Minggu, 19 Juni 2016

"Teruntuk Cucunda Terkasih."

Tungguru Saranga'

Kalimat di atas di ungkapkan oleh sosok di dalam gambar ini. diungkapkan dalam sebuah surat di zaman modern ini. He is my grandpa. ^_^

 Saya juga punya kakek lohh, emang kalian doang yang punya. (Ceritanya ada anak kecil lagi main di taman sambil ejek-ejekan). Hahaha.
Yup. He is my Kakek. Dulu saya memanggilnya “Papak Tua” tapi semenjak “mamak tua” meninggal, akhirnya sepupu-sepupu kecil lainnya mulai manggil kakek, jadilah saya ikutan dengan panggilan tersebut. (gak berpendirian teguh banget yah, bisa-bisanya digerus sama selusin kacuping, haha)
Kakek adalah sosok yang sangat peduli pada pendidikan. Kami sering diceritakan oleh mamak tentang bagaimana pedulinya kakek terhadap pendidikan. Bukan hanya kebutuhan seperti uang sekolah, buku sekolah, dan pakaian sekolah saja, tapi juga yang berhubungan dengan fasilitas untuk menuju tempat menimba ilmu. Hal ini lebih mulai kelihatan saat mamak melanjutkan studinya di Makassar (dulu Ujung Pandang) untuk menyelesaikan pendidikan S1 nya. Saat kuliah dulu, kakek memberikan mamak sebuah sepeda, yang pada saat itu masih jarang digunakan orang. Jadi, saat orang-orang masih berjalan kaki ke kampus, mamak sudah menggunakan sepeda pemberian kakek. Gilakk. Kece dong emak ku dulu. Haha.
Mamak juga sering menceritakan bahwa kakek tidak pernah mengatakan “tidak” jika ada uang yang harus disediakan untuk membayar kebutuhan sekolah, pasti selalu diusahakan entah itu dipinjam ke bank atau bahkan orang lain. Sepertinya sifat ini yang menurun ke mamak, saat kuliah dulu beliau juga tidak pernah mengatakan tidak ada uang pada kami jika tentang kebutuhan pendidikan, pasti selalu diusahakan. Walaupun kadang telat, namun pasti ada.
Dari dulu memang kepedulian kakek terhadap pendidikan sudah terbukti sih. Salah satunya adalah jabatan terakhirnya sebelum pensiun yang merupakan seorang kepala sekolah di sebuah SD. Jabatan yang boleh dikata masih terpandang di kalangan orang di kampung kami pada masa itu. Makanya beliau kadang dipanggil oleh masyarakat sekitar dengan sebutan “Tungguru Saranga’”.
Salah satu hal yang paling saya ingat tentang beliau adalah caranya memberikan motivasi kepada cucunya untuk mau belajar. Dulu, beliau selalu memberikan reward untuk setiap nilai 9 yang didapatkan cucunya di raport. Jadi 1 angka Sembilan itu di tukarkan dengan uang Rp 50.000,-. Duit yang gede banget untuk cucunya yang saat itu masih sekolah di SD (ehhmm, sebagian besar cucunya masih SD yah, saya mah udah SMA kala itu -_-). Berhubung udah gede, jadi udah tau kalo motivasi belajar bukan tentang uang lagi. Halllahhh padahal sebenarnya mupeng, malu aja mau minta di kakek. Hahaha. Makanya setiap abis terima raport, pasti rumah kakek selalu rame dikunjungi oleh cucunya dengan modus ‘mau menjenguk kakek’ padahal di dalam tas mamaknya udah ada raport siap diperlihatkan. Paneennn. Hahaha. Tapi cara ini berhasil membuat cucunya belajar yang tekun dan terbukti sampai saat ini mendapatkan ranking di kelas mereka masing-masing. T-O-P dahh!!
Kakek juga seorang pendidik yang kreatif. Beliau mengajarkan kami mengenai pengetahuan umum Seputar Toraja melalui sebuah lagu. Saya yan masih kecil saat itu berpikir bahwa lagu itu adalah ciptaan Kakek, gak tau yah kalo beneran ciptaan beliau atau orang lain. Lirik lagunya seperti ini
“Gunung di Tana Toraja banyaklah sungguh yang ada.
Yang tinggi hanya satu saja. Gunung Sesean namanya.
Sungai di Tana Toraja, banyaklah sungguh yang ada.
Yang panjang hanya satu saja, Sungai Sa’dan namanya.
Pasar di Tana Toraja banyaklah sungguh yang ada.
Yang ramai hanya satu saja, Pasar Bolu namanya.
Kolam di Tana Toraja banynaklah sungguh yang ada,
Yang indah hanya satu saja, Kolam Tilanga’ namanya.”
Kakek juga adalah seorang sosok yang romantis. Kenapa? Jangan-jangan sering dapat bunga dari kakek. Boro-boro dapat bunga, yang ada kita malah dapat utan bai (baca: tambai). Hahaha. Jadi dulu, saat baru saya cucunya yang merantau untuk kuliah ke Makassar, beliau mengirimkan sepucuk surat. Pucuk...pucuk...pucuk... (Iklan Teh Pucuk Harum *ehh). Jadi amplopnya dititipkan ke mami eike (Kami memanggil saudara mamak dengan sebutan mami dan papi) yang saat itu sedang ke Makassar. Saat menerima amplop itu, keadaan bingung menyelimuti. Tssahhh. Mami bilang bahwa itu kiriman dari kakek, dan saat dibuka ternyata isinya adalah uang. Nominalnya saya lupa, namun yang paling saya ingat adalah ada sesuatu di dalam amplop tersebut bersamaan dengan uang yang dikirim, yaitu sepucuk surat. Pucuk...Pucuk...Pucuk..(lagi), dengan kalimat pembukaan “Teruntuk cucunda terkasih”. Ooohhheeemmmjjiii!!!! I am so melting!! Kemudian dilanjutkan dengan nasehat-nasehat belajar yang baik, jangan lupa berdoa, gunakan uangnya sebaik mungkin. Uweww, itu kek oase di tengah padang gurun men. Nah, belakangan saya bertanya ke mami, kenapa kirim uangnya pake amplop, emang gak bisa di titipkan ke mamak biar di kirim lewat bank yah? Kalo surat itu masih masuk akal sih, soalnya kakek gak pegang handphone. Penjelasan dari mami adalah, karena kakek gak percaya sama anak-anaknya, takutnya entar di salahgunakan lagi. Hahaha. Satu kepercayaan terbesar dari kakek sudah ada di genggaman, bahwa kakek lebih percaya cucunya daripada anak-anaknya. Hahahaha. (ketawa iblis).
Semenjak kuliah, kebiasaan membawakan raport berubah, berganti dengan kebiasaan meminta uang transport sebelum kembali ke kota tempat kuliah masing-masing. Hahaha. Selalu saja ada akal bulus cucu. Jadi sebelum balik ke tempat kuliah, kami pasti ke rumah kakek untuk ‘pamitan’. Yaaa, you knowlah, bahasanya aja ‘pamitan’ padahal modus di balik itu semua. Setibanya di rumah kakek, ngobrol bentar sebagai mukadimmah, lalu perkataan serangan itu dikeluarkan, “kakek, la male mo’ lako mangkasa’ dau bongi tapi tae’ sewa oto ku.” (kakek, nanti malam udah mau balik Makassar tapi gak ada uang transport)
“Tae’ mo seng ku totemo (saya udah gak punya uang sekarang),” jawabnya. Jawaban yang pasti akan keluar dari mulutnya setiap kami menyerangnya, yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan panjang lebar bahwa beliau abis potong babi, abis ada acara orang mati, abis beli ini, beli itu, bla, bla, bla. Namun, saat kami beneran mau pulang, beliau masuk kamar sebentar lalu keluar dengan memberikan uang, “ya manna mora te seng ku. Ya bang mo mi pake male.(tinggal ini uang kakek, kalian pake aja)”
Yup, itulah beliau. Awalnya bilang gak ada duit, dengan semua pengeluarannya itu, tapi beliau selalu ada untuk kebutuhan kami untuk mencapai cita-cita. Tapi jangan bilang bahwa beliau selalu ada duit. Saat kami meminta, dan emang kebetulan beliau bener-bener gak punya duit, kami beneran gak dapet apa-apa. Biasanya karena beliau abis beli obatnya yang banyak banget itu. Iyah, kakek sudah sering sakit-sakitan dan mengkonsumsi banyak obat. Tapi kadang kalo mama yang minjam untuk kami, beliau sepertinya masih mengusahakan.
Jadi tiap pulang kampung, mamak selalu mengingatkan kami untuk menjenguk kakek, entah itu membawakan ole-ole atau hanya sekadar menyapa dan menanyakan kabar. Membawakan roti yang bisa beliau makan, karena kadang kakek juga sudah tidak dapat memakan sembarang jenis makanan akibat alerginya. Saat akan ke rumah kakek pun kami kadang harus berlomba dengan waktu loh. Jangan salah, kakek adalah salah satu orang dengan jam terbang yang tergolong tinggi. Jangan pikir artis aja yang kek gitu, kakek kami pun juga kek gitu, bahkan kemungkinan menurun ke turunanya. Buktinya si Curly ini jam terbangnya tinggi, tiap 2 bulan sekali bolak-balik nyebrang pulau. Hahaha. Ehh, back to Kakek. Jadi telat dikit tiba di rumah kakek, beliau sudah tidak ada. Biasanya pagi hari beliau sudah jalan ke sawah sambil menenteng payung warna-warni super gedenya, dan beliau akan nongkrong di sawah sampai sore. Sepulang dari sawah, beliau akan lanjut untuk ibadah di rumah tetangga (beliau juga adalah seorang majelis gereja). Mau ketemu malam hari sepulang ibadah, hadeuuhhh, udara dingin Toraja di malam hari tidak dapat ditahan oleh tubuh anak muda ini. hahaha. Kalo bukan pagi hari, berarti anda harus kembali legi keesokan harinya, pada pagi hari juga. haha. Jadi seperti itu kebiasaan kami setiap kali kembali ke kampung, yaitu bertemu kakek..
Saat saya menyelesaikan study S1, saya masih sempat beberapa bulan menjadi pengacara (pengangguran banyak acara) yang galau dengan setiap surat lamara yang dikirimkan. Beberapa kali bolak-balik Makassar-Toraja, dan masih dengan kebiasaan yang sama yaitu mengunjungi kakek. Nasehat untuk yang masih sekolah dan yang udah selesai sekolah (alias nganggur) emang beda yah. Saat itu saya lagi santai-santai, ehhh gak ada hujan gak ada angin langsung meluncur kata-kata nasehat untuk cucunya paling Karibo kece sejagat ini, “Dau mendapo’ ke tae’ pa mu ma’jama. Dau daka’ tau mambela, tae’ na di bela male lako dau. Yake ma’jama moko, dau langsung mendapo’, di ben dolo tomatuanta tu gaji ta. Parallu to menabung.” (jangan menikah dulu kelo belum kerja. Gak usah cari orang jauh, nanti kami susah kalo mau ke sana. Kalo udah kerja jangan langsung nikah, orang tua dulu yang diberikan gaji kita. Menabung itu perlu)
Postingan saat dapat ceramah tiba-tiba dari kakek. Saking membekasnya sampe di buat postingan. ^_^


Ruarrr biasa!! Otomatis eike shock lah bo. Tiba-tiba ngomongin soal mendapo’ alias nikah. Udah galau kerjaan, ditambahin lagi galau mendapo’nya. Kakekku udah nasehatin mendapo’ tuh, kamunya di mana sekarang? Ehh. Hahaha. Iyup. Nasehat berganti mengenai pekerjaan dan pasangan hidup. Hadeuhhh. -_-. Tapi, sebagai cucu yang baik hati dan tidak sombong dan tidak makan sabun, saya tetap mendengarkan nasehat itu.
Sekarang, Curly sudah bekerja dan merantau di tempat yang jauhhhhhhh banget, yang kalo dari kampung ke tempat kerja harus melalui 3 jenis transportasi dulu untuk bisa sampai, yaitu transportasi darat, laut, dan udara. Untungnya setiap 2 bulan kami memliki jatah libur selama 2 minggu yang pastinya kesempatan itu saya gunakan untuk pulkam. Setiap kali pulang kampung, hal yang sama tetap kami lakukan. Setiap libur dan balik ke Toraja, hal pertama yang kami lakukan saat sudah tiba di Toraja adalah, masuk rumah dan langsung tidur, soalnya tibanya subuh. Yaeyaallaahh!!! :D Sebelum ke mana-mana kami mengunjungi kakek, membawa ole-ole atau sekadar menyapa menanyakan kabar. Semenjak kerja, waktu yang saya habiskan jika berkunjung ke rumah kakek lumayan lebih lama dari biasanya, apalagi kalo beliau lagi ada di rumah. Banyak yang kami bicarakan. Lebih tepatnya beliau yang lebih banyak bicara, dan kami hanya mendengarkan sambil sesekali menimpali, yang harus dilakukan sambil teriak. Pendengaran kakek udah terganggu sekarang, jadi harus bicara dengan volume yang agak besar. Jadi kalo ada yang dengar di jalan, mungkin ada yang berpikir kalo kami sedang marah sama kakek. Padahal kannn,, ahhhsudahhlahhh. :D
Kebanyakan yang kakek bicarakan adalah aktifitasnya selama ini. Ke mana saja uangnya habis digunakan, habis potong babi di mana, habis acara orang mati di mana, dll.  Selain itu, tentang pekerjaan kami, kebetulan saya dan Erik adalah cucunya yang saat ini sudah bekerja. Entah kenapa kakek sangat menjunjung tinggi yang namanya menjadi PNS. Mungkin karena beliau adalah seorang PNS yang notabene bisa dibiayai seumur hidup. Beliau gak suka dengan orang yang gak punya pekerjaan tetap karena beliau berpikir, jika tidak ada penghasilan tetap tiap bulan, apa yang akan digunakan untuk menghidupi cucunya kelak. How sweet!! Selain pekerjaan, masih ada satu hal yang tidak pernah absen disampaikan saat kami  mengunjunginya. Masih dengan masalah pasangan hidup. Sekali lagi saudara-saudara, PASANGAN HIDUP. Menabung dulu, gaji diberikan dulu ke orang tua, jangan langsung menikah, and something like that. Di situ kadang saya merasa lelah. Haha. Banyak yang beliau ceritakan, dan saya juga senang mendengarnya, atau sekedar melihat beliau bercerita sambil tersenyum. Salah satu moment yang paling saya suka saat berbicara dengan kakek, yaitu beliau tersenyum.
Itu kebiasaan kami setiap kali pulang kampung, mengunjungi kakek. Gak ada yang berubah. Mungkin yang berubah adalah, dulu kami yang meminta uang dari kakek, tapi sekarang sepertinya sudah saatnya kami yang memberikannya perhatian dalam bentuk apapun. Terakhir saya ke sana, kakek kebetulan lagi ada di rumah, karena sudah beberapa hari sakit dan gak bisa keluar rumah. Beliau, seperti biasa, bercerita tentang aktifitasnya, uangnya yang habis untuk ‘mantunu, bayar utang, dll. Kue  yang saya bawakan (Brownis Amanda) juga sama sekali gak dimakan, beliau gak suka dengan kue itu. Beliau sukanya roti biasa aja. Keadaan usia yang sudah tua, menjadi salah satu penyebab banyaknya penyakit yang menggerogoti. Ditambah lagi kebiasaan buruknya yang suka minum ‘tuak/ballo’.
Demikian sedikit yang dapat saya ceritakan tentang kakek. Seorang sosok pendidik dan orang tua yang melekat di hati anak dan cucunya. We love you grandpa. Keep healthy yahh.

_curly_

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts