![]() |
Tungguru Saranga' |
Kalimat di atas di ungkapkan oleh sosok di dalam gambar ini. diungkapkan dalam sebuah surat di zaman modern ini. He is my grandpa. ^_^
Yup. He is my Kakek. Dulu saya memanggilnya “Papak
Tua” tapi semenjak “mamak tua” meninggal, akhirnya sepupu-sepupu kecil lainnya
mulai manggil kakek, jadilah saya ikutan dengan panggilan tersebut. (gak
berpendirian teguh banget yah, bisa-bisanya digerus sama selusin kacuping, haha)
Kakek adalah sosok yang sangat peduli pada
pendidikan. Kami sering diceritakan oleh mamak tentang bagaimana pedulinya
kakek terhadap pendidikan. Bukan hanya kebutuhan seperti uang sekolah, buku
sekolah, dan pakaian sekolah saja, tapi juga yang berhubungan dengan fasilitas
untuk menuju tempat menimba ilmu. Hal ini lebih mulai kelihatan saat mamak
melanjutkan studinya di Makassar (dulu Ujung Pandang) untuk menyelesaikan
pendidikan S1 nya. Saat kuliah dulu, kakek memberikan mamak sebuah sepeda, yang
pada saat itu masih jarang digunakan orang. Jadi, saat orang-orang masih
berjalan kaki ke kampus, mamak sudah menggunakan sepeda pemberian kakek.
Gilakk. Kece dong emak ku dulu. Haha.
Mamak juga sering menceritakan bahwa kakek tidak
pernah mengatakan “tidak” jika ada uang yang harus disediakan untuk membayar
kebutuhan sekolah, pasti selalu diusahakan entah itu dipinjam ke bank atau
bahkan orang lain. Sepertinya sifat ini yang menurun ke mamak, saat kuliah dulu
beliau juga tidak pernah mengatakan tidak ada uang pada kami jika tentang
kebutuhan pendidikan, pasti selalu diusahakan. Walaupun kadang telat, namun
pasti ada.
Dari dulu memang kepedulian kakek terhadap
pendidikan sudah terbukti sih. Salah satunya adalah jabatan terakhirnya sebelum
pensiun yang merupakan seorang kepala sekolah di sebuah SD. Jabatan yang boleh
dikata masih terpandang di kalangan orang di kampung kami pada masa itu.
Makanya beliau kadang dipanggil oleh masyarakat sekitar dengan sebutan
“Tungguru Saranga’”.
Salah satu hal yang paling saya ingat tentang beliau
adalah caranya memberikan motivasi kepada cucunya untuk mau belajar. Dulu,
beliau selalu memberikan reward untuk setiap nilai 9 yang didapatkan cucunya di
raport. Jadi 1 angka Sembilan itu di tukarkan dengan uang Rp 50.000,-. Duit
yang gede banget untuk cucunya yang saat itu masih sekolah di SD (ehhmm,
sebagian besar cucunya masih SD yah, saya mah udah SMA kala itu -_-). Berhubung
udah gede, jadi udah tau kalo motivasi belajar bukan tentang uang lagi.
Halllahhh padahal sebenarnya mupeng, malu aja mau minta di kakek. Hahaha.
Makanya setiap abis terima raport, pasti rumah kakek selalu rame dikunjungi
oleh cucunya dengan modus ‘mau menjenguk kakek’ padahal di dalam tas mamaknya
udah ada raport siap diperlihatkan. Paneennn. Hahaha. Tapi cara ini berhasil
membuat cucunya belajar yang tekun dan terbukti sampai saat ini mendapatkan
ranking di kelas mereka masing-masing. T-O-P dahh!!
Kakek juga seorang pendidik yang kreatif. Beliau
mengajarkan kami mengenai pengetahuan umum Seputar Toraja melalui sebuah lagu.
Saya yan masih kecil saat itu berpikir bahwa lagu itu adalah ciptaan Kakek, gak
tau yah kalo beneran ciptaan beliau atau orang lain. Lirik lagunya seperti ini
“Gunung di Tana
Toraja banyaklah sungguh yang ada.
Yang tinggi
hanya satu saja. Gunung Sesean namanya.
Sungai di Tana
Toraja, banyaklah sungguh yang ada.
Yang panjang
hanya satu saja, Sungai Sa’dan namanya.
Pasar di Tana
Toraja banyaklah sungguh yang ada.
Yang ramai hanya
satu saja, Pasar Bolu namanya.
Kolam di Tana
Toraja banynaklah sungguh yang ada,
Yang indah hanya
satu saja, Kolam Tilanga’ namanya.”
Kakek juga adalah seorang sosok yang romantis.
Kenapa? Jangan-jangan sering dapat bunga dari kakek. Boro-boro dapat bunga,
yang ada kita malah dapat utan bai (baca: tambai). Hahaha. Jadi dulu, saat baru
saya cucunya yang merantau untuk kuliah ke Makassar, beliau mengirimkan sepucuk
surat. Pucuk...pucuk...pucuk... (Iklan Teh Pucuk Harum *ehh). Jadi amplopnya
dititipkan ke mami eike (Kami memanggil saudara mamak dengan sebutan mami dan
papi) yang saat itu sedang ke Makassar. Saat menerima amplop itu, keadaan
bingung menyelimuti. Tssahhh. Mami bilang bahwa itu kiriman dari kakek, dan
saat dibuka ternyata isinya adalah uang. Nominalnya saya lupa, namun yang
paling saya ingat adalah ada sesuatu di dalam amplop tersebut bersamaan dengan
uang yang dikirim, yaitu sepucuk surat. Pucuk...Pucuk...Pucuk..(lagi), dengan
kalimat pembukaan “Teruntuk cucunda terkasih”. Ooohhheeemmmjjiii!!!! I am so melting!! Kemudian dilanjutkan
dengan nasehat-nasehat belajar yang baik, jangan lupa berdoa, gunakan uangnya
sebaik mungkin. Uweww, itu kek oase di tengah padang gurun men. Nah, belakangan
saya bertanya ke mami, kenapa kirim uangnya pake amplop, emang gak bisa di
titipkan ke mamak biar di kirim lewat bank yah? Kalo surat itu masih masuk akal
sih, soalnya kakek gak pegang handphone.
Penjelasan dari mami adalah, karena kakek gak percaya sama anak-anaknya,
takutnya entar di salahgunakan lagi. Hahaha. Satu kepercayaan terbesar dari
kakek sudah ada di genggaman, bahwa kakek lebih percaya cucunya daripada
anak-anaknya. Hahahaha. (ketawa iblis).
Semenjak kuliah, kebiasaan membawakan raport berubah,
berganti dengan kebiasaan meminta uang transport sebelum kembali ke kota tempat
kuliah masing-masing. Hahaha. Selalu saja ada akal bulus cucu. Jadi sebelum
balik ke tempat kuliah, kami pasti ke rumah kakek untuk ‘pamitan’. Yaaa, you
knowlah, bahasanya aja ‘pamitan’ padahal modus di balik itu semua. Setibanya di
rumah kakek, ngobrol bentar sebagai mukadimmah, lalu perkataan serangan itu
dikeluarkan, “kakek, la male mo’ lako mangkasa’ dau bongi tapi tae’ sewa oto
ku.” (kakek, nanti malam udah mau balik Makassar tapi gak ada uang transport)
“Tae’ mo seng ku totemo (saya udah gak punya uang sekarang),”
jawabnya. Jawaban yang pasti akan keluar dari mulutnya setiap kami
menyerangnya, yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan panjang lebar bahwa
beliau abis potong babi, abis ada acara orang mati, abis beli ini, beli itu,
bla, bla, bla. Namun, saat kami beneran mau pulang, beliau masuk kamar sebentar
lalu keluar dengan memberikan uang, “ya manna mora te seng ku. Ya bang mo mi
pake male.(tinggal ini uang kakek, kalian pake aja)”
Yup, itulah beliau. Awalnya bilang gak ada duit,
dengan semua pengeluarannya itu, tapi beliau selalu ada untuk kebutuhan kami
untuk mencapai cita-cita. Tapi jangan bilang bahwa beliau selalu ada duit. Saat
kami meminta, dan emang kebetulan beliau bener-bener gak punya duit, kami
beneran gak dapet apa-apa. Biasanya karena beliau abis beli obatnya yang banyak
banget itu. Iyah, kakek sudah sering sakit-sakitan dan mengkonsumsi banyak
obat. Tapi kadang kalo mama yang minjam untuk kami, beliau sepertinya masih
mengusahakan.
Jadi tiap pulang kampung, mamak selalu mengingatkan kami
untuk menjenguk kakek, entah itu membawakan ole-ole atau hanya sekadar menyapa
dan menanyakan kabar. Membawakan roti yang bisa beliau makan, karena kadang
kakek juga sudah tidak dapat memakan sembarang jenis makanan akibat alerginya.
Saat akan ke rumah kakek pun kami kadang harus berlomba dengan waktu loh.
Jangan salah, kakek adalah salah satu orang dengan jam terbang yang tergolong
tinggi. Jangan pikir artis aja yang kek gitu, kakek kami pun juga kek gitu,
bahkan kemungkinan menurun ke turunanya. Buktinya si Curly ini jam terbangnya
tinggi, tiap 2 bulan sekali bolak-balik nyebrang pulau. Hahaha. Ehh, back to Kakek. Jadi telat dikit tiba di
rumah kakek, beliau sudah tidak ada. Biasanya pagi hari beliau sudah jalan ke
sawah sambil menenteng payung warna-warni super gedenya, dan beliau akan
nongkrong di sawah sampai sore. Sepulang dari sawah, beliau akan lanjut untuk
ibadah di rumah tetangga (beliau juga adalah seorang majelis gereja). Mau
ketemu malam hari sepulang ibadah, hadeuuhhh, udara dingin Toraja di malam hari
tidak dapat ditahan oleh tubuh anak muda ini. hahaha. Kalo bukan pagi hari,
berarti anda harus kembali legi keesokan harinya, pada pagi hari juga. haha.
Jadi seperti itu kebiasaan kami setiap kali kembali ke kampung, yaitu bertemu
kakek..
Saat saya menyelesaikan study S1, saya masih
sempat beberapa bulan menjadi pengacara (pengangguran banyak acara) yang galau
dengan setiap surat lamara yang dikirimkan. Beberapa kali bolak-balik
Makassar-Toraja, dan masih dengan kebiasaan yang sama yaitu mengunjungi kakek.
Nasehat untuk yang masih sekolah dan yang udah selesai sekolah (alias nganggur)
emang beda yah. Saat itu saya lagi santai-santai, ehhh gak ada hujan gak ada
angin langsung meluncur kata-kata nasehat untuk cucunya paling Karibo kece
sejagat ini, “Dau mendapo’ ke tae’ pa mu ma’jama. Dau daka’ tau mambela, tae’
na di bela male lako dau. Yake ma’jama moko, dau langsung mendapo’, di ben dolo
tomatuanta tu gaji ta. Parallu to menabung.” (jangan menikah dulu kelo belum
kerja. Gak usah cari orang jauh, nanti kami susah kalo mau ke sana. Kalo udah
kerja jangan langsung nikah, orang tua dulu yang diberikan gaji kita. Menabung itu
perlu)![]() |
Postingan saat dapat ceramah tiba-tiba dari kakek. Saking membekasnya sampe di buat postingan. ^_^ |
Ruarrr biasa!! Otomatis eike shock lah bo. Tiba-tiba
ngomongin soal mendapo’ alias nikah. Udah galau kerjaan, ditambahin lagi galau
mendapo’nya. Kakekku udah nasehatin mendapo’ tuh, kamunya di mana sekarang?
Ehh. Hahaha. Iyup. Nasehat berganti mengenai pekerjaan dan pasangan hidup.
Hadeuhhh. -_-. Tapi, sebagai cucu yang baik hati dan tidak sombong dan tidak
makan sabun, saya tetap mendengarkan nasehat itu.
Sekarang, Curly sudah bekerja dan merantau di tempat
yang jauhhhhhhh banget, yang kalo dari kampung ke tempat kerja harus melalui 3
jenis transportasi dulu untuk bisa sampai, yaitu transportasi darat, laut, dan
udara. Untungnya setiap 2 bulan kami memliki jatah libur selama 2 minggu yang
pastinya kesempatan itu saya gunakan untuk pulkam. Setiap kali pulang kampung,
hal yang sama tetap kami lakukan. Setiap libur dan balik ke Toraja, hal pertama
yang kami lakukan saat sudah tiba di Toraja adalah, masuk rumah dan langsung tidur,
soalnya tibanya subuh. Yaeyaallaahh!!! :D Sebelum ke mana-mana kami mengunjungi
kakek, membawa ole-ole atau sekadar menyapa menanyakan kabar. Semenjak kerja,
waktu yang saya habiskan jika berkunjung ke rumah kakek lumayan lebih lama dari
biasanya, apalagi kalo beliau lagi ada di rumah. Banyak yang kami bicarakan.
Lebih tepatnya beliau yang lebih banyak bicara, dan kami hanya mendengarkan
sambil sesekali menimpali, yang harus dilakukan sambil teriak. Pendengaran
kakek udah terganggu sekarang, jadi harus bicara dengan volume yang agak besar.
Jadi kalo ada yang dengar di jalan, mungkin ada yang berpikir kalo kami sedang
marah sama kakek. Padahal kannn,, ahhhsudahhlahhh. :D
Kebanyakan yang kakek bicarakan adalah aktifitasnya
selama ini. Ke mana saja uangnya habis digunakan, habis potong babi di mana,
habis acara orang mati di mana, dll.
Selain itu, tentang pekerjaan kami, kebetulan saya dan Erik adalah
cucunya yang saat ini sudah bekerja. Entah kenapa kakek sangat menjunjung
tinggi yang namanya menjadi PNS. Mungkin karena beliau adalah seorang PNS yang
notabene bisa dibiayai seumur hidup. Beliau gak suka dengan orang yang gak
punya pekerjaan tetap karena beliau berpikir, jika tidak ada penghasilan tetap
tiap bulan, apa yang akan digunakan untuk menghidupi cucunya kelak. How sweet!! Selain pekerjaan, masih ada
satu hal yang tidak pernah absen disampaikan saat kami mengunjunginya. Masih dengan masalah pasangan
hidup. Sekali lagi saudara-saudara, PASANGAN
HIDUP. Menabung dulu, gaji diberikan dulu ke orang tua, jangan langsung
menikah, and something like that. Di
situ kadang saya merasa lelah. Haha. Banyak yang beliau ceritakan, dan saya
juga senang mendengarnya, atau sekedar melihat beliau bercerita sambil
tersenyum. Salah satu moment yang paling saya suka saat berbicara dengan kakek,
yaitu beliau tersenyum.
Itu kebiasaan kami setiap kali pulang kampung,
mengunjungi kakek. Gak ada yang berubah. Mungkin yang berubah adalah, dulu kami
yang meminta uang dari kakek, tapi sekarang sepertinya sudah saatnya kami yang
memberikannya perhatian dalam bentuk apapun. Terakhir saya ke sana, kakek
kebetulan lagi ada di rumah, karena sudah beberapa hari sakit dan gak bisa
keluar rumah. Beliau, seperti biasa, bercerita tentang aktifitasnya, uangnya
yang habis untuk ‘mantunu, bayar utang, dll. Kue yang saya bawakan (Brownis Amanda) juga sama
sekali gak dimakan, beliau gak suka dengan kue itu. Beliau sukanya roti biasa
aja. Keadaan usia yang sudah tua, menjadi salah satu penyebab banyaknya
penyakit yang menggerogoti. Ditambah lagi kebiasaan buruknya yang suka minum
‘tuak/ballo’.
Demikian sedikit yang dapat saya ceritakan tentang
kakek. Seorang sosok pendidik dan orang tua yang melekat di hati anak dan
cucunya. We love you grandpa. Keep healthy yahh.
_curly_
0 komentar:
Posting Komentar