Selasa, 05 September 2017

Dongeng Butiran Debu - Part 2

Kelas Jauh Sesesalu

29 Agustus 2017
Dimulailah kegiatan yang lumayan menguras tenaga. Hari ini kami akan mengunjungi sekolah dengan bangunan yang belum permanen di daerah Palesan bersama Kak Jemi. Kami sudah sepakat untuk berangkat jam 7 pagi dari Hotel Misiliana tempat rombongan nanti akan menginap. Well, saya agak telat sih tiba di hotel, soalnya jam segitu angkot jarang dan bertepatan dengan hari Pasar Bolu (Pasar terbesar di Toraja). Alhasil setengah 8 baru tiba di hotel, tapi untungnya Kak Jemi masih sarapan, jadilah eike menunggu sambil baca koran digital dulu, biar gak kudet sisss :D. Sebelum berangkat, Kak Jemi sempat mengkonfirmasi mengenai wilayah SD yang akan dituju, apakah sudah benar di Wilayah Tana Toraja karena malam sebelumnya beliau diberitahukan oleh orang pemerintah bahwa lokasi Sesesalu tersebut berada di Toraja Utara. Ya Tana Toraja dong, entahlah yah kalau ada daerah di Toraja Utara yang bernama Sesesalu, namun daerah yang kami datangi sehari sebelumnya ini, saya yakin 100% berada di Wilayah Tana Toraja. Amin. :D

Kami berangkat hampir jam 8 bersama kak Jemi & Kak Dedi, salah satu General Service (same with General Affair in other company) di Bank Mega Palopo merangkap driver selama kegiatan di Toraja dan nanti akan ketahuan merangkap sebagai motivator :D. Setelah menjemput Kak Nova & Citra, dan di Makale kak Jemi singgah beli simcard (ternyata kartunya gak bisa pake nelpon makanya minta tolong aku telpon orang Frisian Flag), kami pun berangkat menuju lokasi dengan sebuah lagu dan tidak lupa membeli cemilan cepuluh. Jalan menuju lokasi sekolah medannya belok-belok, sempit, tanjakan dan turunan curam sehingga agak ngeri jika orang yang belum tahu medan yang membawa kendaraan. Untungnya Kak Dedy adalah orang Toraja (tapi namanya tidak ada Toraja sama sekali, malah nama Jawa -_-) yang lumayan tahu medan di daerah pelosok Tana Toraja, jadi bisa lebih tenanglah. 

Perjalanan ke lokasi sekolah ditempuh selama kurang lebih 2 jam, dengan obrolan ngalor ngidul seru bersama 2 orang gila di samping saya (baca Budos & Cittara, piss), trus ngobrol sama kak Dedy yang ternyata alumni anak Rantelemo dan 1 almamater di SMP (kami baru lahir dia udah SMP, bagusnya di panggil Om kali yah, oke kita panggil OM), trus ngobrol banyak hal sama Kak Jemi sekalian menjelaskan tentang Toraja, yahh walaupun kadang di cuekin kalo di ajak ngomong dan dia sibuk sama dunia HP-nya, saat itulah keluar komentar dari Kak Nova, "kadong...kadong..", hehe. Orang penting banyak urusan gitu kali yah? Ngurusin segala hal lewat HP dan mengabaikan sekitar, itu kalo ada gempa bumi 10 SR mungkin gak akan digubris juga kali yah, yg ada gempa buminya yang sakit hati karena dicuekin, hehe. But overall seru banget. 
Playing together on the Field
Tiba di lokasi tujuan, lebih tepatnya pertigaan menuju sekolah karena sekolahnya bukan di pinggir jalan, kami mulai galau dengan akses menuju ke sana. Saat survey kami menggunakan motor dan motornya kami parkir di atas jalan sementara kami berjalan kaki ke sekolah melalui jalan setapak, dan sebelumnya tidak mengecek kondisi jalanan mobil yang menuju ke sekolah. Bingung antara akan menggunakan mobil ke sekolah atau berjalan kaki melalui jalur yang kami lalui saat survey. Kami pun bertanya kepada seorang ibu yang akan pergi acara nikahan yang kebetulan lewat di tempat tersebut. Berdasarkan informasi si ibu, mobil yang kami gunakan bisa bisa tembus ke lokasi sekolah, "melo lalan rokko, di cor sia mo (bagus koq jalan ke bawah, sudah di cor)". Okay, fine. Akhirnya mobil di turunkan ke jalanan curam yang katanya sudah di cor tersebut. Kami bertemu dengan rombongan ibu-ibu berpakaian adat yang akan menuju acara nikahan, ternyata kita sejalur. Mengetahui tujuan kami, salah seorang ibu berteriak, "o iyo, ya mo tu lalanna, tarru'-tarru' bang mokomi (sudah betul itu jalannya, terus-terus saja nanti)." Maka semakin yakinlah kami. 

Ternyata ada pertigaan jalan, yang satu terus dengan medan turunan curam, yang satu ke arah kanan namun tidak dapat dilalui mobil. Kak Dedy membawa mobil terus ke bawah, ternyata jalannya curam sekali. Saat itu saya berpikir, sepertinya kelewatan deh, sekolah itu gak jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki, ini kenapa udah ke bawah banget jalanannya. Tapi karena kemarin kami emang tidak mengecek jalanan mobil jadi yasudah, diam 1000 bahasa. Di bawah sekolah tersebut terdapat sebuah Patane (kuburan khas Suku Toraja yang dari luar terlihat seperti rumah), dan sepertinya saya melihat patane tersebut dari bawah. Mobil terus melaju ke bawah, jalanan semakin curam dan melewati kerikil-kerikil yang di tumpuk di sisi jalan, sepertinya persiapan untuk perbaikan jalan, hingga akhirnya kami tiba di sebuah gereja (Sudah di cor yah buk? Terus-terus saja yah buk?  -_-). Beneran kelewatan. Kami bertanya kepada orang di gereja, ternyata mereka juga adalah pendatang. Sempurna. Tapi saya yakin sekolah itu sudah kelewatan, jadi mobil putar balik ke atas. Ternyata ada bapak Ketua RT yang sempat kami temui di rumah Kepala Lembang saat itu yang mengatakan bahwa sekolah sudah kelewatan, harusnya tadi emang belok kanan. Tuhhh kan. So guys, saat ceklok pastikan untuk mengecek semua akses menuju tempat tujuan yah, jangan seperti kami yang setengah-setengah, hehe.
Go back home
Perjuangan mobil tua ini melewati jalanan tanjakan terjal kembali ke jalan awal luar biasa berat. Mobilnya naik tanjakan itu sambil mengejan, tahu kan? Kek ibu-ibu yang lagi melahirkan itu lohhhh, astagaaa. Percobaan pertama mobil nyaris berhasil tiba di bagian tanah yang lumayan rata, tapi karena terlalu banyak batu kerikil mobilnya gak mampu, jadi mobil mundur lagi. Percobaan kedua, mobilnya berusaha menghindari tumpukan kerikil di sebelah kanan supaya bisa lolos naik di tanjakan tapi di sebelah kiri itu jurang coyyyyy. Gileeeeee. Tiga perempuan di atas mobil ini nyaris copot jantung. Tahan napas sambil (kalo saya sih) berdoa, hehe, ingat Tuhan di saat-saat genting, ckck. Entah kami semua sudah berpegangan di mana saat itu, saya udah pegang sandaran jok depan, Kak Dedy udah pegang stir mobil sama persneling (yaheyalah, driver), dan kak Jemi udah pegang HP. What?? Ternyata dia lagi sibuk merekam detik-detik perjuangan mobil ini, ebuseett sempat amat yah. Tapi untungnya, dengan penuh ngos-ngosan (penumpangnya), mobil ini bisa melewati tanjakan pertama. Pertama??? Yuhuu, masih ada 2 tanjakan lagi untuk bisa sampai di pertigaan menuju sekolah. Duaaaaa (nyanyi Sarimi isi 2). Perjuangan di kedua tanjakan selanjutnya juga sama aja dengan sebelumnya. Maju mundur horor, plus ngejan, plus bau kampas. Pfftthhh. Perjalanan ini, seperti jadi saksi, butiran debu bermandi debu :D. Akhirnya bisa tiba di pertigaan setelah terjadi drama Kak Jemi nyeker pasang batu untuk ganjal ban mobil. Yeayy.
Taking pictures of Kelas Jauh Sesesalu's Students
Sekolah!! Sekolahnya masih seperti ketika kami datang survey. Masih terdiri dari 2 bangunan permanen dan 1 bangunan darurat. Bedanya, saat itu siswanya lagi belajar di kelas, tapi gurunya hanya satu yang sedang mengajar di kelas 1, dua kelas lainnya tidak ada guru yang mengajar, mereka mengerjakan tugas dari LKS masing-masing, di kelas 3 katanya anak ibu gurunya sakit jadi gak bisa hadir mengajar. What the......!
Kelas 3 Tanpa Guru
Kami langsung berpencar mengecek kondisi sekolah sambil foto sana-sini, di dalam dan di luar kelas, tidak lupa memanfaatkan drone untuk mengambil gambar dari udara, dan pastinya tidak lupa IG Story, *ehhh. Kami mengajak mereka untuk berfoto bersama di depan sekolah. Yang awalnya mereka malu-malu, akhirnya lari-lari gak tahu malu trus berkumpul di depan sekolah, hehe. 
Main pesawat-pesawatan bareng Kak Jemi
"Siapa mau main pesawat-pesawatan?", tanya Kak Jemi. Semua anak-anak di ajak berkumpul dan mulai memasang pretelan Drone tersebut. Satu hal yang menarik, yaitu melihat wajah penasaran adik-adik di sekolah ini. Mereka berkeliling mengerumuni Kak Jemi sampai selesai memasang Drone lalu siap di terbangkan. Saat Drone terbang, mereka terlihat bahagia berlari sambil berteriak menjauhi Drone yang kadang mendekat. Ahh, anak-anak itu. Lucu banget sih. 
Kadang saya rindu menjadi anak-anak yang bisa berteriak lepas untuk hal yang baru tanpa peduli kakinya menggunakan alas atau tidak.
Laughing. Happy.

Matahari semakin terik sehingga pengambilan gambar adik-adik harus di akhiri, mereka kembali ke kelas masing-masing. Tapi masih ada satu dua yang keluar kelas, saling dorong dorongan, manjat kelas darurat, atau bahkan menunjukkan kemampuan salto mereka, yaaa cari perhatian ala anak-anak. Sementara itu kami ngobrol dengan ibu guru kelas satu yang ternyata baru saja mendapat gelar sarjananya menunggu waktu wisuda, ada juga beberapa orang tua murid yang menunggu anak mereka selesai belajar untuk menuju ke acara nikahan yang tidak jauh dari sekolah, sudah bawa baju ganti dong. Sekolah ini masuk dalam Wilayah Kampung Sesesalu, terdiri atas 3 kelas yaitu kelas 1 sampai kelas 3, sedangkan siswa kelas 4 - 6 yang tinggal di dalam kampung tersebut harus melanjutkan sekolah di Sekolah Induk di SD Pangdo, sekitar 4 KM dari daerah tersebut, pulang pergi totalnya 8 - 10 KM. Gimana kalo jalan kaki yah? Kami aja naik motor ke SD Induk sekitar 15 menit. 
Kondisi salah satu ruangan di Kelas Jauh Sesesalu
Puas mengambil gambar dan ngobrol, kami mengakhiri kunjungan kami. Adik-adik juga sudah selesai belajar dan akan kembali ke rumah masing-masing. It's time to go back, see you adik-adik. Selanjutnya kami akan ke sekolah yang akan dikunjungi oleh Ibu Anita keesokan harinya, di Malimbong, untuk pengecekan langsung oleh Kak Jemi. Jalan saat datang tadi kembali kami lalui dan tiba di Malimbong sekitar pukul 11.30. 

Tanpa membuang waktu, pengecekan langsung di lakukan, mulai dari lokasi penyambutan, kebersihan sekolah, kelas tempat penyuluhan yang isinya masih kebanyakan meja jadi harus di keluarin, pemasangan foto presiden alih-alih foto bupati, hal-hal yang tidak boleh ada ketika Ibu muncul, dan melihat persiapan penampilan dari adik-adik yang durasinya lama banget tapi berhasil di cut di beberapa bagian sehingga pelaksanaannya tidak terlalu lama. Setelah memastikan semua hal yang harus saya re-check besok pagi, karena Kak Jemi akan datang bersama rombongan pada siang hari sementara para volunteer akan mengambil alih kegiatan pagi harinya, berkoordinasi dengan pihak sekolah, main drone (lagi) sebentar lalu kembali ke Makale berhubung perut sudah meronta-ronta minta makan, apalagi rombongan Ibu Anita sebentar lagi memasuki Toraja, yang artinya kak Jemi akan mengikuti protokol kegiatan rombongan. 

Setengah jam perjalanan menuju Mitra Fatma di Makale rasanya lamaaa sekali karena perut sudah mulai keroncongan, cemilan untuk mengganjal pun tidak mempan. Ketika tiba di warung makan, tanpa babibu, langsung pesan makan, makanan datang, makan dengan kusyuk, kenyaangggg. Pfftthhh, thank God! Actually, sementara makan juga masih nelpon mengurus kepastian donasi susu dari Frisian Flag, jadi sebenarnya masih harap-harap cemas tentang donasi susu.

Setelah selesai makan, kami langsung menuju Rujab Wakil Bupati, untuk mengantar Kak Jemi doang yahh, hehe, apalah kami ini butiran debu mau di bawa-bawa ke tempat penting *melipir ke pojokan*. Sementara itu kami akan kembali untuk mengurus keperluan yang belum selesai seperti cetak banner, siapkan peralatan untuk di sekolah yang belum selesai seperti Form 'Cita-citakku', bagi baju untuk volunteer, kumpulkan nametang, dll, ternyata masih banyak yahh. 

Sepanjang perjalanan pulang, Kak Dedy ngomong terusssss tentang pengalamannya bekerja di bawah naungan CT Corporate, tentang kerja tanpa menuntut nilai dulu tapi memberikan yang terbaik, tentang keberanian mengambil keputusan, pokoknya 'sahabat saya yang super banget deh', hehe. Tapi seru jadi saya pribadi merasa semakin termotivasi mengikuti kegiatan sosial seperti ini. Selain itu membahas tentang Faktor X yang akan terjadi dalam setiap kegiatan seperti ini.Hal tersebut pasti akan dialami, dan itulah yang akan mengajar kita untuk mengambil keputusan dalam keadaan terjepit, alias berimprovisasi, so be ready. Keknya balik ke Palopo nanti Kak Dedy langsung bikin acara talkshow yah :D.

Semakin mendekati Hari H, makin banyak hal yang bikin stress yah. Tiba-tiba baju harus di berikan ke saudara ibu yang ikut datang jadi otomatis ada 1 volunteer yang gak dapat baju, putar otak gimana caranya agar semua volunteer bisa pake baju seragam CT ARSA, akhirnya Kak Jemi mengikhlaskan bajunya untuk di gunakan. Berhubung gak enak juga mau ngasih teman-teman baju bekas pakai (yakan?) jadi yasudah, Curly aja yang pake bajunya, baju yang seharian udah di pake ceklok tapi katanya udah di laundry manual by himself :D

Itu baru masalah baju yah. Saat tiba di rumah, berharap bisa fokus untuk menyelesaikan kegiatan besok, ehh ternyata donasi susu belum dibicarakan dengan manager Area Frisian Flag, jadi ngurusin susu sampai fix tempat ambilnya kapan dan di mana. Malamnya masih harus ngurusin kendaraan untuk besok berhubung mobil yang disediakan cuma 1 yang artinya gak cukup karena bareng barang-barang donasi. Memastikan rundown kegiatan plus PJ-nya, bahkan kami masih sempat sharing lagu gerakan dan tepuk semangat. Setelah komunikasi dengan Kak Dedy, maka sepakatlah kami bersiap-siap jam 6 menunggu jemputan. Saya masih mempersiapkan segala hal seperti hal-hal yang harus saya sampaikan saat briefing, estimasi waktu tiap kegiatan, pokoknya rencana perfect dari jam 8 - 11 siang besok, bahkan detailnya saya tuliskan di note HP, barulah tidur sekitar jam 12. Sebagai pengalaman pertama jadi koordinator kegiatan kek gini tentunya saja masih belum bisa membayangkan apa-apa saja yang akan menjadi faktor X -nya jadi persiapan harus detail. Sleep tight!


30 Agustus 2017 (D-day)
Wake up on 4 AM. Wowww. Saking kepikirannya mungkin yah, jadi tidur juga gak tenang. Rencana bangun jam stengah 6 malah lebih cepat dari rencana, ini kalo masih anak sekolah bisa-bisa jadi anak kesayangan mamak banget nih bangun jam segini. Mamak sudah bangun pagi juga masak untuk sarapan, sooo sweet. Pas kutanya kenapa bangun pagi, beliau jawabnya, 
"Kan kau mau berangkat pagi."
Gak nyangka!! Soalnya biasa kalo bangun pagi, komennya gak enak gitu. "Tumben pagi-pagi sudah mandi, mau kemana?" Gitu. Kali ini ternyata semesta mendukung yah, haha.

Rencana awal berangkat jam 6 belum berubah jadi siap-siap sebelum jam tersebut, apalagi Om Dedy sudah pulang ambil susu donasi sebelum jam 6. Tapi Faktor X selanjutnya yang tidak disangka-sangka sehingga bikin menunggu lama dan telat ke lokasi adalah, tadaaaaa... Donasi sikat gigi & pasta gigi sejumlah 176 pcs tidak ada di mobil, entahlah ketinggalan di mana, jadi harus di cari lagi. Ternyata Faktor X pada hari H yang selama perjalanan pulang kemarin sempat di bahas itu kejadian beneran di awal kegiatan, Sikat gigi & Pasta Gigi soalnya ibu akan penyuluhan Gigi dan Mulut nanti. Faktor X-nya justru salah satu hal utama dalam kegiatan ini. Nyaris!! Sementara kami menunggu ternyata Kak Dedy masih sibuk cari toko yang sudah buka jam segitu di Rantepao dengan jumlah sikat gigi & pasta gigi sebanyak 176 pcs dan merk yang sama. Udah telat banget kalo masih mau menunggu, jadi kami memutuskan untuk berangkat duluan saja menggunakan mobil sewa, nanti Kak Dedy nyusul, yang penting susu bisa tiba sebelum jam 10 karena pembagian susu rencananya jam 10. Untung tim yang 1 sudah tiba lebih dulu di lokasi jadi bisa sambil ngajarin Tepuk Semangat dan mengecek ulang beberapa temuan kemarin. First improvisation. Dalam keadaan seperti ini kadang langsung keluar komentar seperti, 'kenapa gak di cek dari kemarin sih', atau 'harusnya kemarin tuh gini', tapi yang ingin saya katakan:
"Berhenti menanyakan 'kenapa' mulailah berkata 'bagaimana kalau sekarang begini saja'."
Atasan saya dulu pernah mengatakan, "tidak masalah jika kamu melakukan kesalahan, tapi yang penting bagaimana kamu menyelesaikan masalah tersebut." Kalau sudah terjadi tidak mungkin kembali ke masa lalu kan? We have to move on, and we have to be creative. Right?
Gladi Resik di SD Kole bersama Pa'tirra'
Memimpin 'Tepuk Semangat'
Waktu keberangkatan yang telat berdampak pada kegiatan yang otomatis tidak sesuai dengan rundown yang sudah di buat sesempurna mungkin di malam sebelumnya. Good bye perfect rundown. Banyak kegiatan yang harus di skip akibat beberapa drama gak perlu seperti para penari yang belum selesai makeup jadi gak ikut gladi, games bersama di lapangan, perkenalan semua volunteer, bahkan gladi pun harus pre-memory di beberapa item. 
Lagu 'Cuci Tangan' Bersama Kakak-Kakak Volunteer ARSA
"Kakak bantu pasang pitanya yah."
Setelah tepuk semangat, yang goyangannya asoy geboy, dan pembagian kelompok selesai di bagikan, adik-adik langsung masuk ke kelas sesuai kelompoknya untuk materi singkat selama setengah jam, dari estimasi sebelumnya 1,5 jam. Terlalu banyak drama skip-skip hari ini sepertinya. Buseettt, lari sana sini dehh. Belum lagi drama nametag yang kurang, staples gak tau di bawa ke mana, form 'Cita-Citaku' kurang, alamaakkkk. Too much drama yahh, haha.
Pembagian Susu Donasi dari Frisian Flag
Untungnya dari drama-drama yang ada, masih ada bantuan dari Om Dedy untuk foto sana-sini utamanya untuk dokumentasi Frisian Flag selaku donatur dan bapak-bapak guru yang bantuin angkat susu ke tiap kelas, maacihhhh. 30 menit yang melelahkan banget bo'. :D
Ibu Anita & Ibu Ira memasuki sekolah diiringi Pa'tirra' dan Pa'gellu'
Ibu Anita ikut menari bersama Pa'gellu'
Rombongan tiba sesuai rencana dan kegiatan berlanjut sampai selesainya kegiatan yang sudah direncanakan. Sosialisasi Gigi & Mulut dari Ibu Anita Ratnasari Tanjung dan dilanjutkan dengan pembagian donasi tas sekolah.
Penyuluhan Gigi  & Mulut oleh Ibu Anita

Tanya Jawab

Tepuk Semangat bersama Adik-adik SD Kole, Ibu Anita, Kak Jemi, & Volunteer
Sedikit perasaan khawatir saat pembagian tas yang dipikir tidak cukup ternyata pas-pasan, woww. Kegiatan diakhiri dengan foto bersama di lapangan. Finally done! Pikir ku.

Pembagian Donasi Tas Sekolah
Foro Bersama Adik-Adik SD Kole
Setelah bubar, Ibu Anita langsung menyapa volunteer untuk mengucapkan terima kasih. Ibunya baik banget, langsung menyapa dan mendatangi kami, enggak terbalik yah? Setelah foto bareng Ibu Anita, kami berkumpul di ruang guru untuk dijamu makanan dari pihak sekolah (wahhhh butiran debu akhirnya mendapat jamuan, hehe).
Perempuan Setrong as Komunitas ARSA's Volunteer

Actually, Ibu pengen ngobtol bareng para volunteer, tapi di suruh wawancara dulu sama media tentang CT ARSA Toraja. OMG, gak siap! Pengalaman pertama kali diwawancarai di depan kamera otomatis membuat saya grogi dong yah. Sempat gak tahu mau ngomong apa, takut ngelantur, takut kesurupan, takut ngomong yang engga-enggak, takut curhat, *ehh. Selesai wawancara, foto bareng lagi, lalu mengikuti rombongan dengan segala kegiatannya.
Wawancara CNN
Mengikuti kegiatan orang penting itu rempong yah? Ngikutin doang, gak ngapa-ngapain, apalagi kalo sudah di kelilingi sama orang penting lainnya (atau orang yang BERKEPENTINGAN lain?). Makan siang bareng, maksudnya di tempat yang sama tapi gak duduk bareng, kita mah apa atuh 'butiran debu', ke acara lain bareng, tapi nunggu di luar sementara yang berkepentingan duduk di sofa. Kadang mikir, kenapa harus diikutin coba? Tapi mungkin gitu kali yah konsepnya cari muka, mungkin karena kebanyakan buang muka, hehe. Ngikutin rombongan aja walaupun gak diperhatikan.
Ibu Anita, Kak Jemi, & Volunteer ARSA
Hal berbeda dengan Ibu Anita. Kami sebagai volunteer merasa diperhatikan. Disaat beliau harusnya berbicara dengan ibuk-ibuk pejabat penting lainnya setelah kegiatan di sekolah, beliau malah menyapa kami dan mengajak foto bareng. Beliau mengajak untuk ngobrol bareng, walaupun ujung-ujungnya gak sempat karena dihadapkan pada jadwal padat mengunjungi rumah orang besar, hehehe. Tapi kesempatan ngobrol itu ternyata masih ada. 
Wefie with Low Profile Women
Di Pango-Pango kami memiliki kesempatan yang bagus untuk ngobrol santai bersama Ibu Anita tanpa 'diganggu' oleh protokoler yang ada, di sini kami diminta memanggil beliau dengan sebutan 'Bunda'. Diawali dengan minta selfi bareng yang dipenuhi dengan senang hati oleh Bunda, kemudian duduk di sebuah Gazebo membahas keikutsertaan kami di kegiatannya kali ini. Banyak yang kami bicarakan, di antaranya rasa penasaran Bunda tentang 'penemuan' lokasi sekolah di Palesan, Komunitas Galampang Pustaka Toraja yang masih kekurangan buku, perkembangan pendidikan di Toraja, permintaan Bunda untuk mengikuti perkembangan sosial di Tana Toraja, bahkan tepat pada hari itu, 30 Agustus 2017, terbentuknya Komunitas ARSA Toraja dengan satu pesan, "Ingat yah, Anak ARSA itu harus jadi contoh yang baik. Jangan sampai ada komen negatif tentang ARSA karena anggotanya memberikan kesan buruk", tanggung jawab moral gengs. 
Ngobrol bersama Ibu Anita
Melalui pembicaraan yang singkat ini, saya melihat kesederhanaan di balik kulit terawat beliau, yang kalau dibandingkan dengan saya seperti awan putih dengan pantat wajan gosong, hehe. Ada kesederhanaan dan rendah hati di balik tindakan sederhana yang dilakukannya, seperti bersedia selfi, memeluk kami, mencubit pipi kami dengan lembut, tidak masalah duduk di kursi yang bisa mengotori pakaiannya, lebih memilih ngobrol bersama kami membahas kegiatan sosial. 
Sederhana tapi bermakna
Saya langsung merasa tertampar menerima kenyataan bahwa salah satu perempuan yang masuk dalam deretan 10 orang terkaya di Indonesia ini memiliki sifat yang low profile, sementara saya? Kadang masih selektif dalam berbuat baik bahkan masih judge a book by its cover. Menginspirasi sekali.

Pembicaraan kami tidak berlangsung lama karena ibu sudah di panggil oleh para orang-orang 'tinggi' tersebut, yahhh apalah kami ini hanya butiran debu, tapi butiran debu ini sudah mendapatkan suntikan motivasi dan bisa saja butiran debu ini akan menyerang lawannya straight to the point. Menyerang tepat pada titik vital, saking kecilnya dan tidak dianggapnya namun pergerakannya jadi lebih luwes dan sulit di kendalikan, bahkan tepat sasaran. Seperti kalo mata kemasukan debu kan? *tsahhhh apacihh.
Anak Toraja baru pertama kali ke Pango-Pango
Satu hal yang sangat saya syukuri bisa menjadi Volunteer di kegiatan CT ARSA di Toraja adalah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Pango-Pango, yeayyyy. Sepanjang perjalanan ke Pango-Pango, tidak pernah berhenti ngobrol tentang apapun itu yang tentu saja dimotori oleh Om Dedy 'Sahabat Saya yang Super'. Beberapa teman volunteer sudah tidak melanjutkan ke Pango-Pango karena masih ada kegiatan yang harus diselesaikan. Saya? Ikut dong, kapan lagi bisa ke Pango-Pango. Seumur hidup belum pernah mengunjungi tempat wisata ini, sampai akhirnya bisa diwujudkan oleh CT ARSA. Makanya setelah diajak ikutin Ibu ke Pango-Pango, kesempatan emas itu tidak saya buang, ikutaaan  donggggg. Kalau bukan sekarang, kapan lagi *andalan*. Terima Kasih CT ARSA.
Butiran Debu Squad
Flying!!!!
Mumpung di Pango-Pango, kesempatan emas ini dimanfaatkan banget. Setelah ngobrol bareng ibu, kami di ajak untuk minum ngopi. Well, sebagai pasukan butiran debu kami di luar ruangan aja yah menikmati indahnya pemandangan Pango-Pango sementara ibu-ibu pejabat di dalam sana membahas entah apa itu. Di luar kan bisa nyanyi-nyanyi, foto-foto, narsis-narsis, dan ketawa-ketawa bahagia-selalu-selamanya *ehh. Sebagai perempuan narsis di tambah ada yang mau motret, jadi kami memanfaatkan moment ini untuk cekrek sana sini, ketawa sana sini, enjoying life sana sini sebelum meninggalkan Pango-Pango. Kesempatan hunting foto juga terbuka lebar, yahhh walaupun masih belajar foto tapi lumayan lahh (fotonya bisa dilihat di sini kalo sudi mampir). 

Kebahagiaan happy-happy sedikit tercoreng dengan kenyataan bahwa kami masih harus kembali ke Malimbong mengambil buku yang harusnya akan diserahkan ke Bupati tapi ternyata ketinggalan bo'. SEMANGAT!!!!! Sebenarnya 'semangat'nya lebih untuk Om Dedy sih, yang harus nyetir dari subuh, sudah standby ambil susu, cari sikat gigi, antar donasi dari Rantepao ke Malimbong, nyupirin volunteer ikutin kegiatan dari Malimbong sampai Pango-Pango, dan harus kembali lagi nyupir dari Pango-Pango ke Malimbong selama 1 jam demi mengambil buku yang ketinggalan, dan malamnya masih harus menjemput kami satu-satu untuk makan malam di Rujab Bupati. Demi tugas negara, semangat!! SEMANGAT (prokprokprok)..SEMANGAT (prokprokprok).. SE-MA-NGAT!! Eeeee SEMANGAT e-eee SEMANGAT..Eeeee SEMANGAT e-eee SEMANGAT.. SEEEEMANGAT!!!! Ini udah kerasukan setan semangat di sepanjang perjalanan karena udah letih banget (ada yang mau jadi penawar letih? *ehh).
Semangat kakaaa!!!!!
Jadwal terakhir adalah makan malam di Rumah Jabatan Bupati. Karena kurang tidur, tiba di rumah udah gelap, jadi mandi sudah bukan pilihan (gilee aja kurang tidur mau mandi). Yang penting harum laah yahh. Yakan..Yakan?? Hehehehehe.. Dan kembali lagi, untuk pertama kalinya dalam hidup boleh masuk di Rujab Bupati, yang katanya mau diperkenalkan sama bupati tapi ternyata gak jadi, yahh wajarlah yah butiran debu, hehehe, It's okay. Yang penting bisa pamit sama Bunda. Yang penting mah Bundanya. 
Bersama Om Arbain Rambey, Fotografer kecenya Majalah Kompas
Kejutan terakhir adalah, malam itu saya boleh berfoto bersama Om Arbain Rambey, salah satu fotografer senior Kompas yang karyanya kece banget. Kalo selama ini hanya mengikuti karya dan ilmunya lewat Twitter, bahkan pernah ku mention tapi gak di balas, hehe, akhirnya bisa bertemu dan melihat wajah langsungnya. Sebenarnya sudah dengar namanya diperkenalkan di SD tadi siang, gak berani minta foto, hehe. Nanti ada yang duluan minta, baru deh berani minta fotonnya. Daebak!!!
Volunteer with Kak Dedy as a Driver, Motivator, Fotografer, and many more
Dan selesailah rangkaian kegiatan tersebut. Pulang kerumah untuk beristirahat dan tanggung jawab baru untuk mengurus Komunitas ARSA Toraja kedepannya. Seminggu yang begitu luar biasa dengan kejutan-kejutannya. Persiapan seminggu dan kegiatan 2 hari yang memberikan begitu banyak hal tidak di sangka dalam hidupku. Tidak disangka boleh bertemu dengan orang-orang 'besar' super rendah hati seperti Bunda Anita, Kak Jemi, Kak Dedy, dan Om Arbain Rambey. Tidak disangka boleh dipercayakan mengurus kegiatan hari ini sampai ngurusin donasi-donasi. Tidak disangka dapat diwawancara media TV nasional. Tidak disangka bisa mendapatkan pelajaran langsung membentuk Komunitas dari Kak Jemi yang mengatakan bahwa, 
"Dalam komunitas itu wajar jika yang awalnya banyak tapi berakhir tinggal 3-4 orang saja. Disitulah akan kelihatan siapa yang memiliki visi & misi yang sama. Bosan itu wajar. Di situlah kita akan belajar untuk berinovasi untuk membuat kegiatan tidak membosankan." 
Luar biasa! Menyenangkan! Setiap usaha, setiap pengorbanan, setiap rasa sakit hati rasanya terbayar dengan pertemuan yang memberikan motivaasi luar biasa. Aku terharu!! Kanebo pliss.
Bareng Bunda

Bareng Mentor 'Membangun Komunitas'
Mungkin pengalaman ini terjadi hanya sekali seumur hidup bagi saya dan teman-teman, oleh karena itu saya ingin teman-teman di daerah ini juga merasakan energinya. Kerinduan untuk mempertemukan teman-teman saya ini dengan orang-orang hebat yang memberikan inspirasi dalam mengambil setiap keputusan-keputusan dalam hidup, dan saat inilah waktunya. Saya memiliki harapan, setelah bertemu nanti dengan orang-orang 'besar', mereka akan termotivasi menjadi 'orang besar' yang tetap rendah hati, mereka akan semakin termotivasi untuk berani mengambil keputusan sendiri, berani mengambil resiko dalam hidup, merasakan bagaimana asyiknya menjadi volunteer atas passion kita, dan banyak lagi hal-hal luar biasa yang akan didapatkan (walaupun itu bukan dalam bentuk materi). Saya belajar untuk mengambil tanggung jawab dan melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan. Salah satu prinsip saya adalah, "Dalam mengemban suatu tanggungjawab yang sudah dipercayakan, saya akan melakukan yang terbaik yang bisa kulakukan, namun tetap menyerahkan keputusan tertinggi di tangan Tuhan. I will do my best and God will do the rest. Jika terlaksana, akan ada kepuasan, jika tidak sesuai harapan, tidak ada kecewa yang muncul.
Berserah tapi tidak Menyerah!
Tantangan sudah di terima. Pengalaman baru lagi. Teman-teman baru lagi.
Terima kasih.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya :D

Please leave your comment below about my blog, thanks for reading.

Sabtu, 02 September 2017

Dongeng 'Butiran Debu' - Part 1

Di suatu Minggu siang, sepulang gereja, saya duduk di teras belakang rumah dan menghadapi laptop, bermaksud menyelesaikan tulisan di blog yang gak kelar-kelar, tiba-tiba HP bunyi menandakan ada pesan masuk via WA. Sebagai perempuan jomblo, saya tentu gak berharap ada pesan dari pacar dong yahh, pede amat bukk. Ogah-ogahan angkat HP yang menganggu ke-khusyuk-an mengumpulkan niat untuk nulis, tapi setelah melihat 1 nama di pesan masuk terbaru mata langsung melek otak langsung sigap. Yang awalnya otak nyaris nonaktif kek abis minum Antimo 15 butir, langsung aktif maksimal kek abis minum 15 gelas doble shot espresso, CLING! Pesan masuk dari Kak Jemi Ngadiono! Tahu kan? Itu loh, Foundernya 1000 Guru. Belum tahu? Follow aja IG-nya @1000_guru yah. Setelah beberapa kali balas chat dan voice call via WA, intinya Kak Jemi akan datang ke Toraja bersama Ibu Anita Tanjung, Founder CT ARSA Foundation, untuk mengunjungi sekolah yang layak bantu.

Kenapa bisa dapat contact Kak Jemi? Karena kami sempat ketemu di .tnt (Travelling & Teaching) #7 1000 Guru Kalsel pada Desember 2016 lalu, sempat sharing tentang komunitas yang akan dibentuk oleh saya dan beberapa teman-teman di Toraja, jadi tukeran contact-lah untuk keperluan sharing. Beberapa minggu sebelumnya juga saya pernah menghubungi Kak Jemi untuk konsultasi tentang Komunitas kami, Galampang Pustaka Toraja, dengan panjang lebar saking bingungnya saya saat itu dengan komunitas ini. Maklum, pertama kali membentuk komunitas. 
Pertama kali Ketemu Kak Jemi di .tnt Kalsel

Apa itu CT ARSA? Nah, pada saat itu saya sempat diperkenalkan sedikit oleh Kak Jemi mengenai CT ARSA yang merupakan sebuah Yayasan yang diketuai oleh Ibu Anita Tanjung yang berada di bawah naungan CT Corporate. Yayasan ini bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan, yaa kurang lebih untuk mewujudkan pemerataan pendidikan di pelosok negeri ini. Boleh cek IG-nya di @ctarsafoundation.

Nah, karena saat itu saya sedang berada di Toraja, jadi Kak Jemi menghubungi saya tentang rencana kegiatan CT ARSA tersebut. Wowwww! Sebagai 'butiran debu' saya tentunya excited dengan rencana tersebut. Salah satu orang penting Indonesia akan mengunjungi kampung halaman kami yang melalui 'kacamata' saya belum berkembang secara signifikan ini, utamanya dalam bidang pendidikan. Jiwa volunteer yang belakangan sedang minta diperhatikan akhirnya semangat kembali. Melalui pembicaraan singkat tersebut, Kak Jemi meminta untuk mengumpulkan 10 orang volunteer untuk kegiatan tersebut, mencari lokasi sekolah yang akan dikunjungi untuk diberikan bantuan yang jaraknya maksimal 1 jam dari hotel di Rantepao. Kegiatan akan dilaksanakan tanggal 29 Agustus 2017 yang artinya persiapan dalam 9 hari.

Sebenarnya permintaannya agak susah untuk direalisasikan utamanya pada bagian 'sekolah layak bantu yang jaraknya sejam dari Rantepao' karena di beberapa tempat terpencil di Toraja yang memang layak bantu versi Kak Jemi, jarak tempuhnya lebih dari waktu yang telah ditetapkan. Namun, masih ada usaha untuk mencari informasi kan? Siapa tahu memang masih ada sekolah yang belum diperhatikan di sekitaran kota. Nah, masalah kedua adalah, lokasi sekolah yang belum diketahui apakah di Kabupaten Tana Toraja ataukah di Kabupaten Toraja Utara. Behubung kedatangan Ibu Anita adalah undangan dari bupati, jadi tentunya kegiatannya harus dilaksanakan di kabupaten tersebut (kan udah pisah boo). Kalau lokasinya di Toraja Utara, yaaa bisalah yah dapat sekolah dengan jarak tempuh segitu, tapi kalau di Tana Toraja, waduh, mati awak. 

Sambil menunggu konfirmasi lokasi pelaksanaan kegiatan, saya sudah mulai mengumpulkan nama lokasi yang memungkinkan terdapat sekolah yang di maksud, tentunya dengan jarak 1 jam perjalanan dari Rantepao. Disamping itu juga, saya sambil mengumpulkan 10 orang volunteer yang diminta. Nah, mencari volunteer 10 orang ini susah-susah gampang. Setelah mengetahui bahwa kami membutuhkan 10 volunteer, saya langsung mengajak teman-teman tim Galampang Pustaka Toraja yang saat itu sedang berada di Toraja. Merekrut volunteer dalam keadaan seperti ini membutuhkan effort yang lebih karena dibutuhkan orang-orang yang memiliki visi yang sama. Nah, saya menghubungi langsung teman terdekat yang saya tahu memiliki kecintaan yang sama. Beberapa teman mengajak teman yang lain sehingga terkumpullah 10 orang tersebut. Mereka adalah Kak Novhi, Kak Wirda, Kak Desmi, Kak Citra, Kak Adri, Kak Nova, Kak Vera, Kak Ros, Kak Megi, dan saya sendiri. Meet up perdana sekaligus technical meeting dilaksanakan di rumah Kak Novhi. Lumayan sih drama pencarian volunteer ini. Sebenarnya banyak yang tertarik namun terkendala beberapa hal, ada yang berbenturan dengan jadwal kerja, ada yang lagi keluar kota, dan ada yang tidak saya hubungi karena saya emang gak tahu kalo ternyata lagi di Toraja, hehehe. Ya meneketehe, 9 hari itu mepet banget boo :D.

Nah drama pencarian tempat ini yang lumayan menguras tenaga, pikiran, dan dompet, hehehe. Dari beberapa teman yang sering ke pelosok, saya diinfokan bahwa mencari sekolah yang belum permanen di sekitaran kota itu susah. Sudah jarang sekolah yang belum permanen dengan jarak 1 jam dari Rantepao. Awalnya saya mempersiapkan tempat pelaksanaan di sebuah SD di Bangkelekila' di Toraja Utara, mengingat seorang teman yang adalah guru di sana mengatakan bahwa siswa di sana masih kurang termotivasi untuk sekolah. Jaraknya juga bisa ditempuh selama sejam dari Rantepao. Tapi ternyata tempat pelaksanaannya adalah di Wilayah Tana Toraja, maka tambah jauhlah lokasinya, mati awak. Harus memanfaatkan waktu yang singkat sekali untuk mencari sekolah sekaligus ceklok, apalagi waktu saya terpotong 3 hari karena upacara kematian nenek selama 3 hari yang tidak bisa ditinggalkan.

Berikut saya ceritakan hari-hari menuju hari H kegiatan yang penuh drama.

20 Agustus 2017 (H-9)
Di telpon Kak Jemi untuk mencari sekolah untuk kegiatan tanggal 29 Agustus 2017 (9 hari lagi) dengan jarak tempuh 1 jam dari Rantepao

21 - 23 Agustus 2017 (H-6)
Cari informasi tentang sekolah layak bantu di daerah Tana Toraja baik itu secara langsung ataupun telpon. Cari info via chating juga sebenarnya hati-hati banget. Saya mencari informasi dari teman-teman terpercaya, menghindari kegiatan seperti ini ditunggangi kepentingan lain. Ternyata sudah ada sekolah yang ditunjuk oleh Pemda yang dikunjungi oleh Ibu Anita, sebuah SD di Daerah Malimbong Balepe. Dari gambar sekolah yang dikirimkan oleh Kak Jemi, menurut saya sekolah tersebut masih memiliki bangunan yang layak. Well, sekolah inilah yang menjadi patokan saya untuk mencari informasi mengenai sekolah yang leboh layak untuk dibantu. Lokasi terdekat yang saya dapatkan berdasarkan rekomendasi beberapa orang yaitu di daerah Manggau, setengah jam dari kota Makale. Teman-teman tempat saya mencari informasi mengatakan bahwa sekolah layak bantu di daerah Tana Toraja dengan jarak 1 jam dari Rantepao itu sudah jarang, kalo di pelosok sih masih banyak, gitu kata mereka. Well, agak pesimis juga sih, tapi tetap usaha aja mencari. 

24 Agustus  2017 (H-5)
Saya, Citra, dan seorang teman, Rano, ceklok di daerah Manggau. Ternyata sekolah yang dimaksud sudah permanen, namun melihat kondisi siswanya yang masih menggunakan sendal jepit dan lapangan yang sangat becek, sepertinya sekolah ini agak terpinggirkan. Setelah menginformasikan kepada Kak Jemi bahwa sekolah layak bantu berjarak 1 jam dari Rantepao adalah sekolah tersebut, sekalian kirim gambarnya juga, ternyata tidak sesuai kriteria. 
Siswa SD di Daerah Manggau

Tampilan Sekolah di Daerah Manggau
Maka jadilah sekolah yang ditunjuk oleh Pemda yang akan dikunjungi, yaitu di daerah Malimbong Balepe'. Akhirnya kami memutuskan untuk ceklok saja ke sekolah yang dimaksud, untuk bertemu kepala sekolah dan melihat lokasi untuk menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan. Menuju Malimbong, Rano gak ikut karena akan lanjut kerja, tapi di ganti sama Ryan. Jadilah kami bertiga menyusuri jalan menuju SD yang di maksud. Sempat kelewatan ke arah Malimbong Balepe'. Setelah mendapatkan sekolah yang di maksud, ternyata sekolahnya agak di luar ekspektasi. Sekolahnya masih layak digunakan dengan siswa yang menggunakan sepatu, tas, dan baju yang boleh dikatakan layak. Kami berhenti di tengah lapangan dan berembuk mengenai hal ini. Jujur, saat itu saya rasanya dilemparin tai kebo 15 gerobak melihat sekolah yang katanya akan di bantu itu padahal jelas-jelas ada yang lebih layak. Tidak beranjak dari tempat parkir di tengah lapangan, saya berembuk dengan Citra, dan sepakat untuk mencari sekolah lebih layak bantu lainnya, urusan bertemu kepala sekolah kami akan kembali keesokan harinya. Yasudah, saya mah ngikut orang bawa motor aja, aku mah apa atuh, hehe. Serasa gak terima dengan kenyataan tersebut, kami akhirnya di antar sama Ryan menuju arah Batusura' untuk mencari sekolah yang lebih layak di bantu. Setiap terdapat papan informasi adanya sekolah, kami singgah dan mengecek keadaan sekolah tersebut. Ternyata masih belum sesuai kriteria. Lanjut lagi, dan menemukan sebuah sekolah yang jaraknya sekitar 800 meter dari jalan poros di Lembang Limbong. Well, ini lumayan sih, soalnya sekolahnya terbagi 2 gedung. Gedung pertama sudah permanen karena gedung baru, tapi sekitar 100 meter dari gedung baru terdapat gedung lama yang masih digunakan namun dengan kondisi yang masih semi permanen. Setelah mengecek keadaan kami kembali ke Makale.
Ruang Kelas SD di Daerah Lembang Limbong

Pembatas antar kelas yang sudah tidak ada

Jujur agak tidak terima dengan keputusan mendatangi sekolah yang di pilih Pemda karena sebenarnya masih layak. Masih ada sekolah yang lebih layak di bantu, buktinya 15 menit dari sekolah tersebut kami menemukan sebuah sekolah dengan bagunan semi permanen. Setelah laporan ke Kak Jemi tentang kondisi sekolah yang telah ditentukan Pemda (yang gak bisa di ganggu gugat lagi karena udah sounding dari yang di atas, hikss gak asik), akhirnya diputuskan untuk tetap cari sekolah 'jelek' walaupun jaraknya jauh berjam-jam, sekolahnya akan tetap dikunjungi walaupun tanpa kegiatan, uyeaahhhhh, harapan. Tanya sana sini lagi siss.

25 Agustus 2017 (H-5)
Hari ini adalah hari dimana kami (saya & Citra) di tetapkan (atau merasa?) sebagai 'butiran debu', atau sisa rengginang di pinggiran toples, yaa semacam itulah. Kami berencana untuk ceklok ke sekolah tujuan kegiatan untuk bertemu kepala sekolah dan melihat lokasi untuk menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan pada hari H. Tiba di lokasi, kami langsung menuju ruang guru, yaa gak lupa rapi-rapikan pakean dan wajah dong yah soalnya abis tertiup angin manja selama perjalanan naik motor. Emang butiran debu banget yah. Di ruang guru terdapat beberapa guru, setelah bersalaman kami di suruh duduk, ternyata ibu kepala sekolahnya lagi sibuk pasang gorden di salah satu dinding ruang guru. Sibuk banget sih kelihatannya, soalnya ibunya manjat-manjat meja, pasang foto bupati, dll. Sementara itu kami menunggu kesibukan ibu kepala sekolah sambil duduk di sofa ruang guru. Agak 'krik-krik' juga sih, soalnya guru-guru lain sibuk bercerita dengan sesama guru, ibu kepala sekolah sibuk manjat-manjat, dan kami berdua sibuk memperhatikan kesibukan tersebut dalam diam (untung gak sambil nganga, hehe). 15 menit berlalu yang kami isi dengan bisik-bisik tetangga plus memperhatikan anak sekolah sedang melakukan kegiatan masing-masing di lapangan sekolah yang kelihatan dari ruang guru. Akhirnya ibu kepala sekolah menyelesaikan kegiatannya. Saya sudah siap mengutarakan tujuan kami jika di tanya, 50% siap. Ibu kepala sekolah menepuk-nepuk tangan untuk membersihkan debu di tangannya, saya sudah siap 60%. Ibu kepala sekolah berjalan keluar dari tempatnya tadi memasang gorden, saya sudah siap 70%. Ibu kepala sekolah duduk di sebuah meja yang penuh tumpukan buku, saya sudah siap 80%, pantat udah siap terangkat dari sofa sekiranya akan ditanya tujuan kedatangan. Ibu kepala sekolah memasang kacamata, saya sudah siap 90%. Ibu kepala membuka buku dan langsung menuliskan sesuatu sambil berguman, "banyak sekali kerjaan ini." SAYA NGANGA! Niat yang sudah sampai 90% akhirnya turun drastis menjadi -90%. Tarik Napas, hembuskan, sabaaarrrr. Sambil menulis, ibu kepala sekolah memalingkan wajahnya sedikit kepada kami dan memandang dari ujung kacamatanya sambil berkata dengan suara dipasang berwibawa, "ada apa yah?" Kami berdua angkat pantat dari sofa, berjalan menuju ibu kepala sekolah, dan melempar bom molotov *ehhhh engga ding, emang kita sefrontal itu, haha. Kami berjalan menuju ibu kepala sekolah, memperkenalkan diri sembari bersalaman. Sambil berdiri kami menyampaikan tujuan kami. Setelah mengetahui tujuan kami untuk mengisi kegiatan dalam kunjungan Ibu Anita nanti, ibu kepala yang ekspresinya seperti abis cium bau sampah busuk yang sudah menumpuk lama di tempat sampah berubah drastis jadi seperti abis menemukan segudang harta karung. CLING! Sulapnya memang luar biasa. "Aduhh, maaf tangan saya kotor, habis bersih-bersih" NGEE?? Maksud EL? Ilfeel deh, tambah drop niat gue. -_-
Butiran Debu 1

Butiran Debu 2

Jadilah 'butiran debu' ini di persilahkan untuk duduk dan ngobrol bersama ibu kepala sekolah. Senyuman ibu ini benar-benar, yaaa gimanaa gitu. Saya langsung menanyakan beberapa pertanyaan yang perlu di tanyakan sehubungan dengan kegiatan. Setelah itu berkeliling sekolah untuk melihat kondisi ruangan yang akan digunakan. Sambil berkeliling, bapak guru yang mengantarkan kami sempat mengatakan beberapa kalimat 'sekolah ini baru bangunan pertama' (tapi kan sudah permanen pakk), 'terpencil sekali kasihan ini tempat' (masih ada yang lebih terpencil kelessss), 'sudah rusah-rusak ini kursinya' (buooodoo amatt!). Sekali hilang feeling sih selesai, terserah deh mau ngomong apa. Setelah selesai dengan urusan dengan sekolah tersebut, cepat-cepat pengen meninggalkan tempat itu dan dalam perjlanan menuju ke parkiran keluarlah kata-kata yang tertahan dari tadi di mulut, 'KAMPRET'. Sekali lagi, ilfeel maksimal bo'. Gini yah rasanya dianggap butiran debu, hehehe. 


Dari sekolah kami langsung menuju kedai kopi untuk menyusun kegiatan yang akan dilakukan di sekolah. Pilihan jatuh kepada sebuah Kafe di daerah Tandung Makale, soalnya kalo saya dirumah, kerja sendiri pasti gak selesai, terlalu banyak godaan. Butuh teman ngobrol dan suasana baru aja sih. Garis besar kegiatan selesai sambil diselingi dengan komentarin tema kafe tersebut yang menurut saya abstrak, dengerin penjelasan baristanya tentang kopi Jantan yang entahlah, rasanya seperti kopi yang di roast kegosongan, pengunjung (Ryan) yang buat kopi sendiri gegara baristanya lagi keluar, dengerin bapak-bapak yang ngomongin politik sambil tebak-tebak kami ini datang penelitian tentang kopi atau abis dari jalan-jalan plus nanyain tempat print A1, well, abstrak. 
Pembahasan abstrak, bersama orang abstrak, ditempat abstrak

26 Agustus 2017 (H-2)
Free. Di rumah seharian, mengistirahatkan badan setelah beberapa hari keluar rumah, tapi otak gak istirahat untuk mencari sekolah 'jelek' yang diminta Kak Jemi. Sampai sore hari kami berusaha mencari sekolah yang dimaksud namun belum ada kejelasan, sampai akhirnya saya menyampaikan ke Kak Jemi bahwa belum ada sekolah, dan kemungkinan besar tidak akan ada sekolah 'layak bantu' yang akan dikunjungi. 
Malam harinya, Citra menemukan kejelasan sebuah sekolah yang layak untuk dibantu. Sebenarnya saya sudah tidak terlalu berharap, karena belum melihat langsung sekolahnya, sementara kegiatannya sudah hari Senin (H-2), karena gak mungkin memberikan rekomendasi sekolah yang tidak saya lihat secara langsung. Tapi Citra tetap semangat untuk ceklok dengan situasi belum mengetahui lokasi dari sekolah tersebut. Jadilah kami sepakat untuk ceklok keesokan harinya ke sekolah yang di maksud dengan catatan, "Kalo sudah tiba di sekolah yang di maksud, trus layak bantu, tapi tidak sempat dikunjungi oleh Tim ARSA gak boleh kecewa, karena saya sudah menyampaikan sebelumnya bahwa belum ada sekolah." Gambling sih sebenarnya, tapi saya juga kembali mendapatkan harapan. Makasih Citra :D. Setelah sepakat dan siap menerima setiap konsekuensi yang terjadi, fix maksimal besoknya gereja pagi biar bisa berangkat siang trus lanjut technical meeting bersama volunteer pada sore harinya. Yuhuuuuuu. Pengganguran sibuk yah.


27 Agustus 2017 (H-1)Bersama Citra, perempuan strong ini, berangkat ke Palesan untuk mencari sekolah yang dimaksud. Sebenarnya cari 1 teman cowok untuk menemani ke sana tapi ternyata semuanya pada sibuk. Jadilah kami berangkat bermodalkan tanya sana sini, melewati jalan sempit berliku-liku naik turun yang pada bagian tertentu ada yang robek-robek. Tapi pemandangan di sebelah kiri setelah memasuki Wilayah Lembang To'Pao itu kece banget!!!
Jalanan belok-belok menanjak menuju lokasi
Toraja menyimpan begitu banyak keindahan, pikirku saat itu. Suguhan gunung dan lembah dari kejauhan membuat perjalanan tidak terasa jauh (entahlah dengan Citra yang nge-drive pada saat itu, hehehe). Kece dah pokoknya. Sepanjang perjalanan mata awas mencari informasi nama kampung tempat sekolah. Beberapa kali kami singgah menanyakan warga setempat. "Ooo, kambela pa, da'dua pa tete mi olai" informasi dari orang pertama. Jauh versi kampung dan versi kota itu berbeda loh, begitu pengalaman kami. 2 km versi kampung bisa jadi 4 kilo versi kota, hehehe.
Pemandangan gunung di perjalanan
Setelah 2 jam perjalanan, akhirnya dapat sekolahnya. Kami menemukan sebuah papan informasi Sekolah jauh, namun yang menjadi patokan kami dari informan adalah sebuah gereja. Setelah bertanya pada warga setempat, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Ternyata gereja yang dimaksud tidak berada di pinggir jalan, melainkan berada agak di bawah sehingga tidak terlihat dari jalan, papan informasinya pun sudah rusak dan terbalik. Untung kami singgah bertanya lagi, kalo tidak singgah mungkin kami sudah terus ke daerah Buakayu. Ternyata sekolah yang dimaksud adalah yang kami baca papan informasinya, hanya menurut warga lebih dekat jika berjalan kaki melalui gereja.
Papan Informasi Lokasi
Diantar oleh beberapa anak-anak daerah tersebut menuju sekolah, kami memarkir motor di depan rumah warga, dan berjalan bersama adik-adik melewati beberapa rumah warga dengan jalanan turunan curam (plus di setiap rumah ada anjing minimal 3 ekor, wowwwww!). Akhirnya kami tiba di sekolah yang dimaksud, dan tadaaaaa, memang benar satu dari tiga bangunan masih berupa kayu dengan alas tanah. Yeayyy, we find it! FYI, karena lokasi sekolah ini berada di lereng bukit, jadi angin sangat terasa jika berada di tempat ini. Rasanya kami di kelilingi oleh angin, brrrrr, untung perlengkapan lengkap.
View dari Sekolah
Butiran Debu 1 lagi survey

Butiran Debu 2 juga survey


Puas mengambil gambar dan mewawanncarai adik-adik yang mengantar, kami berencana kembali ke Makale, tapi sebelumnya singgah dulu ke rumah Kepala Lembang setempat untuk mencari informasi tentang sekolah tersebut. Ternyata, rumah Pak Lembang berjarak 20 menit naik motor, mungkin sekitar 4 km dari kelas jauh tersebut. Di dekat rumah juga terdapat sekolah induk tempat kelas 4-6 di daerah sekolah jauh bersekolah. Buset, kalo jalan kaki pulang-pergi ada berapa kilo yah? 8 kilo ada kali yah. Setelah ngobrol sebentar dan dijamu makan siang oleh Ibu Lembang, kami pamit dan kembali ke Makale untuk technical meeting. Actually, sedikit banyak saya pribadi merasa puas dengan adanya sekolah ini karena setidaknya ada yang lebih layak dibantu dan dilihat langsung medannya untuk melakukan kegiatan di tempat ini. Sepanjang perjalanan pulang kembali disuguhi oleh pemandangan luar biasa yang bikin mata gak berkedip dan mulut terus-menerus mengucapkan kata, "wowwww". Gak afdol rasanya kalau tidak berfoto berlatar pemandangan indah tersebut, jadilah cewek narsis ini tinggal berfoto-foto sebentar.


No special day without eksis-eksis
Butiran debu 2 berlatar belakang gunung

Dari Palesan kami langsung menuju Makale untuk melakukan technical meeting. Tim Volunteer ARSA technical meeting di rumah Novhi yang dihadiri oleh 9 orang, pertemuan nyaris lengkap pertama kali dan kita sudah berasa klop, hehehe, gila ngaseng. Membahas rundown kegiatan, pembagian kelompok, materi di kelas, dan berbagai hal teknis lainnya. Woww, padat sekali kegiatan yahh. 
Technical Meeting Tim Volunteer ARSA


28 Agustus 2017
Seharian tepar di rumah karena kelelahan abis dari tondok yang banyak anginnya, hehehe, rasanya di tampar angin dari segala arah jadi masuk anginnya 4 kali lipat. Teman-teman di Rantelemo yang deketan rumah ngumpul di rumah Wie untuk membuat nametag untuk keperluan kegiatan tanggal 30. Ternyata buat nametag yang di pasang di kepala itu lumayan menguras tenaga juga yah? Mulai dari gambar polanya, potong pola, lalu disatukan, luarrrr biasa. Dibawa lapar bo', yaheyalaahhhh kita mulainya juga jam berapa sis :D. Makasih Wie sudah menyediakan makan siang untuk kami, hahaha.
Buat nametag - kapal pecah
Hari ini juga Kak Jemi sudah perjalanan dari Makassar menuju tanya teToraja, sebenarnya rencana pengen meet up tapi karena Kak Jemi tiba malam di Toraja, which is di Toraja saja jam 7 sudah gelap banget, jadi pertemuan ditunda besok sekalian cek lokasi sekolah yang akan di bantu pembangunannya. Jadi fiksnya, kunjungan ke sekolah 'jelek' akan dilaksanakan tanggal 29 yang akan dikunjungi langsung oleh kak Jemi. Sebelumnya juga aku sempat ditanya soal lokasi sekolah yang akan di tuju, mulai dari kondisi bangunannya, keadaan rumah di sekitarnya, jarak dengan sekolah induk, bahkan minta foto jalanannya padahal aku gak ada foto sama sekali, hehe. Dan Kak Jemi ngasih tahu bahwa hal-hal seperti itu yang perlu diperhatikan saat survey, jangan sampai kegiatan kita ditipu-tipu sama orang yang tidak bertanggung jawab. 
"Nah, itu yang harus kamu tahu kalo pengen bangun komunitas," katanya.

Oyah, saya sempat di suruh untuk menghubungi pihak Frisian Flag untuk konfirmasi donasi susu, daann gak tau mau ngomong apa. Cuma di kasih nomernya trus di suruh telpon, sekalinya di telpon aku di suruh kasitau yang ngasih nomer telpon bapak untuk nelpon langsung, lah, iki piye toh. Bingung? Sama. Tapi di sinilah awal saya belajar untuk mengurus hal-hal seperti ini sekiranya kedepan bisa berkesempatan mengurus seperti ini lagi kan?

29 Agustus 2017
Palesan,,, here we go!!


(bersambung......................)
Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts