapi
entah karena mereka malas atau karena terpana melihat ke-kece-an kakak gurunya
ini jadi mereka gak nyanyi (narsisnya teteup yah? Hehe). Ya otomatis aku
langsung yang bengong selama sekian detik sambil dengerin jangkrik bersahutan
di otak eike *krik krik*. Tapi untung aku masih disadarkan jadi terus berusaha
teriak sana-sini jungkir balik untuk membuat mereka bernyanyi, walaupun yah
hasilnya masih di luar ekspektasi, hahaha. Untung aja aku lagi excited banget ketemu si adek-adek ini,
kalo engga, udah lari aku ke hutan dan belok ke pantai..perih..perih.. Jadi
pliss bang, aku jangan cuekin yahhh *ehh ini apaan sih*.
2.
Aktif. Aku ngelihat mereka gak senyum, buat mereka senyum. Aku melihat
mereka gak nyanyi, buat mereka nyanyi. With
my own way, of course. Saat mereka menyanyikan lagu semangat tapi ekspresi
wajah kek remaja orang abis di putusin pacar, yaudah aku lihatin mata mereka sambil
bergaya “ibu jari & telunjuk membentuk tanda centang di bawa dagu while senyum lebar”. Iyup, betul sekali!
Kek cowok-cowok songong yang tebar pesona gitulohh gayanya. Biar mereka
terpancing untuk semangat nyanyi, jangan kek kucing abis kecebur got gitu
gayanya, hehe. Melihat mereka gak nyanyi dan malas-malasan, aku langsung action
mendekatkan telinga ke wajah mereka biar bisa dengar suara mereka apakah mereka
beneran nyanyi atau tidak. Yaa, walaupun masih belum konsisten sih merekanya,
tapi at least ada usaha untuk membuat
mereka mu memulai dulu. So, aku kapan memulai dulu bang?
3.
Banyak akal. Aku harus siap-siap mengalami situasi di luar
ekspektasi. Seperti kemarin, aku dengan pedenya memilih sebuah lagu karena ku
pikir mereka pasti tahu lagu itu, tapi ternyata pas lagunya dinyanyiin, gak ada
satupun yang tahu. Aku ngajak nyanyi kan, “oke kita nyanyi, 1..2..3.. Ya Tuhan
trima kasih atas yang Engkau beri..” yang disambut dengan wajah bengong mereka
plus mulut setengah mangap. Kriikkkk.... Aku langsung mikir “oh, mereka gak tau lagunya
toh?” jadi daripada aku mati gaya di depan, inisiatif lah aku langsung ngajarin
lagunya. Jadi aku ucapin dulu kata-katanya, trus di diulangi oleh kami semua dengan
dinyanyikan, begitu seterusnya sampai lagunya diulang beberapa kali. Gilaa,
hampir mati gaya eike di depan cuyy. Hehehe.
4.
Kehabisan suara. Aku harus siap kehabisan suara. Seperti nasehat
dari pakar guru sekolah minggu kenalan eike sebelumnya, “ngajarin kelompok anak
besar itu harus sambil teriak-teriak, say
good bye to suara merdu deh.” Itu kejadian sodara-sodar. Suara teriak-teriak
cempreng itu rasanya wajib hukumnya, soalnya kalo ngomong harus diulang
berkali-kali karena kadang ketika kita bertanya, mereka malah gak menjawab,
jadi diam aja gitu. Kan sedih kalo di tanya trus dicuekin *uhukk. Jadi harus
siap dengan suara 9 oktaf yang menggetarkan tembok ruangan (kalo pas lagi gempa
maksudnya). Setelah ngajar, suara aku rasanya langsung berat. Untungnya sebelumnya
udah bawa amunisi berupa air mineral, preventif banget kan gue yah? Kesehatan
Masyarakat, *uhuk.
Itulah sedikit hal luar
biasa yang kualami bersama adik-adik ini. Setelahnya aku merasa lega banget, oh
gini toh rasanya menghadapi sekolah minggu dari awal sampai akhir, and believe it or not, I want more. Hehehe.
Sebelumnya aku
mendengarkan komentar negative mengenai ‘bagaimana mengajar di kelas anak besar’
yang katanya gak enak karena anak-anaknya begini dan begitu, tapi setelah
mengalami sendiri aku malah lebih pro kepada mereka. Adalah tugas kita untuk
mengarahkan mereka melakukan yang baik. So, daripada masih sibuk mengeluh sebaiknya lakukanlah sebuah aksi. Sebuah aksi
setidaknya menghasilkan sesuatu jawaban, entah itu berhasil atau tidak,
sementara mengeluh tidak akan menghasilkan apa-apa kan?
0 komentar:
Posting Komentar