Senin, 18 Desember 2017

PARTUS


03 November 2017
Siang itu, kami melakukan aktifitas seperti biasa di hari-hari pertama di Puskesmas ini yaitu tidak melakukan apa-apa (mungkin karena kami anak baru jadi masih belum tahu mau kerja apa kali yahh, hehe). Ibu Bidan Butet tetiba mengajak saya untuk menuju rumah salah seorang warga bumil yang nyaris partus yang dikunjungi oleh Butet tengah malam tadi ketika saya sedang tidur nyenyak banget. Tanpa pikir panjang saya mengiyakan ajakan tersebut, daripada magabut di Puskesmas kan? Dalam perjalanan ke rumah warga yang bersangkutan, saya bingung mau ngapain di nanti saat si Butet sibuk membantu persalinan, namun rasa penasaran saya untuk menyaksikan ibu melahirkan lebih besar dari rasa bingung saya. Untungnya Butet memberi secercah cahaya, eeeaaa, bahwa saya bisa bantu gendong bayinya nanti sembari si Butet menggunting ari-arinya, oklaaayyyy.
Jarak Puskesmas ke rumah calon ibu tidak begitu jauh, hanya sekitar 5 menit berjalan kaki, tapi pake tanjakan, dan akuhhh tak biasaaaaa (belum terbiasa lebih tepatnya). Jalan sambil menyanyikan lagu yang di ajarkan di Pusdikkes pun tidak mempan, “lika liku lika liku laki laki, hoss hoss hoss” Arrrggggg, aku harus melatih otot-otot ku agar lebih kuar, melatih hati juga sih. Ditengah jalan kami bertemu 3 orang anak sekolah berpakaian olahraga yang melihat kami dari kejauhan sambil memegang parang dan sapu lidi. Wowwww, ada apa ini?? Saat kami sapa, mereka hanya tersenyum malu, unch unch. Ternyata mereka dari sekolah abis membersihkan sekolah, trus karena sudah selesai jadi parangnya mau di simpan di rumah. Ulalaaaa. Kehidupan desa ini berbeda banget yah sama kampung saya.
Kembali ke laptop! Tiba di rumah pasien, kami memasuki sebuah rumah sederhana berdinding anyaman rotan, beralaskan tanah, dengan seorang ibu yang sedang menapis beras melemparkan senyum ke arah kami. Beberapa ibu mengantarkan kami memasuki kamar tempat calon ibu berbaring. “mari ibu bidan, silahkan masuk. Kita pu anak ada di dalam kamar.” Di dalam kamar ternyata sudah ada beberapa teman tenaga kesehatan dari Puskesmas yang menangani si ibu, walaupun tenaga bidan belum ada di dalam. Perasaan saya saat itu campur aduk, entah seperti apa. Untuk pertama kalinya saya akan menyaksikan proses persalinan dan entahlah mental saya akan kuat atau tidak.
Persalinan oleh Bidan di Rumah Warga

Ketegangan di dalam kamar bergitu terasa apalagi setiap kali si ibu ngeden. Ketegangan semakin meningkat ketika jabang bayi sudah akan keluar, dan ibu bidan Butet naik ke ranjang tanpa kasur (lebih tepatnya sih dipan) menghadapi ibu. OMG! Sedikit rasa haru muncul melihat perjuangan si ibu mengeluarkan bayi dalam perutnya dan ketika si ibu seperti minta maaf ke ibunya sesaat sebelum mengejan. Berbagai doa keluar dari mulut setiap orang yang berada dalam kamar tersebut. “Yesus Tolong!”, ucapku. Perjuangan beberapa menit berakhir dengan seorang bayi perempuan di gendong oleh si Butet. Bidan Butet menyedot lendirnya, dan setelah dibersihakn, tadaaaa, seorang anak perempuan dengan berat 3,1 kg lahir ke dunia dalam sebuah kesederhanaan. Senyum bahagia tidak pernah lepas dari wajah si ibu, apalagi ketika IMD dilakukan dan untuk pertama kalinya si anak bersentuhan langsung dengan kulit ibunya, what a sweet moment.
Pekerjaan bu bidan tidak berakhir di situ. Butet membersihkan vagina si ibu sementara saya memegang lampu untuk menyorot ibu. Wowwww, perjuangan luar biasa hari ini. Saya merasa sangat terhormat bisa membantu persalinan walaupun hanya memegang lampu penerang. Bukti pejuang di pelosok negeri ini. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa saya akan menghadapi hal seperti ini. Bertemu muka dengan penduduk pelosok dan menjadi bagian di dalamnya. Berbagi kasih dan berbagi kebahagiaan bersama orang-orang yang mungkin belum merasakan angin segar dari pusat negeri ini sejak bertahun-tahun. Terbukti bahwa akses menuju desa ini yang begitu memprihatinkan bagi saya pribadi dan belum ada pembangkit listrik membuat kami masih harus menikmati listrik selama 4 jam sehari.
Pengalaman baru di hari keenam keberadaan ku di desa ini. Pengalaman dan tantangan lain menunggu di depan, siap untuk kuceritakan.
Nusantara Sehat: Membangun Indonesia dari Pinggiran!


MAGABUT


1 November 2017
Hari pertama kami anak NS terhitung sebagai pegawai Puskesmas utamanya Curly yang ditempatkan di Puskesmas Padang Alang, Kec. Alor Selatan, Kab. Alor, Provinsi NTT. Salah satu tempat yang menurut saya eksotis banget dah. Kalo kata lagu, “semuanya ada di sini

Well, hari pertama di bulan ke 11 tahun ini. Kesan pertama? MAGABUT gileeeee!!!! Tahu kan ‘magabut’ itu apa? Makan Gaji Buta! Hahaha. Gak ada kerjaan banget bo’. Actually, hari ini adalah hari ketiga kami di puskesmas, dan kesannya tetap aja sama, MAGABUT.
FYI, kami masuk jam 8 pagi (kecuali kemarin masuknya jam 10 soalnya ada ibadah perayaan 500 tahun Reformasi Marthin Luther dan 70 tahun Gereja di NTT), lonceng 
Pulang berbunyi pukul 11.30. Kaget lah aku, lonceng apaan bunyi jam segitu, dan maskinmakin heranlah saya ketika mama kepala mengatakan bahwa lonceng pulang sudah berbunyi. WHAT!!! Warbiasaaakkkk. Rasanya aku Cuma datang numpang kentut di tempat ini. Kurang dari 8 jam (lebih tepatnya hanya 3,5 jam) beraktifitas di bangunan dengan ruangan terbatas ini (soalnya lagi ada perbaikan gedung).

Hari pertama, pasien yang berkunjung lumayanlah, aku dapat 2 pasien yang akan konsultasi gizi, jadi at least ada kerjaan sedikit. Hari kedua beneran gak ada pasien, tapi kami lagi sibuk mengerjakan laporan SPJ (disuruh bantu ibu KTU selesaikan laporan, hehehe), hari ini hari ketiga, pasien tetap gak ada, saya menyibukkan diri dengan mengelap food model yang tebalnya bisa bikin tangan jadi merinding dan dilanjutkan dengan membantu tenaga gizi di sini mengerjakan laporan bulanan. Tapi mengerjakan laporan itu gak lama-lama juga, bentar doang, tinggal salin ke blanko laporan ke Dinas.

Setelah semua selesai, jam belum menunjukkan pukul 10.30, jadi belum bisa pulang, dan gak tahu mau ngapain jadi aku mulai merasa kepanasn (‘Panasss!!!! Panass!!!!!!). Aku lelah dengan kekosongan ini, eeeaaa. Beneran gak ada kerjaan, pengen tidur gak etis, pengen ngobrol masih belum nyambung, pengen baca novel takut di pinjam (Ehhh), padahal sudah berusaha menyibukkan diri dengan selfie bareng temam AS

LAPAR...LAPAR...BETE...BETE...
Tapi kondisi ini betul-betul membuatku banyak belajar tentang kehidupan Puskesmas yang gak banget dah. Santai banget, apalagi untuk ukuran aku yang terakhir bekerja dengan tekanan kerja 12 kali setahun


Selamat Tanggal 1!!!!!!!


CHILL IT WITH COFFEE


Menjadi perempuan yang pengennya bergaul tapi sulit akrab menjadu salah satu tantangan untuk memiliki teman. Aku suka ngobrol, tapi hanya untuk memenuhi kebutuhan mulutku yang ingin komat-kamit ini. Hanya untuk menyalurkan sesuatu di otakku ini kepada lawan bicaraku. Jangan kau pikir curhatan cewek kebanyakan yang lebih banyak mengeluh alih-alih memotivasi. No! Aku suka menyalurkan sesuatu di pikiranku untuk memancing orang lain mengungkapkan pikirannya juga. That’s why, aku suka duduk, ngobrol, ngopi. Defenisi ‘nongkrong’, right!
Ngopi. One of my favourite drink. I dont know since when. Rasanya benda hitam ini menjadi sarana pertemananku selama ini. Yang awalnya tidak kenal, setelah nongkrong ngopi, jadi bisa ngobrol ngalor ngidul. Yaa, walaupun ujung-ujungnya lupa nama lawan bicara juga, hehehe. Kopi kembali menunjukkan kekuatan magisnya di Pembekalan NS 8 di Pusdikkes Kodiklat TNI-AD ini.
Bawa kopi dari kampung, dengan harapan bisa diminum di lokasi pembekalan, ternyata syusyaaahhhhh. Satu minggu pertama aku sukses gak ngopi. Jadwal pelatihan dari TNI AD membuat  susah banget beradaptasi. Sarapan subuh, tidur tengah malam, ccuuuaaapppeeekkkk banget. 250 gr Arabika duduk manis di dalam carrier. Akhirnya titik terang untuk menyeduh kopi pun tiba. Di waktu yang sama juga, sesama peminum kopi bertemu.
Di Pusdikkes saya bertemu dengan beberapa komandan yang ternyata memang suka minum kopi, angin segar euyyyy. Komandan sesama minum kopi menyarankan untuk membawa kopi dalam jumlah sedikit, biar gak ketahuan kalo ada bawa kopi ke dalam negara Pusdikkes, hehehe. Komandan juga nawarin untuk nyeduh kopi di tempat piket aja. Ahhhh,, senangnya hatiku, turun panas demamku, ehh. Percobaan pertama berjalan lancar, namun harus menerima kenyataan kalau banyak cowok yang nongkrong di piket kalo malam, jadi kalo cewek sendiri rasanya risih ajahhh. Aku pribadi tidak masalah sih, hanya gak enak aja pandangan orang lain. So, kalo malam harus ada cewek yang menemani.
Actually, aku kadang gak enak gangguin waktu istirahat teman-teman tadi. So, berusahalah nyari waktu untuk ngopi pagi. Awalnya sih alasan minta air panas sama komandan, untuk siram kopi pas lagi sarapan, tapi lama-lama tercium juga yah niatnya, hehehe. Komandan akhirnya nawarin ngopi malam, tapi berhubung gak mau ngopi malam jadi kadang dosisnya sedikit aja. Kadang gak berani nongkrong kalo komandan lain yang lagi piket, takut ketahuan, hehehe. Tapi ternyata di suatu pagi, saat lagi melancarkan aksi ‘minta air panas’, ternyata komandan lain yang sedang jaga piket. Keceplosanlah kalo aku ada bawa kopi, hehe. Di luar dugaan, ternyata aku ditawarin minu kopi di tempat piket aja kalo pagi. Daebak!! Wah, pencerahan banget. Akhirnya sejak saat itu bisa ngopi pagi, dengan beberapa nilai plus, yaitu bisa sekalian ngobrol membahas kopi dengan komandan, sharing kopi, ngobrol ngalor ngidul, ulalaaaa.....I like this. Mindset ku akhirnya berubah tentang komandan yang seram dan rese. They where so kind, actually.
So, Lets start our friendship with a glass of coffee


LAGU PENYEMANGAT PENUH MAKNA


Selama pembekalan, kami dilatih fisik oleh para tentara. Berbaris, olahraga pagi, push-up, merayap, jalan punggung, ulalaaaaaa.

Nah, sekarang saya mau cerita sedikit tentang kegiatan baris-berbaris kami. Setiap kali berbaris kami harus sambil bernyanyi dengan suara lantang. Makanya di hari pertama di PUSDIKKES kemarin suara eike sudah serak, sampai detik ini (Desember 2017), sedih kaliii. Lagu-lagunya itu diajarkan sama para komandan di tempat latihan. Sebenarnya lebih seru kalo di dengar sih, tapi saya hanya akan memperkenalkan liriknya yang sebenarnya penuh makna dan menguatkan kami yang akan bertugas selama 2 tahun di daerah terpencil, tertinggal, kepulauan, dan perbatasan, intinya di daerah antah berantah, hehehe.

