When people go out from your life, it’s not the end of your
life, it’s the end of their story on your life. (Unknown)
Tulisan
ini diniatkan ketika salah seorang anak magang mengakhiri masa magangnya di
tempat ku bekerja, sebut saja namanya Hanum (nama Samaran). Tolong jangan
membayangkan aku bakalan buat nama samaran dengan sebutan Anggrek, Mawar,
Melati, ‘semuanya indah’ yah, kesannnya kek lagi mewawancarai PSK di acara
Investigasi aja, gak sekalian ngomong sambil tutup hidung trus di
buram-buramkan sedikit suasananya biar lebih dapat feelnya? Haha. Back to si
anak magang. Jadi si Hanum ini sudah mengakhiri masa magangnya di Adaro, - sebuah
perusahaan yang disupport makanan dan
housekeeping oleh perusahaan tempat
ku mengabdi untuk mendapatkan segenggam duit untuk bisa makan, nongkrong,
hedon, dll (rempong skali yah sepertinya penjelasan ijk? Yaa pokoknya anak maganglah, sudah, titik)- dan di akhir masa
magangnya itu dia udah mau kembali ke habitatnya di Jogja sana.
Hanum
ini satu dari sekian manusia yang kusebut sebagai ‘Anak Magang Geng Penghancur
Ketenangan Kantin’, hahaha. Teman-temannya yang lain udah selesai magang satu
persatu, meninggalkan dia satu-satunya menikmati kesendirian dan kebosanan di
Dahai. Hah!! Rasakan apa yang selama sekian purnama ini kurasakan anak muda,
hah! HAHAHAHA... (Tolong kalian membayangkan ketawanya Belatrix Lestrange ketika
selesai mengucapkan mantra Avada Kedavra untuk Sirius Black yah. Sumpah itu
sedih banget dan kriwil-kriwilnya tante Bellatrix terbang-terbang manjah gitu.
Ini kenapa ngomongin Harry Potter sih? LANJUT!!). Jadi gitu. Si Hanum akhirnya
mengakhiri masa kesendirian dan kebosanannya di Peradaban Dahai.
Kenapa
jadi pengen mengangkat tulisan ini? Sebenarnya bukan hal yang aneh ketika anak
magang datang ke mess ini. Hal itu udah biasa di sini, se-biasa kamu yang
selalu cuekin aku bang (ehhh, ini koq malah curhat sih). Anak magang yang
pernah datang di mess ini jumlahnya sudah tidak terhitung dengan jari tangan
(ciyeee, yang kalimatnya pake makna kiasan, berharap mamak ku yg guru Bahasa
Indonesia melihat perkembangan anaknya ini yang sudah bisa menerapkan secuil
ilmu mamaknya). Sejak mulai mengais sesendok demi sesendok berlian di tempat
ini, sekitar 22 bulan lalu (hampir 2 tahun), aku sudah menyaksikan kehadiran
anak magang yang datang dan pergi di tempat ini. Dari situ aku mulai senang
memperhatikan karakteristik mereka masing-masing. Mulai dari yang pendiam,
supel, sibuk sendiri, sok cool,
banyak omong, cuek, sampai yang ‘pakarusu’ kalo kata orang Makassar (bahasa
Indonesianya apa yah? Haduhh, gagal nih mamak mengajarkan bahasa Indonesia ke
anaknya).
Kehadiran
mereka bagi saya pribadi membawa ‘angin segar’ di tempat ini. Biasanya saat jam
makan, aku masuk kantin, gak ada orang yang asik di ajak ngobrol, dan aku makan
dengan rutinitas sehari-hari seperti makan sambil megang HP untuk buka Twitter
mencari informasi terbaru biar gak kudet plus menemani kesendirianku makan (koq
kek ngenes banget yah?). Namun dengan hadirnya si mahasiswa magang, biasanya
aku ada teman duduk untuk makan. Bukannya ga ada orang lain sih, ada aja, hanya
aku bosen lihat wajah-wajah mereka terus di sini. Pagi sampai malam ketemunya orang-orang
itu aja, untung kalo sempat ngobrol kalo makan. Atau, kalo ngobrol, paling
bahasnya masalah kerjaan, atau lagi konsultasi, atau kalo agak berat sedikit
bisa membahas politik yang lagi lucu-lucunya. Kan, seru aja kalo pas masuk
kantin trus ada wajah baru di peradaban yang disebut Peradaban Dahai ini
(peradaban yang ditemukan oleh seorang cewek karinyol kece yang sering
dipanggil Curly, hehehe.), trus bisik-bisik ke spv housekeeping, “ehh ada yang
balu nih”. Bentar! Koq kesannya kek pedofil banget yah? Bukan pedofilll!!!
No..no..no..
Banyak
hal yang aku dapatkan dari mengenal mereka walaupun dalam waktu yang cukup
singkat. Berkenalan dengan mereka dengan cara yang aneh-aneh juga membuat
kehidupan hitam, putih, abu-abu di peradaban ini bisa lebih berwarna. Ada yang
tiba-tiba datang menghampiri (ecieee) entah itu tiba-tiba datang nimbrung pas
lagi main basket di lapangan tennis (yang dari ketemu sampai dia enyah dari
Dahai aku gak pernah tahu namanya) atau yang tiba-tiba datang ketok pintu
kamarku dan pas aku buka pintu dengan tampang shock karena takut mengalami
penculikan anak, dia langsung ngomong. “Mba, aku mau ke gereja, katanya disuruh
tanyain Mba Eka.” Fiuuuhh,, untung gak jadi diculik (tapi dipikirnya aku
penjaga gereja kali yah?). Ada juga yang tiba-tiba aku hampiri (semoga dia gak
berpikir akan diculik sih), kalo ini karena beberapa alasan yang kuat, kalo gak
kuat mana mau aku kenalan, gengsi layauuu, hehe bercanda.
Salah
satu alasan kenapa aku yang duluan memperkenalkan diri adalah karena setelah ku
observasi dengan cara memperhatikan, si anak magang itu tidak punya teman makan
dan setiap masuk kantin pasti sendiri, duduk sendiri, makan sendiri, minum
sendiri, ngomong sendiri *ehh gila dong, gak ding. Jadi aku merasa memiliki
nasib yang sama dengan dia dan sebagai orang yang bernasib sama sudah
sepantasnya aku mengajaknya untuk keluar dari nasib yang tidak menyenangkan
itu. Hehe. Seperti mahasiswa ITB, cewek, yang saat itu lagi makan sendiri di
hari kedua lebaran. Bayangkan meenn, hari kedua lebaran itu kantin masih sepi
banget, paling 1 atau 2 orang yang makan, suasana mess juga masih sangat sepi
(mengalahkan kesepian hati adek di malam minggu, eeaaa). Kasihan bangeettt, di
saat yang lainnya pada pulang lebaran ternyata dia harus menyelesaikan tanggung
jawabnya untuk magang dan menikmati kesendirian di mess, kebetulan saat itu dia
sendiri di kamar. Sebagai seorang wanita yang memiliki hati yang mudah
tersentuh (gas beracun) ya aku merasa si anak magang butuh teman lah ya. Lalu
datanglah ibu peri ini, hehehe. Jadi sejak saat itu kami mulai sering ngobrol
saat makan (walaupun kebanyakan ga ngobrol sih karena si anak agak pendiam),
kadang kupinjamkan buku bacaan ku biar dia gak kesepian amat, takutnya kalo
kesepian dia berpikir macam-macam lagi. Mungkin dia berpikir lagi ada di Eropa
kan, saat musim semi, trus keluar-keluar dari kamar langsung nyanyi ala
Syahrini, “banyak bunga-bunga, kiss kiss.”
Kan horror juga.
Alasan
lain aku berkenalan duluan adalah, karena aku membutuhkan mereka dengan kata
lain aku pengen memanfaatkan mereka. Hahahaha. Jahat banget sih. Maksudnya
memanfatkan informasi dari mereka. Seperti pada saat aku berkenalan dengan
seorang mahasiswa magang hanya karena dia berasal dari Aceh, trus langsung
menawarkan diri duduk makan bareng. Waktu itu aku lagi penasaran dengan yang
namanya Kopi Aceh ‘bersayur’. Jadi pembahasan awal ya tentang ‘kopi bersayur’
itu, yang ujung-ujungnya minta di kirimkan kopi dari Aceh tapi gagal diterima
karena aku keburu off. Emang bukan
rezeki ku sih, rezeki ku mungkin adalah bersamamu bang, *ehh.
Berasal
dari satu kampung yang sama juga adalah salah satu alasan kuat kenapa aku harus
menjatuhkan harga diriku untuk memulai berkenalan dengan mereka. Beberapa kali
saya mendapati mahasiswa atau siswa yang berasal dari Makassar. Dari segi
bahasa dan pembahasan kan pasti kita merasa ada ikatan yang lebih dekat kalau
dari 1 kampung kan, dan di situ aku merasa bahwa akhirnya aku bisa berbicara
bahasa ibu di tanah rantau (air mata mulai menggenang nih, aku butuh canebo bentar lagi nih). Feels like home.
Berkenalan
dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang ini membawa keuntungan tersendiri
bagiku, walaupun kerugiannya juga ada seperti aku jadi semakin banyak yang
kenal dan bisa saja mereka adalah paparazzi
yang menyamar menjadi mahasiswa untuk meliput kehidupan pribadiku (maaf, obsesi
artis. Hahaha.). Keuntungan tersebut diantaranya, kalo mahasiswanya beragama
Kristen dan mendapatkan ilham untuk bangun pagi dan pergi gereja pada Hari
Minggu, maka aku jadi ada teman untuk ke gereja. Jadi lebih rame ke gerejanya,
soalnya kadang aku sendiri kalo partner kerja lagi off. Biasanya kebanyakan temen yang Kristen itu dari Batak,
walaupun pernah sekali dapat orang Cina (dapat? Lu kate lagi mancing??), dan
kalo lagi beruntung punya duit lebihan, kadang kami pergi makan ke Lapo (rumah
makan khas Batak) untuk makan 'ngok-ngok’, hehehe.
Keuntungan
lainnya adalah aku jadi semakin dilatih untuk bersosialisasi membangun
komunikasi dengan orang yang baru kenal, supaya nanti aku bisa bersosialisasi
dengan baik dengan kamu yang akan menjadi pendamping hidupku kelak (Hehehe,
pliss jangan muntah yah). Aku belajar bagaimana berkenalan dengan orang lain,
bagaimana meninggalkan kesan baik bagi orang lain supaya orang gak melihat
keJUTEKan wajahku ini tapi melihat sisi ingin berteman dari hatiku yang paling
dalam sedalam sumur bor. Beberapa cara berkenalan yang kupraktekkan adalah
ngajakin olahraga, soalnya aku juga sering olahraga sendiri dan kadang aku
butuh teman lari, teruma berlari mengarungi kehidupan ini (pliisss stop it!). Atau kadang aku cuman ngasih
info olahraga sih, kalo tiap sore ada Warukin Super Series di depan mess
Warukin di mana para bapak-bapak kalo jam 5 udah stand by di lapangan badminton untuk untuk cari lawan tanding. Koq
kesannya aku seperti Information Centre
yang di mall-mall gitu yah? Mungkin kalo aku jalan, di jidatku yang selebar
lapangan terbang ini ada tulisan Information
Centre kali yah? Hehe. Kadang berhasil sih karena mereka ada yang emang
suka olahraga, bagi yang ga suka olahraga yaudah gak ikutan.
Satu
keuntungan terpenting yang kudapatkan adalah, setidaknya ada alasan bagiku
untuk tersenyum menyapa mereka yang sedang makan di kantin setelah seharian
kerjaan ku hanya marah-marah terus menegur karyawan yang selalu saja melakukan
hal-hal yang tidak sesuai aturan. Aku kan gak mau juga kerutan di dahiku muncul
lebih cepat karna gak pernah senyum.
Itulah
beberapa hal menarik yang pernah kualami dengan beberapa anak magang yang
pernah tinggal di mess ini. Sedikit mengisi kebosanan ijk juga sih di sini. Namun dari semua anak magang yang pernah
mengisi hari-hari ku di sini, gak ada yang meninggalkan kesan lebih setelah
mereka pulang. No farewell, walaupun
dulu pernah sih ada 2 anak magang yang ngajakin Farewell bareng karyawan satu Departmennya yang notabene mereka
yang traktir. Catat!! Mereka yang traktir sodara-sodara. SEKALI LAGI!!
M-E-R-E-K-A. Agak-agak gak terima aja saat itu. Koq yang bayar malah anak
sekolah yang belum punya penghasilan sih, harusnya kan yang bayar itutuh para
pegawai tempat mereka magang yang notabene orang kerja semua. Eyuhhhh,
apa-apaan (sewot sendiri, hihihi). Back
to kesan berlebih. So, gak ada kesan berlebih yang datang sampai pada awal
tahun ini, muncullah mereka yang kusebut “Geng Penghancur Ketenangan Kantin”.
Kenapa
aku bilang mereka sebagai ‘Geng Penghancur Ketenangan Kantin’? Karena semenjak
ada dirimu, dunia terasa indahnya...FOKUS!! (Sorry, sering gagal focus nih,
lagi malam minggu soalnya, hehehe). Karena semenjak ada mereka, kantin yang
biasanya sepi banget kek kuburan di malam Jumat jadi rame banget kek pasar
malam di malam Minggu. You know what does
it mean? KEHIDUPAN!!!!!!! YEAHHHH!! Yang selama ini kaku banget dan tidak
ada suara selain suara sendok garpu yang berdenting tertabrak piring, plus
suara TV, masih untung kalo ada yang lagi ngobrol sambil makan tapi itupun
pembahasannya masalah pertambangan dan teman-teman segengnya, egileeeeeee,
gimana gak horror banget tuh suasananya? Terus si Anak Geng datang membawa
pasar malam itu ke kuburan ini, ehhh.
Awalnya
si ‘Anak Magang Geng Penghancur Ketenangan Kantin’ ini ada 4 orang, cewek,
dengan ke-ribut-an dan ke-cuek-an khas anak kuliahan yang mereka miliki, yang
kalo dilihat sama orang berumur pasti bakalan ditabok pake kapas yang isinya
batu bata karena bakalan dikatain ‘gak sopan’ udah bikin ribut di kantin yang
tenang plus adem ayem itu (Kebanyakan gaul sama orang tua nih makanya jadi
punya pikiran kek gitu. Apasih gini gitu?). Ya gimana enggak ribut, mereka ada
berempat. Ngomong berdua aja untuk level mahasiswa, cewek pula, udah minimal 80
desibel, apalagi 4 orang bo’, pasar ikan kalah deh. Hehehe. Di tegur juga
jawabnya, “bodo amat deh,”. Uisshhh, gue suka gaya lu men, belum pernah di
tabok sendal jepit dari logam mulia yah?
Beberapa
kali aku makan bareng dengan mereka. Makan plus membicarakan berbagai hal yang
bisa di bicarakan pada saat itu mulai dari hal yang gak penting sampai yang GAK
penting banget. Daannn, as always, selalu
rusuh, apalagi kalo di kantin Dahai yang mana kalo sendok ketemu piring aja
bisa kedengaran sampe parkiran saking tenangnya suasana kantin itu. Mereka
ngomong mungkin kedengaran sampai Bandara Banjarbaru kali yah (soalnya ada
orang Dahai yang telponan sama orang di bandara dan kebetulan mereka lagi TOA
maksimal jadi kedengaran deh sampai ke sana, hehe).
Tapi
ini yang aku suka dengan mereka. Hal ini membuat ku merasa kembali ke masa-masa
aku masih berstatus seperti mereka, dan entah mengapa hal itu membawa warna
tersendiri di tempat ini. Owww, cini cini peyuk duyu *plakkkk. Karakteristik khas mahasiswa yang melekat pada
mereka membuat akuhh jadi flashback
ke masa-masa kuliah dulu. Keliaran-keliaran masa-masa kuliah kek ngomong
keras-keras tanpa peduli tempat, kalo ditegur jawabannya ‘bodo amat’, yang
ketawanya menyaingi gempa akibat peledakan tambang (istilahnya blasting), ngobrol berlama-lama di
kantin dari mulai jam buka sampai kantin dibersihkan (untung gak sampai diusir)
tapi ya cuek aja. Dan itu adalah GUE BANGET pas kuliah, umm, sampai sekarang
juga sih kalo lagi off dan kumpul
bareng teman-teman, hehe. That’s why I
said jiwa mereka seperti ada dalam jiwa ku, jadi ketika mereka pergi
separuh jiwa ku juga pergi (pergi ke hati abang maksudnya, eeaaa). Mungkin hal
ini yang membuat ku merasa lebih dekat dengan mereka. Karena mereka melakukan
hal-hal antimainstream yang pernah kulakukan dulu, dan mereka sama-sama
perempuan yang pembahasannya agak-agak nyambung.
Mengakhiri
masa magang mereka di tempat ini pun tergolong antimainstream karena mereka
membuat yang namanya FAREWELL alias perpisahan. Jangan membayangkan perpisahan dengan
makan-makan atau pesta gitu yah. Enggak! Farewell pertama dicetuskan oleh ‘Anak
Magang Geng Penghancur Ketenangan Kantin’ gelombang 1 yaitu dengan foto-foto di
kantin setelah makan malam dan mereka mengajak semua yang ada di dalam kantin
itu untuk foto bareng. Yah, that’s it! Imagine
that. Ala-ala banget kan? Maklum, mahasiswa, modal duit masih kurang,
hahaha. Tapi walaupun hanya sesederhana itu, ada nilai yang dihasilkan dari hal
tersebut. Sejak itu, setiap farewell dengan anak magang dilakukan dengan
foto-foto atau saling mengunjungi kamar masing-masing. Kalo gak mereka ke kamar
aku untuk ‘minta ole-ole’, aku yang berkunjung ke kamar mereka untuk ngobrol bentar
trus say goodbye.
Satu
hal yang juga selalu kulihat dalam setiap perpisahan adalah, bagaimana yang
menyelesaikan tugasnya merasa bahagia akan kembali kepada keluarga atau
kehidupannya sebelumnya, dan bagaimana yang ditinggalkan akan merasa sedih
entah karena udah ga ada teman atau masih belum waktunya bertemu keluarga dan
teman. But we have to moving forwards
kan?
Seperti
itu kisah segelintir ‘Anak Magang Geng Penghancur Ketenangan Kantin’ yang
meninggalkan kesan bagi aku pribadi. Btw, siapakah mereka si pembuat rusuh
aintimainstream itu? Dengan gak hormat, ku sebutkan inisial mereka yaitu Mirah
& Riska Si Antek UH, Bella Si Antek Unpad, Restu Si Antek Luar Negeri China,
Marlina Si Antek Palangkaraya, Hanum Si Calon HSE ITS, Mba Yuni Calon Master Teknik
ITB, dan terakhir yang masih ada sampai saat ini Kori Si Antek . Itu dia DPO
nya, jangan lupa kalo dosennya baca tulisan ini mohon langsung di luluskan dan
diberikan nilai terbaik. AMIIIIINNNNNN.
 |
Gbr 1. Farewell Mirah & Riska: "Ayo semua kita foto bareng yuk!" |
 |
Gbr 2. Farewell Mirah & Riska: Mahasiswa in One Frame |
 |
Gbr 3. Farewell Restu & Marlina: Makes me forever young dengan selfi rusuh di kantin |
 |
Gbr 4. Farewell Bella: Ke Kamar Ambil Ole-ole Toraja Plus Pamitan
|
 |
Gbr 5. Hanum: Gak ada foto pas farewell saking serunya ngobrol di kamarnya |
 |
Gbr 6. Farewell Mba Yuni: at Adaro Office KM 73 Tutupan |
 |
Gbr 7. Pra Farewell Curly: After have a conversation with Kori |
Salah
satu hal menyenangkan dalam hidup adalah dapat bertemu atau berkenalan dengan orang-orang
baru dan kamu bisa membantunya dalam hal apapun semampumu. Hal yang paling
kusuka adalah saat bisa membantu mereka keluar dari kebosanan mereka di
Peradaban Dahai ini, entah itu ngajakin nongkrong kalo lagi ada rezeki,
meminjamkan buku bacaan, atau sekadar saling berkunjung ke kamar untuk ngobrol
ngalor ngidul. Hal seperti itu mungkin kelihatan simple, tapi akan meninggalkan
kesan. So let's try to be light to other
people.
Terima
kasih sudah menjadi salah satu bagian yang mengubah warna hitam-putih-abu dalam
kehidupan pekerjaanku selama ini dengan warna mejikuhibiniu kalian
masing-masing. Kalian luar biasa! Sukses Selalu.
Berkawanlah
sebanyak-banyaknya, tapi tidak sebebas-bebasnya.