Selasa, 13 Desember 2016

SELAMAT JALAN OM AMO'

Malam itu, di tanah parantauannya, di dalam kamarnya yg dingin karena suhu AC yang terlewat rendah, di tambah dengan hujan yg mengguyur bumi, seorang gadis hanya bisa meringkuk, memikirkan berita yang didengarnya sejam yang lalu.

Beberapa jam yang lalu, dia masih sibuk memikirkan ketidakadilan kantor yg tidak membayarkan tiket pulangnya. Beberapa jam yg lalu dia masih menyelesaikan masalahnya dengan teman kantornya. Beberapa jam yang lalu dia masih semangat lari sore dan bermain basket. Beberapa jam yang lalu dia masih menikmati 3 potong semangka dan 4 tusuk sate ayam di kantin mess. Namun sejam yang lalu, setelah menyelesaikan ritual mandi dan keramasnya, dia menerima sebuah telpon. Telpon yang dipikirnya adalah telpon silaturahmi dari sepupu, tapi ternyata telpon berita kepergian seseorang.

Kepergian sesosok figur yang ia tahu sangat mengasihinya. Seseorang yang dia ketahui dalam 2 bulan ini, sejak ia meninggalkan kampung halamannya untuk kembali bekerja di tanah rantau, sedang berjuang dengan sakit yang dia derita. Seseorang yang akan dia kunjungi saat kembali ke kampung halaman pada waktu off nanti, yang terhitung seminggu dari sekarang. Seseorang yang saat dia kunjungi nanti, akan diajak ngobrol, berdoa bersama, agar dia melupakan sejenak sakit yang dideritanya. Tapi seseorang itu ternyata sudah mengakhiri perjuangannya di dunia. Mengakhiri segala sakit yang dialami selama masih diberikan napas oleh Sang Pencipta.

Si gadis kehilangan seorang sosok pekerja keras, yang setiap pagi dan sore akan melangkahkan kakinya ke kebun untuk mengurus sayur. Tidak ada lagi sosok yang tidak pernah mengeluh dengan sakit yang di deritanya. Bahkan, si gadis tidak pernah secara langsung melihatnya sakit sekalipun. Si gadis hanya mendengarnya berbicara di telpon, minta untuk di doakan, saat masuk rumah sakit beberapa waktu yang lalu.

Sekarang? Gadis itu hanya bisa meringkuk di kamarnya yang dingin, mendengar berita dari sambungan telpon akibat jarak beribu-ribu kilometer yang memisahkannya dengan kampung halaman. Semua kenangan kembali berulang di otaknya. Tidak ada lagi seorang tua yang akan menyambutnya saat datang di rumahnya. Tidak ada lagi 1 ekor ayam yang akan langsung meregang nyawa saat si gadis ingin makan ayam bakar. Tidak ada lagi sapaan khasnya yang akan menanyakan keadaannya di Kalimantan, atau keadaan keluarga di Makassar, atau keadaan si adik di Toli-Toli. Tidak ada lagi ajakan untuk menginap di rumahnya, atau sekadar nongkrong di depan rumah sambil meminum bir.

Seorang gadis perantauan
meringkuk dalam kamarnya, menumpahkan setiap kesedihan yang ia rasakan melalui air mata, dan mengatakan, "selamat jalan Om Amo', Tuhan Yesus sudah angkat penyakit mu."

Dari anakmu di tanah rantau,
Eka

Dahai, 131216

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

My Blog List

Most Viewed

More Text

Popular Posts