Ini dia lagu-lagunya.

1. TINGGALKAN AYAH TINGGALKAN IBU
Tinggalkan ayah tinggalkan ibu, izinkan kami pergi berjuang
Dibawah kibaran Sang Merah Putih, majulah ayo maju menyerbu
Tidak kembali pulang sebelum Indonesia sehat
Walau tugas diperbatasan terpencil
Demi bangsa kami kan berjuang
Tidak kembali pulang sebelum Indonesia sehat
Walau tugas diperbatasan terpencil
Demi bangsa kami kan berjuang
BERJUANG!


 2. SELAMAT TINGGAL KEKASIHKU
Slamat tinggal kekasihku, adek pergi takkan lama
Hanya 2 tahun saja, adek ikut Nusantara Sehat
Oaeo..oaeo..oaeo..oaeo

Dari segala penjuru kami datang tuk bersatu
Singsingkanlah lengan baju, kibarkanlah benderamu
Oaeo..oaeo..oaeo..oaeo

Aku cinta kepadamu, kan ku buktikan cintaku
Cinta kita kan bersatu, tahun depan ke penghulu
Oaeo..oaeo..oaeo..oaeo



 3. KAMI NS 8
Kami NS 8 berjiwa ksatria, tidak pernah mengenal keluh kesah
Apapun rintangan yang datang menghadang,
Maju terus pantang mundur demi kehormatan
Tidak sombong, rendah hati, itulah jiwa kami
Merah Putih di hati kami, akan ku bela sampai mati


4. TIM NUSANTARA SEHAT
Tim  Nusantara Sehat berlatih semua medan
Loreng-loreng rumput dan samaran tampil di perbatasan
Musuh di jarak tembak pasukan siap kontak
Voice DPR C, siapkan TNT, serbu lawan serentak
KORSA!



5. LIKA LIKU LAKI LAKI
Lika liku lika liku laki-laki
Jalan yang dilalui, jalan yang dilalui
Pahlawanku Pahlawanku Pahlawanku
Dikau gagah berani
Walaupun sakit tak di rasakan
Hutan dan gunung bukan rintangan
Terus maju demi satu tujuan
Indonesia Sehat!


 6. SAYA TUNGGU ENGKAU
Saya tunggu engkau, saya tunggu engkau
Rupanya engkau forget to me
Ranbate ratahayu tarik tambang, KORSA!
Di sini aku jadi tambah senang
Andaikan aku burung, aku akan terbang
Dua tahun lagi aku akan pulang

Bangun pagi-pagi menuju ke lapangan
Untuk mengikuti pelatihan Kemenkes
Tak tahan rasanya ingin segera pulang
Pelatihan belum usai

Mau makan jalan jongkok, habis makan lompat kodok
Di caci, di maki, dan dibentak-bentak
Wahai pelatihku betapa tegas dirimu
Wahai pelatihku betapa jeli matamu
Tidakkah kau tahu apa isi hatiku
Ku sayang pada mu (omong kosong)

Ku cinta padamu (itu gombal) 



Kurang lebih seperti inilah lagunya yah. Masih ada yel-yel tapi panjang banget dan gak sempat nulisnya, mumpung di tempat yang bersinyal jadi upload seadanya dulu yah.
Salam Nusantara Sehat

NUSANTARA SEHAT BATCH 8



HAI DUNIA!!!!!!

Astaga, setelah berbulan-bulan akhirnya bisa bersentuhan dengan Banana Potato lagi.
Selama ini Curly kurang tersentuh dengan internet jadilah eike kamseupay.

Terlalu banyak kejadian kece yang terlewati selama berbulan-bulan ini mulai dari pembekalan Nusantara Sehat di Pusdikkes Jakarta Timur, penempatan di Puskesmas Padang Alang Alor, dan banyaakkk lagi. Tapi karena selama ini kami kurang terpapar interner karena pas pembekalan selama 45 hari HP dikumpul dan sekarang di lokasi penempatan gak ada sinyal internet, so good bye sosmed. HIKS!!!

Nanti beberapa cerita ku yang tumpeh-tumpeh selama ini.

Selasa, 05 September 2017

Dongeng Butiran Debu - Part 2

Kelas Jauh Sesesalu

29 Agustus 2017
Dimulailah kegiatan yang lumayan menguras tenaga. Hari ini kami akan mengunjungi sekolah dengan bangunan yang belum permanen di daerah Palesan bersama Kak Jemi. Kami sudah sepakat untuk berangkat jam 7 pagi dari Hotel Misiliana tempat rombongan nanti akan menginap. Well, saya agak telat sih tiba di hotel, soalnya jam segitu angkot jarang dan bertepatan dengan hari Pasar Bolu (Pasar terbesar di Toraja). Alhasil setengah 8 baru tiba di hotel, tapi untungnya Kak Jemi masih sarapan, jadilah eike menunggu sambil baca koran digital dulu, biar gak kudet sisss :D. Sebelum berangkat, Kak Jemi sempat mengkonfirmasi mengenai wilayah SD yang akan dituju, apakah sudah benar di Wilayah Tana Toraja karena malam sebelumnya beliau diberitahukan oleh orang pemerintah bahwa lokasi Sesesalu tersebut berada di Toraja Utara. Ya Tana Toraja dong, entahlah yah kalau ada daerah di Toraja Utara yang bernama Sesesalu, namun daerah yang kami datangi sehari sebelumnya ini, saya yakin 100% berada di Wilayah Tana Toraja. Amin. :D

Kami berangkat hampir jam 8 bersama kak Jemi & Kak Dedi, salah satu General Service (same with General Affair in other company) di Bank Mega Palopo merangkap driver selama kegiatan di Toraja dan nanti akan ketahuan merangkap sebagai motivator :D. Setelah menjemput Kak Nova & Citra, dan di Makale kak Jemi singgah beli simcard (ternyata kartunya gak bisa pake nelpon makanya minta tolong aku telpon orang Frisian Flag), kami pun berangkat menuju lokasi dengan sebuah lagu dan tidak lupa membeli cemilan cepuluh. Jalan menuju lokasi sekolah medannya belok-belok, sempit, tanjakan dan turunan curam sehingga agak ngeri jika orang yang belum tahu medan yang membawa kendaraan. Untungnya Kak Dedy adalah orang Toraja (tapi namanya tidak ada Toraja sama sekali, malah nama Jawa -_-) yang lumayan tahu medan di daerah pelosok Tana Toraja, jadi bisa lebih tenanglah. 

Perjalanan ke lokasi sekolah ditempuh selama kurang lebih 2 jam, dengan obrolan ngalor ngidul seru bersama 2 orang gila di samping saya (baca Budos & Cittara, piss), trus ngobrol sama kak Dedy yang ternyata alumni anak Rantelemo dan 1 almamater di SMP (kami baru lahir dia udah SMP, bagusnya di panggil Om kali yah, oke kita panggil OM), trus ngobrol banyak hal sama Kak Jemi sekalian menjelaskan tentang Toraja, yahh walaupun kadang di cuekin kalo di ajak ngomong dan dia sibuk sama dunia HP-nya, saat itulah keluar komentar dari Kak Nova, "kadong...kadong..", hehe. Orang penting banyak urusan gitu kali yah? Ngurusin segala hal lewat HP dan mengabaikan sekitar, itu kalo ada gempa bumi 10 SR mungkin gak akan digubris juga kali yah, yg ada gempa buminya yang sakit hati karena dicuekin, hehe. But overall seru banget. 
Playing together on the Field
Tiba di lokasi tujuan, lebih tepatnya pertigaan menuju sekolah karena sekolahnya bukan di pinggir jalan, kami mulai galau dengan akses menuju ke sana. Saat survey kami menggunakan motor dan motornya kami parkir di atas jalan sementara kami berjalan kaki ke sekolah melalui jalan setapak, dan sebelumnya tidak mengecek kondisi jalanan mobil yang menuju ke sekolah. Bingung antara akan menggunakan mobil ke sekolah atau berjalan kaki melalui jalur yang kami lalui saat survey. Kami pun bertanya kepada seorang ibu yang akan pergi acara nikahan yang kebetulan lewat di tempat tersebut. Berdasarkan informasi si ibu, mobil yang kami gunakan bisa bisa tembus ke lokasi sekolah, "melo lalan rokko, di cor sia mo (bagus koq jalan ke bawah, sudah di cor)". Okay, fine. Akhirnya mobil di turunkan ke jalanan curam yang katanya sudah di cor tersebut. Kami bertemu dengan rombongan ibu-ibu berpakaian adat yang akan menuju acara nikahan, ternyata kita sejalur. Mengetahui tujuan kami, salah seorang ibu berteriak, "o iyo, ya mo tu lalanna, tarru'-tarru' bang mokomi (sudah betul itu jalannya, terus-terus saja nanti)." Maka semakin yakinlah kami. 

Ternyata ada pertigaan jalan, yang satu terus dengan medan turunan curam, yang satu ke arah kanan namun tidak dapat dilalui mobil. Kak Dedy membawa mobil terus ke bawah, ternyata jalannya curam sekali. Saat itu saya berpikir, sepertinya kelewatan deh, sekolah itu gak jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki, ini kenapa udah ke bawah banget jalanannya. Tapi karena kemarin kami emang tidak mengecek jalanan mobil jadi yasudah, diam 1000 bahasa. Di bawah sekolah tersebut terdapat sebuah Patane (kuburan khas Suku Toraja yang dari luar terlihat seperti rumah), dan sepertinya saya melihat patane tersebut dari bawah. Mobil terus melaju ke bawah, jalanan semakin curam dan melewati kerikil-kerikil yang di tumpuk di sisi jalan, sepertinya persiapan untuk perbaikan jalan, hingga akhirnya kami tiba di sebuah gereja (Sudah di cor yah buk? Terus-terus saja yah buk?  -_-). Beneran kelewatan. Kami bertanya kepada orang di gereja, ternyata mereka juga adalah pendatang. Sempurna. Tapi saya yakin sekolah itu sudah kelewatan, jadi mobil putar balik ke atas. Ternyata ada bapak Ketua RT yang sempat kami temui di rumah Kepala Lembang saat itu yang mengatakan bahwa sekolah sudah kelewatan, harusnya tadi emang belok kanan. Tuhhh kan. So guys, saat ceklok pastikan untuk mengecek semua akses menuju tempat tujuan yah, jangan seperti kami yang setengah-setengah, hehe.
Go back home
Perjuangan mobil tua ini melewati jalanan tanjakan terjal kembali ke jalan awal luar biasa berat. Mobilnya naik tanjakan itu sambil mengejan, tahu kan? Kek ibu-ibu yang lagi melahirkan itu lohhhh, astagaaa. Percobaan pertama mobil nyaris berhasil tiba di bagian tanah yang lumayan rata, tapi karena terlalu banyak batu kerikil mobilnya gak mampu, jadi mobil mundur lagi. Percobaan kedua, mobilnya berusaha menghindari tumpukan kerikil di sebelah kanan supaya bisa lolos naik di tanjakan tapi di sebelah kiri itu jurang coyyyyy. Gileeeeee. Tiga perempuan di atas mobil ini nyaris copot jantung. Tahan napas sambil (kalo saya sih) berdoa, hehe, ingat Tuhan di saat-saat genting, ckck. Entah kami semua sudah berpegangan di mana saat itu, saya udah pegang sandaran jok depan, Kak Dedy udah pegang stir mobil sama persneling (yaheyalah, driver), dan kak Jemi udah pegang HP. What?? Ternyata dia lagi sibuk merekam detik-detik perjuangan mobil ini, ebuseett sempat amat yah. Tapi untungnya, dengan penuh ngos-ngosan (penumpangnya), mobil ini bisa melewati tanjakan pertama. Pertama??? Yuhuu, masih ada 2 tanjakan lagi untuk bisa sampai di pertigaan menuju sekolah. Duaaaaa (nyanyi Sarimi isi 2). Perjuangan di kedua tanjakan selanjutnya juga sama aja dengan sebelumnya. Maju mundur horor, plus ngejan, plus bau kampas. Pfftthhh. Perjalanan ini, seperti jadi saksi, butiran debu bermandi debu :D. Akhirnya bisa tiba di pertigaan setelah terjadi drama Kak Jemi nyeker pasang batu untuk ganjal ban mobil. Yeayy.
Taking pictures of Kelas Jauh Sesesalu's Students
Sekolah!! Sekolahnya masih seperti ketika kami datang survey. Masih terdiri dari 2 bangunan permanen dan 1 bangunan darurat. Bedanya, saat itu siswanya lagi belajar di kelas, tapi gurunya hanya satu yang sedang mengajar di kelas 1, dua kelas lainnya tidak ada guru yang mengajar, mereka mengerjakan tugas dari LKS masing-masing, di kelas 3 katanya anak ibu gurunya sakit jadi gak bisa hadir mengajar. What the......!
Kelas 3 Tanpa Guru
Kami langsung berpencar mengecek kondisi sekolah sambil foto sana-sini, di dalam dan di luar kelas, tidak lupa memanfaatkan drone untuk mengambil gambar dari udara, dan pastinya tidak lupa IG Story, *ehhh. Kami mengajak mereka untuk berfoto bersama di depan sekolah. Yang awalnya mereka malu-malu, akhirnya lari-lari gak tahu malu trus berkumpul di depan sekolah, hehe. 
Main pesawat-pesawatan bareng Kak Jemi
"Siapa mau main pesawat-pesawatan?", tanya Kak Jemi. Semua anak-anak di ajak berkumpul dan mulai memasang pretelan Drone tersebut. Satu hal yang menarik, yaitu melihat wajah penasaran adik-adik di sekolah ini. Mereka berkeliling mengerumuni Kak Jemi sampai selesai memasang Drone lalu siap di terbangkan. Saat Drone terbang, mereka terlihat bahagia berlari sambil berteriak menjauhi Drone yang kadang mendekat. Ahh, anak-anak itu. Lucu banget sih. 
Kadang saya rindu menjadi anak-anak yang bisa berteriak lepas untuk hal yang baru tanpa peduli kakinya menggunakan alas atau tidak.
Laughing. Happy.

Matahari semakin terik sehingga pengambilan gambar adik-adik harus di akhiri, mereka kembali ke kelas masing-masing. Tapi masih ada satu dua yang keluar kelas, saling dorong dorongan, manjat kelas darurat, atau bahkan menunjukkan kemampuan salto mereka, yaaa cari perhatian ala anak-anak. Sementara itu kami ngobrol dengan ibu guru kelas satu yang ternyata baru saja mendapat gelar sarjananya menunggu waktu wisuda, ada juga beberapa orang tua murid yang menunggu anak mereka selesai belajar untuk menuju ke acara nikahan yang tidak jauh dari sekolah, sudah bawa baju ganti dong. Sekolah ini masuk dalam Wilayah Kampung Sesesalu, terdiri atas 3 kelas yaitu kelas 1 sampai kelas 3, sedangkan siswa kelas 4 - 6 yang tinggal di dalam kampung tersebut harus melanjutkan sekolah di Sekolah Induk di SD Pangdo, sekitar 4 KM dari daerah tersebut, pulang pergi totalnya 8 - 10 KM. Gimana kalo jalan kaki yah? Kami aja naik motor ke SD Induk sekitar 15 menit. 
Kondisi salah satu ruangan di Kelas Jauh Sesesalu
Puas mengambil gambar dan ngobrol, kami mengakhiri kunjungan kami. Adik-adik juga sudah selesai belajar dan akan kembali ke rumah masing-masing. It's time to go back, see you adik-adik. Selanjutnya kami akan ke sekolah yang akan dikunjungi oleh Ibu Anita keesokan harinya, di Malimbong, untuk pengecekan langsung oleh Kak Jemi. Jalan saat datang tadi kembali kami lalui dan tiba di Malimbong sekitar pukul 11.30. 

Tanpa membuang waktu, pengecekan langsung di lakukan, mulai dari lokasi penyambutan, kebersihan sekolah, kelas tempat penyuluhan yang isinya masih kebanyakan meja jadi harus di keluarin, pemasangan foto presiden alih-alih foto bupati, hal-hal yang tidak boleh ada ketika Ibu muncul, dan melihat persiapan penampilan dari adik-adik yang durasinya lama banget tapi berhasil di cut di beberapa bagian sehingga pelaksanaannya tidak terlalu lama. Setelah memastikan semua hal yang harus saya re-check besok pagi, karena Kak Jemi akan datang bersama rombongan pada siang hari sementara para volunteer akan mengambil alih kegiatan pagi harinya, berkoordinasi dengan pihak sekolah, main drone (lagi) sebentar lalu kembali ke Makale berhubung perut sudah meronta-ronta minta makan, apalagi rombongan Ibu Anita sebentar lagi memasuki Toraja, yang artinya kak Jemi akan mengikuti protokol kegiatan rombongan. 

Setengah jam perjalanan menuju Mitra Fatma di Makale rasanya lamaaa sekali karena perut sudah mulai keroncongan, cemilan untuk mengganjal pun tidak mempan. Ketika tiba di warung makan, tanpa babibu, langsung pesan makan, makanan datang, makan dengan kusyuk, kenyaangggg. Pfftthhh, thank God! Actually, sementara makan juga masih nelpon mengurus kepastian donasi susu dari Frisian Flag, jadi sebenarnya masih harap-harap cemas tentang donasi susu.

Setelah selesai makan, kami langsung menuju Rujab Wakil Bupati, untuk mengantar Kak Jemi doang yahh, hehe, apalah kami ini butiran debu mau di bawa-bawa ke tempat penting *melipir ke pojokan*. Sementara itu kami akan kembali untuk mengurus keperluan yang belum selesai seperti cetak banner, siapkan peralatan untuk di sekolah yang belum selesai seperti Form 'Cita-citakku', bagi baju untuk volunteer, kumpulkan nametang, dll, ternyata masih banyak yahh. 

Sepanjang perjalanan pulang, Kak Dedy ngomong terusssss tentang pengalamannya bekerja di bawah naungan CT Corporate, tentang kerja tanpa menuntut nilai dulu tapi memberikan yang terbaik, tentang keberanian mengambil keputusan, pokoknya 'sahabat saya yang super banget deh', hehe. Tapi seru jadi saya pribadi merasa semakin termotivasi mengikuti kegiatan sosial seperti ini. Selain itu membahas tentang Faktor X yang akan terjadi dalam setiap kegiatan seperti ini.Hal tersebut pasti akan dialami, dan itulah yang akan mengajar kita untuk mengambil keputusan dalam keadaan terjepit, alias berimprovisasi, so be ready. Keknya balik ke Palopo nanti Kak Dedy langsung bikin acara talkshow yah :D.

Semakin mendekati Hari H, makin banyak hal yang bikin stress yah. Tiba-tiba baju harus di berikan ke saudara ibu yang ikut datang jadi otomatis ada 1 volunteer yang gak dapat baju, putar otak gimana caranya agar semua volunteer bisa pake baju seragam CT ARSA, akhirnya Kak Jemi mengikhlaskan bajunya untuk di gunakan. Berhubung gak enak juga mau ngasih teman-teman baju bekas pakai (yakan?) jadi yasudah, Curly aja yang pake bajunya, baju yang seharian udah di pake ceklok tapi katanya udah di laundry manual by himself :D

Itu baru masalah baju yah. Saat tiba di rumah, berharap bisa fokus untuk menyelesaikan kegiatan besok, ehh ternyata donasi susu belum dibicarakan dengan manager Area Frisian Flag, jadi ngurusin susu sampai fix tempat ambilnya kapan dan di mana. Malamnya masih harus ngurusin kendaraan untuk besok berhubung mobil yang disediakan cuma 1 yang artinya gak cukup karena bareng barang-barang donasi. Memastikan rundown kegiatan plus PJ-nya, bahkan kami masih sempat sharing lagu gerakan dan tepuk semangat. Setelah komunikasi dengan Kak Dedy, maka sepakatlah kami bersiap-siap jam 6 menunggu jemputan. Saya masih mempersiapkan segala hal seperti hal-hal yang harus saya sampaikan saat briefing, estimasi waktu tiap kegiatan, pokoknya rencana perfect dari jam 8 - 11 siang besok, bahkan detailnya saya tuliskan di note HP, barulah tidur sekitar jam 12. Sebagai pengalaman pertama jadi koordinator kegiatan kek gini tentunya saja masih belum bisa membayangkan apa-apa saja yang akan menjadi faktor X -nya jadi persiapan harus detail. Sleep tight!


30 Agustus 2017 (D-day)
Wake up on 4 AM. Wowww. Saking kepikirannya mungkin yah, jadi tidur juga gak tenang. Rencana bangun jam stengah 6 malah lebih cepat dari rencana, ini kalo masih anak sekolah bisa-bisa jadi anak kesayangan mamak banget nih bangun jam segini. Mamak sudah bangun pagi juga masak untuk sarapan, sooo sweet. Pas kutanya kenapa bangun pagi, beliau jawabnya, 
"Kan kau mau berangkat pagi."
Gak nyangka!! Soalnya biasa kalo bangun pagi, komennya gak enak gitu. "Tumben pagi-pagi sudah mandi, mau kemana?" Gitu. Kali ini ternyata semesta mendukung yah, haha.

Rencana awal berangkat jam 6 belum berubah jadi siap-siap sebelum jam tersebut, apalagi Om Dedy sudah pulang ambil susu donasi sebelum jam 6. Tapi Faktor X selanjutnya yang tidak disangka-sangka sehingga bikin menunggu lama dan telat ke lokasi adalah, tadaaaaa... Donasi sikat gigi & pasta gigi sejumlah 176 pcs tidak ada di mobil, entahlah ketinggalan di mana, jadi harus di cari lagi. Ternyata Faktor X pada hari H yang selama perjalanan pulang kemarin sempat di bahas itu kejadian beneran di awal kegiatan, Sikat gigi & Pasta Gigi soalnya ibu akan penyuluhan Gigi dan Mulut nanti. Faktor X-nya justru salah satu hal utama dalam kegiatan ini. Nyaris!! Sementara kami menunggu ternyata Kak Dedy masih sibuk cari toko yang sudah buka jam segitu di Rantepao dengan jumlah sikat gigi & pasta gigi sebanyak 176 pcs dan merk yang sama. Udah telat banget kalo masih mau menunggu, jadi kami memutuskan untuk berangkat duluan saja menggunakan mobil sewa, nanti Kak Dedy nyusul, yang penting susu bisa tiba sebelum jam 10 karena pembagian susu rencananya jam 10. Untung tim yang 1 sudah tiba lebih dulu di lokasi jadi bisa sambil ngajarin Tepuk Semangat dan mengecek ulang beberapa temuan kemarin. First improvisation. Dalam keadaan seperti ini kadang langsung keluar komentar seperti, 'kenapa gak di cek dari kemarin sih', atau 'harusnya kemarin tuh gini', tapi yang ingin saya katakan:
"Berhenti menanyakan 'kenapa' mulailah berkata 'bagaimana kalau sekarang begini saja'."
Atasan saya dulu pernah mengatakan, "tidak masalah jika kamu melakukan kesalahan, tapi yang penting bagaimana kamu menyelesaikan masalah tersebut." Kalau sudah terjadi tidak mungkin kembali ke masa lalu kan? We have to move on, and we have to be creative. Right?
Gladi Resik di SD Kole bersama Pa'tirra'
Memimpin 'Tepuk Semangat'
Waktu keberangkatan yang telat berdampak pada kegiatan yang otomatis tidak sesuai dengan rundown yang sudah di buat sesempurna mungkin di malam sebelumnya. Good bye perfect rundown. Banyak kegiatan yang harus di skip akibat beberapa drama gak perlu seperti para penari yang belum selesai makeup jadi gak ikut gladi, games bersama di lapangan, perkenalan semua volunteer, bahkan gladi pun harus pre-memory di beberapa item. 
Lagu 'Cuci Tangan' Bersama Kakak-Kakak Volunteer ARSA
"Kakak bantu pasang pitanya yah."
Setelah tepuk semangat, yang goyangannya asoy geboy, dan pembagian kelompok selesai di bagikan, adik-adik langsung masuk ke kelas sesuai kelompoknya untuk materi singkat selama setengah jam, dari estimasi sebelumnya 1,5 jam. Terlalu banyak drama skip-skip hari ini sepertinya. Buseettt, lari sana sini dehh. Belum lagi drama nametag yang kurang, staples gak tau di bawa ke mana, form 'Cita-Citaku' kurang, alamaakkkk. Too much drama yahh, haha.
Pembagian Susu Donasi dari Frisian Flag
Untungnya dari drama-drama yang ada, masih ada bantuan dari Om Dedy untuk foto sana-sini utamanya untuk dokumentasi Frisian Flag selaku donatur dan bapak-bapak guru yang bantuin angkat susu ke tiap kelas, maacihhhh. 30 menit yang melelahkan banget bo'. :D
Ibu Anita & Ibu Ira memasuki sekolah diiringi Pa'tirra' dan Pa'gellu'
Ibu Anita ikut menari bersama Pa'gellu'
Rombongan tiba sesuai rencana dan kegiatan berlanjut sampai selesainya kegiatan yang sudah direncanakan. Sosialisasi Gigi & Mulut dari Ibu Anita Ratnasari Tanjung dan dilanjutkan dengan pembagian donasi tas sekolah.
Penyuluhan Gigi  & Mulut oleh Ibu Anita

Tanya Jawab

Tepuk Semangat bersama Adik-adik SD Kole, Ibu Anita, Kak Jemi, & Volunteer
Sedikit perasaan khawatir saat pembagian tas yang dipikir tidak cukup ternyata pas-pasan, woww. Kegiatan diakhiri dengan foto bersama di lapangan. Finally done! Pikir ku.

Pembagian Donasi Tas Sekolah
Foro Bersama Adik-Adik SD Kole
Setelah bubar, Ibu Anita langsung menyapa volunteer untuk mengucapkan terima kasih. Ibunya baik banget, langsung menyapa dan mendatangi kami, enggak terbalik yah? Setelah foto bareng Ibu Anita, kami berkumpul di ruang guru untuk dijamu makanan dari pihak sekolah (wahhhh butiran debu akhirnya mendapat jamuan, hehe).
Perempuan Setrong as Komunitas ARSA's Volunteer

Actually, Ibu pengen ngobtol bareng para volunteer, tapi di suruh wawancara dulu sama media tentang CT ARSA Toraja. OMG, gak siap! Pengalaman pertama kali diwawancarai di depan kamera otomatis membuat saya grogi dong yah. Sempat gak tahu mau ngomong apa, takut ngelantur, takut kesurupan, takut ngomong yang engga-enggak, takut curhat, *ehh. Selesai wawancara, foto bareng lagi, lalu mengikuti rombongan dengan segala kegiatannya.
Wawancara CNN
Mengikuti kegiatan orang penting itu rempong yah? Ngikutin doang, gak ngapa-ngapain, apalagi kalo sudah di kelilingi sama orang penting lainnya (atau orang yang BERKEPENTINGAN lain?). Makan siang bareng, maksudnya di tempat yang sama tapi gak duduk bareng, kita mah apa atuh 'butiran debu', ke acara lain bareng, tapi nunggu di luar sementara yang berkepentingan duduk di sofa. Kadang mikir, kenapa harus diikutin coba? Tapi mungkin gitu kali yah konsepnya cari muka, mungkin karena kebanyakan buang muka, hehe. Ngikutin rombongan aja walaupun gak diperhatikan.
Ibu Anita, Kak Jemi, & Volunteer ARSA
Hal berbeda dengan Ibu Anita. Kami sebagai volunteer merasa diperhatikan. Disaat beliau harusnya berbicara dengan ibuk-ibuk pejabat penting lainnya setelah kegiatan di sekolah, beliau malah menyapa kami dan mengajak foto bareng. Beliau mengajak untuk ngobrol bareng, walaupun ujung-ujungnya gak sempat karena dihadapkan pada jadwal padat mengunjungi rumah orang besar, hehehe. Tapi kesempatan ngobrol itu ternyata masih ada. 
Wefie with Low Profile Women
Di Pango-Pango kami memiliki kesempatan yang bagus untuk ngobrol santai bersama Ibu Anita tanpa 'diganggu' oleh protokoler yang ada, di sini kami diminta memanggil beliau dengan sebutan 'Bunda'. Diawali dengan minta selfi bareng yang dipenuhi dengan senang hati oleh Bunda, kemudian duduk di sebuah Gazebo membahas keikutsertaan kami di kegiatannya kali ini. Banyak yang kami bicarakan, di antaranya rasa penasaran Bunda tentang 'penemuan' lokasi sekolah di Palesan, Komunitas Galampang Pustaka Toraja yang masih kekurangan buku, perkembangan pendidikan di Toraja, permintaan Bunda untuk mengikuti perkembangan sosial di Tana Toraja, bahkan tepat pada hari itu, 30 Agustus 2017, terbentuknya Komunitas ARSA Toraja dengan satu pesan, "Ingat yah, Anak ARSA itu harus jadi contoh yang baik. Jangan sampai ada komen negatif tentang ARSA karena anggotanya memberikan kesan buruk", tanggung jawab moral gengs. 
Ngobrol bersama Ibu Anita
Melalui pembicaraan yang singkat ini, saya melihat kesederhanaan di balik kulit terawat beliau, yang kalau dibandingkan dengan saya seperti awan putih dengan pantat wajan gosong, hehe. Ada kesederhanaan dan rendah hati di balik tindakan sederhana yang dilakukannya, seperti bersedia selfi, memeluk kami, mencubit pipi kami dengan lembut, tidak masalah duduk di kursi yang bisa mengotori pakaiannya, lebih memilih ngobrol bersama kami membahas kegiatan sosial. 
Sederhana tapi bermakna
Saya langsung merasa tertampar menerima kenyataan bahwa salah satu perempuan yang masuk dalam deretan 10 orang terkaya di Indonesia ini memiliki sifat yang low profile, sementara saya? Kadang masih selektif dalam berbuat baik bahkan masih judge a book by its cover. Menginspirasi sekali.

Pembicaraan kami tidak berlangsung lama karena ibu sudah di panggil oleh para orang-orang 'tinggi' tersebut, yahhh apalah kami ini hanya butiran debu, tapi butiran debu ini sudah mendapatkan suntikan motivasi dan bisa saja butiran debu ini akan menyerang lawannya straight to the point. Menyerang tepat pada titik vital, saking kecilnya dan tidak dianggapnya namun pergerakannya jadi lebih luwes dan sulit di kendalikan, bahkan tepat sasaran. Seperti kalo mata kemasukan debu kan? *tsahhhh apacihh.
Anak Toraja baru pertama kali ke Pango-Pango
Satu hal yang sangat saya syukuri bisa menjadi Volunteer di kegiatan CT ARSA di Toraja adalah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Pango-Pango, yeayyyy. Sepanjang perjalanan ke Pango-Pango, tidak pernah berhenti ngobrol tentang apapun itu yang tentu saja dimotori oleh Om Dedy 'Sahabat Saya yang Super'. Beberapa teman volunteer sudah tidak melanjutkan ke Pango-Pango karena masih ada kegiatan yang harus diselesaikan. Saya? Ikut dong, kapan lagi bisa ke Pango-Pango. Seumur hidup belum pernah mengunjungi tempat wisata ini, sampai akhirnya bisa diwujudkan oleh CT ARSA. Makanya setelah diajak ikutin Ibu ke Pango-Pango, kesempatan emas itu tidak saya buang, ikutaaan  donggggg. Kalau bukan sekarang, kapan lagi *andalan*. Terima Kasih CT ARSA.
Butiran Debu Squad
Flying!!!!
Mumpung di Pango-Pango, kesempatan emas ini dimanfaatkan banget. Setelah ngobrol bareng ibu, kami di ajak untuk minum ngopi. Well, sebagai pasukan butiran debu kami di luar ruangan aja yah menikmati indahnya pemandangan Pango-Pango sementara ibu-ibu pejabat di dalam sana membahas entah apa itu. Di luar kan bisa nyanyi-nyanyi, foto-foto, narsis-narsis, dan ketawa-ketawa bahagia-selalu-selamanya *ehh. Sebagai perempuan narsis di tambah ada yang mau motret, jadi kami memanfaatkan moment ini untuk cekrek sana sini, ketawa sana sini, enjoying life sana sini sebelum meninggalkan Pango-Pango. Kesempatan hunting foto juga terbuka lebar, yahhh walaupun masih belajar foto tapi lumayan lahh (fotonya bisa dilihat di sini kalo sudi mampir). 

Kebahagiaan happy-happy sedikit tercoreng dengan kenyataan bahwa kami masih harus kembali ke Malimbong mengambil buku yang harusnya akan diserahkan ke Bupati tapi ternyata ketinggalan bo'. SEMANGAT!!!!! Sebenarnya 'semangat'nya lebih untuk Om Dedy sih, yang harus nyetir dari subuh, sudah standby ambil susu, cari sikat gigi, antar donasi dari Rantepao ke Malimbong, nyupirin volunteer ikutin kegiatan dari Malimbong sampai Pango-Pango, dan harus kembali lagi nyupir dari Pango-Pango ke Malimbong selama 1 jam demi mengambil buku yang ketinggalan, dan malamnya masih harus menjemput kami satu-satu untuk makan malam di Rujab Bupati. Demi tugas negara, semangat!! SEMANGAT (prokprokprok)..SEMANGAT (prokprokprok).. SE-MA-NGAT!! Eeeee SEMANGAT e-eee SEMANGAT..Eeeee SEMANGAT e-eee SEMANGAT.. SEEEEMANGAT!!!! Ini udah kerasukan setan semangat di sepanjang perjalanan karena udah letih banget (ada yang mau jadi penawar letih? *ehh).
Semangat kakaaa!!!!!
Jadwal terakhir adalah makan malam di Rumah Jabatan Bupati. Karena kurang tidur, tiba di rumah udah gelap, jadi mandi sudah bukan pilihan (gilee aja kurang tidur mau mandi). Yang penting harum laah yahh. Yakan..Yakan?? Hehehehehe.. Dan kembali lagi, untuk pertama kalinya dalam hidup boleh masuk di Rujab Bupati, yang katanya mau diperkenalkan sama bupati tapi ternyata gak jadi, yahh wajarlah yah butiran debu, hehehe, It's okay. Yang penting bisa pamit sama Bunda. Yang penting mah Bundanya. 
Bersama Om Arbain Rambey, Fotografer kecenya Majalah Kompas
Kejutan terakhir adalah, malam itu saya boleh berfoto bersama Om Arbain Rambey, salah satu fotografer senior Kompas yang karyanya kece banget. Kalo selama ini hanya mengikuti karya dan ilmunya lewat Twitter, bahkan pernah ku mention tapi gak di balas, hehe, akhirnya bisa bertemu dan melihat wajah langsungnya. Sebenarnya sudah dengar namanya diperkenalkan di SD tadi siang, gak berani minta foto, hehe. Nanti ada yang duluan minta, baru deh berani minta fotonnya. Daebak!!!
Volunteer with Kak Dedy as a Driver, Motivator, Fotografer, and many more
Dan selesailah rangkaian kegiatan tersebut. Pulang kerumah untuk beristirahat dan tanggung jawab baru untuk mengurus Komunitas ARSA Toraja kedepannya. Seminggu yang begitu luar biasa dengan kejutan-kejutannya. Persiapan seminggu dan kegiatan 2 hari yang memberikan begitu banyak hal tidak di sangka dalam hidupku. Tidak disangka boleh bertemu dengan orang-orang 'besar' super rendah hati seperti Bunda Anita, Kak Jemi, Kak Dedy, dan Om Arbain Rambey. Tidak disangka boleh dipercayakan mengurus kegiatan hari ini sampai ngurusin donasi-donasi. Tidak disangka dapat diwawancara media TV nasional. Tidak disangka bisa mendapatkan pelajaran langsung membentuk Komunitas dari Kak Jemi yang mengatakan bahwa, 
"Dalam komunitas itu wajar jika yang awalnya banyak tapi berakhir tinggal 3-4 orang saja. Disitulah akan kelihatan siapa yang memiliki visi & misi yang sama. Bosan itu wajar. Di situlah kita akan belajar untuk berinovasi untuk membuat kegiatan tidak membosankan." 
Luar biasa! Menyenangkan! Setiap usaha, setiap pengorbanan, setiap rasa sakit hati rasanya terbayar dengan pertemuan yang memberikan motivaasi luar biasa. Aku terharu!! Kanebo pliss.
Bareng Bunda

Bareng Mentor 'Membangun Komunitas'
Mungkin pengalaman ini terjadi hanya sekali seumur hidup bagi saya dan teman-teman, oleh karena itu saya ingin teman-teman di daerah ini juga merasakan energinya. Kerinduan untuk mempertemukan teman-teman saya ini dengan orang-orang hebat yang memberikan inspirasi dalam mengambil setiap keputusan-keputusan dalam hidup, dan saat inilah waktunya. Saya memiliki harapan, setelah bertemu nanti dengan orang-orang 'besar', mereka akan termotivasi menjadi 'orang besar' yang tetap rendah hati, mereka akan semakin termotivasi untuk berani mengambil keputusan sendiri, berani mengambil resiko dalam hidup, merasakan bagaimana asyiknya menjadi volunteer atas passion kita, dan banyak lagi hal-hal luar biasa yang akan didapatkan (walaupun itu bukan dalam bentuk materi). Saya belajar untuk mengambil tanggung jawab dan melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan. Salah satu prinsip saya adalah, "Dalam mengemban suatu tanggungjawab yang sudah dipercayakan, saya akan melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan, namun tetap menyerahkan keputusan tertinggi di tangan Tuhan. I will do my best and God will do the rest. Jika terlaksana, akan ada kepuasan, jika tidak sesuai harapan, tidak ada kecewa yang muncul.
Berserah tapi tidak Menyerah!
Tantangan sudah di terima. Pengalaman baru lagi. Teman-teman baru lagi.
Terima kasih.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya :D

Please leave your comment below about my blog, thanks for reading.
Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts