Itu di mana? Bukan! Bukan
tempat syutingnya Harry Potter koq. Ini masih di Indonesia, masih di
Kalimantan, masih di Balikpapan.
Kota Balikpapan tidak
se’gersang kawasan wisata’ seperti yang saya bayangkan saat baru menginjakkan
kaki pertama kali di kota ini. Saya pikir Balikpapan hanya menyuguhkan
keindahan tata kotanya saja, atau pantainya yang menurut saya biasa saja, gak
semenarik pantai di Sulawesi. Saya juga sempat berpikir bahwa Balikpapan tidak
memiliki kawasan wisata alam seperti Daerah asal saya, Tana Toraja. Tapi pemikiran
itu berubah semenjak negara api menyerang. Hehe.
Balikpapan
menyembunyikan sebuah lokasi wisata yang sayang kalo gak dinikmati. Margomulyo
Mangrove Conservation. Sebuah daerah tempat konservasi hutan bakau yang
letaknya tidak jauh dari pusat kota. Konservasi ini terletak di Kelurahan Margo
Mulyo, Kecamatan Balikpapan Barat, Balikpapan, Kalimantan Timur, Indonesia.
Untuk mencapai daerah
ini tidak dibutuhkan waktu yang lama, kurang lebih 30 menit dari pusat kota
Balikpapan (Klandasan itu pusat kota kan yah? Hehe). Nah, berhubung kemarin
Curly berangkatnya bukan dari pusat kota tapi dari pinggiran kota, jadi waktu
temputhnya hanya sekitar 15 menit menggunakan kendaraan motor. Bentar doang,
hanya saja karena kita salah tempat masuk makanya harus mutar lagi untuk bisa
masuk melalui jalan yang terbuka. Pintu masuk Konservasi ini kemarin tertutup,
makanya kami mutar dan masuk lewat akses lain, yaitu di samping SMK 8 Mangrove
(kalo gak salah yah nama SMK nya).
14 Februari 2016, pada
Minggu sore yang cerah (atau panas yah?), inilah perjalanan hari Valentine
kami. Saya yang pada saat itu masih berada di Balikpapan diajakin kk2 ketjeh
untuk jalan-jalan ke Hutan Mangrove. Berhubung lagi ga ada kerjaan dan bĂȘte di
rumah, Curly pun menerima ajakannya, jadilah Curly yang paling muda dan paling
siap di bully. Tapi bukan soal pem’bully’an yang akan saya ceritakan, tapi
mengenai tempat wisata ini.
Jadi ini adalah first
time buat Curly mengunjungi tempat ini. Seperti saat ke tempat baru lainnya, pasti
akan ada pertanyaan tentang bagaimana tempat yang akan dituju itu nantinya. Dari
rentang 1-10, nilai untuk tempat ini berada pada posisi angka berapa. Pasti itu
yang ada di dalam otak.
Sepanjang perjalanan
menuju kawasan konservasi, terlihat perumahan padat penduduk yang di bangun di
lereng-lereng bukit kota Balikpapan. Semakin mendekat ke area konservasi, keadaan
rumah pun juga mulai berubah. Berubah menjadi rumah panggung yang terbuat dari
kayu ulin, antisipasi jika air laut mulai pasang. Perahu-perahu nelayan yang parkir
di sepanjang pinggiran hutan bakau menunjukkan salah satu mata pencaharian
warga di sana. Tidak jarang juga di pinggir jalan terlihat ibu-ibu menjajakan
kepiting dalam berbagai ukuran.
Akhirnya kami tiba di
pintu masuk (Samping SMK 8 Mangrove) setelah sebelumnya sempat salah alamat
pintu masuk. Kami pun memarkir kendaraan di samping pagar sekolah tersebut. Di tempat
itu juga sudah terpakir beberapa motor yang mengindikasikan bahwa kami bukan
satu-satunya ‘penikmat’ yang mengunjungi tempat konservasi ini pada sore itu. Perjalanan
menggunakan kaki pun dimulai, dengan melewati jembatan kayu dari kayu ulin, yang
juga menjadi salah satu penghubung rumah warga yang membangun di daerah
tersebut. Pintu masuk kawasan pun mulai kelihatan. Kami tetap melanjutkan
perjalanan sampai kami dihentikan oleh sapaan warga setempat yang mengatakan
bahwa kami harus
bayar biaya masuk sebesar 10rb. Saya berpikir
bahwa biaya masuk tersebut akan dibayarkan di pintu masuk kawasan, mungkin akan
ada petugas yang akan menagih biaya kontribusi nya, namun ternyata tidak
seperti yang saya pikirkan. Kami harus membayar biaya masuk kepada warga yang
menyapa kami tadi. Entah mereka ditugaskan untuk menagih atau seperti apa. Hal ini
menunjukkan bahwa kawasan ini belum tertata dengan baik. Terbukti dari pintu
masuknya yang tertutup tanpa ada sign yang menunjukkan bahwa itu adalah kawasan
mangrove, tempat parkirnya yang seadanya, dan biaya kontribusi yang tidak jelas
tujuannya kemana, apakah untuk biaya kebersihan kawasan ataukah untuk yang
lainnya.

Kami pun melanjutkan
perjalanan di sepanjang jembatan kayu ulin yang membelah kawasan mangrove. Di
dekat pintu masuk, pohon mangrove masih kelihatan sangat rimbun, dengan papan
informasi nama pohon yang tumbuh di hutan ini. jadi sekiranya saat keluar dari
wilayah sini dan tiba-tiba ada post tesr, kami udah siap. Hehe. Semakin ke
dalam, jumlahnya pohonnya semakin berkurang bahkan yang kelihatan sebagian
besar adalah rawa-rawa yang dihuni oleh kepiting dan ikan.
Ngomong-ngomong soal
kepiting. Kepiting di perairan payau ini terlihat berbeda dari kepiting yang saya
lihat sebelumnya. Kepiting ini memiliki warna yang unik, biru metalik yang
terlihat indah saat mereka berpindah tempat. Selain itu ada semacam ikan yang
dapat berjalan di lumpur dengan menggunakan siripnya. Awalnya saya berpikir itu
bukan ikan, karena dia bisa berjalan, tapi ternyata siripnya yang difungsikan
sebagai kaki. Saya kurang tahu itu ikan jenis apa, karena pengetahuan tentang
ikan sangat minim. Mungkin di tempat seperti ini diperlukan guide yang dapat
menjelaskan mengenai hutan ini dan isinya sehingga bukan hanya ‘cuci mata’ yang
dapat dilakukan pengunjung di sini, tapi juga dapat menambah pengetahuan bahkan
bisa dijadikan kawasan wisata pendidikan.
Oyah, selain pemandangan alamnya dan udara segarnya yang bisa dinikmati, tempat ini juga bisa menjadi salah satu pilihan untuk hunting foto. Spot yang disajikan juga tidak kalah menarik. perpaduan antara jembatan kayu, rawa, ranting, dan langit dapat menambah kesan "wow". Untuk foto prewedding misalnya, gak salah milih spot di tempat ini, seperti pada gambar di bawah ini. Itu hanya contoh yah, pasangannya belum peka jadi masih sendiri fotonya. :D (Sebenarnya salah satu foto narsis terbaik jadi wajib ada di dalam blog ini, walaupun gak nyambung sama sekali, jadi tolong di pahami yah? :D)
Semakin ke dalam, saya
melihat beberapa lego-lego yang mungkin tujuannya untuk dijadikan tempat istirahat
bagi pengunjung. Dan terakhir sebuah bangunan tinggi seperti mercusuar yang memperlihatkan
kawasan mangrove dari ketinggian. Mungkin tujuannya sebagai view point atau
mungkin ada tujuan lain, sekali lagi saya sepertinya butuh guide di sini.
Jembatan ulin
sepertinya masih panjang, tapi kami datang di waktu yang kurang tepat
(mendung), kami memutuskan untuk kembali apalagi pada saat itu waktu sudah
menunjukkan pukul 18.30. keadaan sudah mulai gelap dan air laut juga sudah
mulai pasang. Untuk yang akan berkunjung ke sini, mungkin sebaiknya datang pada
pagi hari atau siang hari agar tidak mendapatkan gelap di sini.
That’s our express
trip to Margomulyo Mangrove Conservation.
Hope you like this.
.
.
.
.
.
Uyeahh. First time
menulis tentang trip. Tangan udah gatal banget pengen nulit, mau buat caption
di FB takutnya orang terganggu dengan tulisan eike. Yasudahlah, memberdayakan
blog kalo gitu.
Semoga gak ada kata
malas lagi deh, semoga bisa dilanjutkan ini blognya deh.
Buat yang sempat baca
dan expert dalam hal tulis menulis blog mengenai tempat wisata, tolong jangan
muntah baca postingan gue, dan tolong jangan keracunan yah.
And this is our crew while going for trip Yesterday.
Very big thanks to you all kakaks. I enjoy my holiday (exactly its not holiday)
Happy Holiday
Happy Express Holiday
Happy Valentine