Helaaww
guys. Liburan kemarin eike bareng temen memutuskan stay di Kalimantan, gak
keluar pulau maksudnya, jadi gak ke Sulawesi apalagi pulang kampung. Karena
satu dan lain hal maka kami hanya menghabiskan liburan di Kalimantan aja.
HANYA?? Oww. Jangan salah. Kalimantan punya banyak tempat yang layak dijadikan
tempat wisata. Liburan 2 minggu ini hanya kami habiskan di kota Balikpapan dan
Samarinda. Yup, anda gak salah baca. Itu tulisannya Samarinda. Ibukota
Kalimantan Timur yang dijuluki orang sebagai Kota Tepian.
Saya yang numpang di kosan SIST saya
di Balikpapan tentunya gak bakalan betah kalo off duty selama 2 minggu hanya
dihabiskan di kamar saja. Bangun tidur hanya lihat dinding, kasur, bantal
guling, bantal kepala, gallon air, lemari pakean, kipas angin, paling jauh
jalan ke kamar mandi, yaa lumayan di sepanjang lorong kosan bisa lihat sepatu berjejer
depan masing-masing kamar. Bangun tidur gak ngerjain apa-apa, dari Shalat Subuh
sampe Maghrib hanya satu posisi aja yang kami buat, posisi tidur sambil megang
Xperia dan Samsung, itu aja. Atau kalo ada bahan makanan, kami masak untuk
makan siang, atau paling berat cuci
pakean yang lamanya bisa sampe 2 jam karena harus nampung air dulu. That’s it.
Itu kalo kami di kosan terus yah. Tapi untungnya kami sama-sama memiliki
golongan darah O. Hubungannya? Kami sama-sama masih manusia. Haha. Yaeyalahh.
Di samping kami masih manusia, kesamaan golongan darah menunjukkan kesamaan
karakter kami, terutama dalam hal stay in a one place while you are on holiday.
Saya pernah membaca postingan sebuah
akun di Line bernama Golongan Darah yang mengatakan bahwa “Golongan darah O itu
gak bakalan betah kalo seharian hanya di kamar, pengennya jalan terus”. Iyup,
karena saya merasa didukung sama postingan ini makanya saya melakukan hal untuk
membenarkannya. Biasa, sifat dasar manusia kan gak suka disalahkan. Hahaha..
Maka kami berdua si darah O akhirnya memutuskan untuk sering-sering jalan,
memanjangkan kaki. Jadi selama off duty kemarin kami mengunjungi beberapa
tempat yang belum pernah akmi datangi selama di Balikpapan diantaranya adalah
Maha Vihara Buddha Manggala, nongkrong di Pantai Melawai, mengikuti pameran
Budaya di Dome yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Balikpapan yang mana
di sana kami mendapatkan goody bag gratis di Stan KKP Dinkes dan di stan Dinas
Pariwisata kami mendapatkan peta tempat wisata apa aja yang wajib dikunjungi di
Balikpapan. Tapi kali ini saya gak akan menceritakan soal Balikpapan, ada satu
tempat yang kami jadikan perpanjangan kaki kami (perpanjangan kaki? Istilah
apaan nih) yaitu Samarinda.
Samarinda menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk traveling
kami karena si partner in crime saya ini, inisialnya Febi, belum pernah
sekalipun menginjakkan kaki di Kota Samarinda. Dengan alasan yang menurutnya
udah kuat banget bahwa sudah 1,5 tahun dia berada di Pulau Kalimantan, tapi
menginjakkan kaki di Ibu Kota Kaltim aja yang jaraknya hanya 2 jam dari
Balipapan itu sekalipun gak pernah, padahal sampai hutan paling hutannya Kalsel
aja yang ditempuh dengan perjalanan ekstrim udah dia datangi. Saya yang udah
beberapa kali ke Samarinda sempat mikir sih, dia mau lihat apa di sana, gak ada
tempat menarik menurut saya. Tapi selama 3 kali saya berkunjung ke Samarinda
(jiah, berkunjung, situ ibu negara? :D) ada satu tempat yang sangat ingin saya
datangi dan gak pernah kesampaian, yaitu Mesjid Islamic Centre Samarinda
meeegaaahhhh yang konon katanya adalah mesjid terbesar se-Asia Tenggara. Karena
keinginan itu akhirnya saya ikut juga ke Samarinda .
Akhirnya salah satu syarat untuk melakukan suatu perjalanan sudah
terpenuhi, yaitu niat (Tolong
di garis bawahi). Iyup, hal pertama yang harus anda siapkan saat akan melakukan
traveling adalah niat karena tanpa niat semuanya gak akan terlaksana dengan
baik . Yakan?? Yakan?? Correct me if I’m
wrong :D. Partner saya ini berencana hanya sehari di Samarinda yaitu
berangkat pagi dan pulang sore, jadi kami mencari tempat wisata yang dapat kami
datangi dalam sehari itu dan sarana yang dapat digunakan untuk menempuhnya.
Maka kami mencari informasi mengenai tempat wisata di Samarinda melalui social
media dan bertanya ke beberapa kenalan kami di Samarinda. Umm, koreksi, bukan
beberapa teman sih, hanya satu teman kami yang menjadi sumber informasi
mengenai Samarinda (sebut saja dia dengan inisial Keket). Iyah, wanita yang
berperan besar untuk perjalanan kami terutama mengenai kendaraan apa saja yang
dapat kami gunakan untuk mencapai daerah tersebut. So, remember guys. Saat anda
ingin mengunjungi tempat yang belum pernah anda datangi sebelumnya, pastikan
untuk mencari informasi dahulu, seperti akses ke sana, waktu kunjungannya, jika
itu tempat ibadah pastikan apakah dibuka untuk umum dan tata krama memasuki wilayah
tersebut, dan kalo sempat cari informasi mengenai waktu atau musim apa tempat
itu bagus di kunjungi oleh turis. Eitss,, iyah. Kami udah tergolong turis loh
yah, turis domestic.
Setelah mencari informasi dari beberapa sumber, akhirnya selama
jalan-jalan sehari itu kami berencana mengunjungi Vihara terbesar di Asia
Tenggara yang baru di resmikan pada bulan Maret ini, Mesjid Islmic Center,
Pasar Pagi, Nongkrong di Tepian Mahakam yang katanya tempat nongkrongnya anak
gaul Samarinda (belakangan saya tau kalo di situ tempat nongkrongnya anak
alay). Untuk sementara itu dulu tempat yang akan kami kunjungi berhubung waktu
kami sangat terbatas. Setelah menentukan tempat, kami mengatur waktu dan urutan
tempat yang akan kami kunjungi dengan memperhitungkan estimasi waktu perjalanan
dan waktu yang akan dihabiskan di setiap tempat.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar sebelum Shalat Subuh
berkumandang (kosannya Febi dekat banget sama mesjid jadi suara Adzan
kedengaran banget)kami belum bangun. Kami bangun setelah Adzan berkumandang.
Demi mendapatkan bus pertama ke Samarinda, kami mempersiapkan segala
sesuatunya, merasakan kembali segarnya mandi pagi (ketahuan banget yang selalu
bangun kesiangan), menunggu angkot menuju terminal Batu Ampar yang susah
banget. Kami berangkat dari kosan pukul
stengah 7 pagi untuk mendapatkan bus pertama yang katanya berangkat jam 7.
Namun, berhubung area kosan kami di daerah MT. Haryono jam segitu masih jarang
angkot maka kami agak lama menunggu. Hampir jam 7 kami mendapatkan angkot menuju
Terminal Batu Ampar. Terminal Batu ampar adalah terminal dengan tujuan
Balikpapan Samarinda. Di sana bus-bus berkumpul menunggu penumpang, namun dari
pengalaman saya sebelumnya bus di terminal akan lama banget ngetem jadi kami
memutuskan untuk langsung ke pertigaan menuju terminal. Di sana kami
mendapatkan bus yang gak terlalu lama ngetem. Untungnya kami masih mendapatkan
bus pertama yang berangkat pukul 07.30. Dengan bermodalkan 30ribu rupiah, bus
pun membawa kami menyusuri jalanan yang membelah hutan Kalimantan menuju
Samarinda. Tarif bus Samarinda-Balikpapan ataupun sebaliknya berkisar antara
30-40 ribu rupiah, tergantung fasilitas busnya. Bus yang kami gunakan adalah
bus non-AC yang sempat di komen oleh salah satu teman saya, “bus ji itu?”.
Iyah. Ini bus. Jangan mengharapkan anda mendapatkan bus Toraja dengan full AC,
suspense nyaman (pake banget), ada selimut dan tempat duduk lebaaarrr. Big no.
Lagian ini hanya perjalanan 2 jam doang. Naik pete-pete juga bisalah :D. Selain
bus non AC, ada juga bus yang sepertinya lebih nyaman yaitu bus AC yang bisa
didapatkan dengan harga 38 ribu rupiah, hanya saya belum pernah menggunakannya.
Keadaan Bus Balikpapan - Samarinda
Tiket Bus Angkutan Balikpapan - Samarinda
Di sepanjang perjalanan menuju Samarinda mata anda akan
dimanjakan oleh pemandangan hijau dan lebatnya hutan Kalimantan terutama saat
anda memasuki wilayah Bukit Soeharto, sebuah area hutan lindung bagi flora dan
fauna Kalimantan. Bus juga akan melewati beberapa rest area yang menjual
berbagai makanan, perkampungan warga, area kebun sawit, dan jalan hauling
menuju area pertambangan. Kadang saya miris setiap kali melewati daerah ini
karena terlihat bagaimana terlihat pembukaan lahan sehingga pohon-pohon
ditebang dan dijadikan area untuk membangun perumahan. Sekitar 2 jam perjalanan
kami memasuki wilayah Kota Samarinda (Samarinda Seberang) dan kami masih harus
berjalan selama 30 menit untuk tiba di Terminal bus di Samarinda Kota.
Samarinda terbagi atas 2 wilayah yaitu Samarinda kota dan Samarinda Seberang.
Dari Samarinda Seberang ke Samarinda kota kami melewati jembatan penghubung
antara kedua wilayah tersebut, jembatan yang melintasi Sungai Mahakam, sungai
terbesar di Kalimantan timur. Dari atas jembatan tersebut, anda dapat
menyaksikan kehidupan masyarakat di bantaran sungai Mahakam dengan kapal atau
klotok atau speed yang berlalu lalang di sungai. Selain itu, ada juga kapal
pengangkut batu bara yang melalui sungai ini.
Tepat pukul 10.00 bus yang kami tempati memasuki area terminal.
Saat turun dari bus, ada akan langsung di tawari oleh tukang ojek atau supir
taksi (di Samarinda, orang menyebut angkot dengan sebutan “taksi”) untuk mengantarkan
anda ke tujuan anda. Berhubung kami gak mau menunggu terlalu lama (karena
menunggu itu butuh energi, apalagi nunggui kamu, eehh), akhirnya kami berjalan
ke depan terminal dan mengambil angkot hujau menuju Mall Lembuswana, namun
karena ada seorang penumpang yang searah dengan kami jadi kami ikut dengan
beliau dan turun di Pasar pagi untuk ganti angkot menjadi Angkot merah menuju
Vihara. Biaya yang kami keluarkan untuk sekali naik angkot adalah 7ribu rupiah
per orang.
Terminal Samarinda
Di angkot merah kami cukup memberitahu supir angkot bahwa tujuan
kami ke Vihara di daerah Damahuri dan pak supir langsung tahu. Sepertinya
tempat itu cukup dikenal. Sekitar 15 menit kami akhirnya tiba di Vihara yang
dimaksud, tempatnya ternyata langsung berada di pinggir jalan yang dilalui
angkot jadi kelihatan dari jauh patung Buddha nya.
Gak membuang waktu kami langsung menuju pintu gerbang Vihara yang
gedenya Naudzubillah. Selayaknya tamu yang wajib lapor kalo datang ke tempat
baru, kami juga seperti itu. Kami minta izin ke security untuk masuk di area
Vihara. Tapi sayangnya ternyata Vihara itu gak di buka untuk umum untuk saat
ini. Yang boleh masuk hanya orang yang sudah buat janji dengan pengelola Vihara
atau jemaat yang akan beribadah di dalam. Hiks. Syedih. Mana udah jauh-jauh
datang lagi, ujung-ujungnya gak bisa masuk. Tapi dari informasi yang saya dapat
dari internet emang belum gak ada info kalo bisa dibuka untuk umum sih, jadi
yasudahlah. Akhirnya kami ngobrol aja sama bapak securitynya, lumayan kan si
bapak bisa ngobrol sama petualang cantik yang belum sempat masuk tipi. Dari
informasi bapak security, katanya pengujung boleh masuk tapi Cuma sampai di
kafenya aja. Kafenya itu tepat di bawah patung Buddha, jadi kita bisa lihat
patungnya dari dekat. Kafenya menyediakan makanan untuk vegetarian, soalnya
penganut agama Buddha kan emang gak boleh makan daging. Kami pengen sih masuk
nongkrong di kafenya, tapi kelamaan kalo mau nunggu, soalnya kafenya buka jam
12. Karena merasa udah cukup dengan bertanya-tanya ke security, jadi kami
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Pintu Gerbang Buddha Centre
Setelah nunggu bodo-bodo selama 1,5 jam akhirnya warung makannya
buka dan itu bagaikan oase di padang gurun. Jadi pas si pegawai buka pagarnya
itu kek slow motion banget trus rumah makannya langsung bercahaya, dan cacing
di perut langsung menabuh gendang tanda perang dimulai, perang terhadap
kelaparan. Gak nunggu waktu lama, langsung masuk ke warung makan tersebut,
duduk manis di kursi (arti ‘duduk manis’ adalah cewek manis lagi duduk), waiter
datang, kami langsung pesan. Dengan kepedean tingkat tinggi saya langsung
nanya, “Ada sate rusa gak?”
Si waiter dengan wajah bingung menggelengkan ke kepala sambil
berkata, “gak ada, Mba. Di sini gak ada sate kek gituan.
“Trus adanya sate apa?”
“Sate ayam aja.”
Whattt???? Trus maksudnya ibu itu tadi apaan. Wah kita di
bohongin nih. Yaudah, karena gak ada menunya dan kami juga kelaparan udah
nunggu selama 1,5 jam jadi kami mesan yang ada aja. Di dinding rumah makan
tersebut ada terpajang menu makana yang kemungkinan dijadikan sebagai menu
andalan rumah makan ini, jadinya kami mesan Sup Kimlo Ayam Kampung aja.
Sambil menunggu pesanan kami datang, kami memperhatikan rumah
makan tersebut. Ternyata banyak juga yang datang untuk makan siang di tempat
ini. Mulai dari bapak-bapak sampai ibu-ibu semua yang ada di sini, dari yang
bermobil sampai yang jalan kaki, dari yang kurang cantik sampai yang cantik
banget, datang di sini. Intinya dari kata-kata saya yang bertele-tele dari tadi
itu adalah rumah makan ini lumayan laris. Dan dari informasi teman saya, tempat
makan ini memang terkenal.
Pesanan kami pun nongol. Dari kuahnya sepertinya enaaakkk banget.
Entahlah kalo saat itu mungkin karna kami sedang lapar-laparnya yah. Tapi dari
penampilannya sih good looking. Telur rebusnya di suwir-suwir jadi gak bikin
saya illfeel duluan, yang notabene kadang menilai makanan dari luarnya dulu.
When we tasted the soup, wow. Enak. Beneran enak loh yah. Awalnya kami juga
penasaran dengan menu ini, kek gimana sih rasa Sup Kimlo itu. Ternyata rasanya
sama aja sih kek soto ayam pada umumnya, tapi ini soto ayam versi enak.
Kalo soal harga makanan, di tempat ini memberikan harga yang terjangkau.
Awalnya kami piker akan mahal, melihat banyaknya orang yang datang makan ke
tempat ini, tapi opini itu terpatahkan di meja kasir. Tsahh. Kami hanya
membayar Rp 25.000,- untuk seporsi soup kimlo dan Rp 5.000,- untuk sebotol air
mineral. Terjangkau kan?
Menu Makanan di RM Amado
Selesai memberi makan cacing di perut, kami melanjutkan ke tujuan
awal kami. Mesjid Islamic Centre Samarinda. Here we come!!!! Kami melanjutkan
perjalanan menggunakan angkot hijau, yang kami rasa udah jauh banget
mutar-mutar. Kirain udah mau di bawa lari sama si sopir taksi, tapi saya piker gak
mungkinlah dia berani, mau di smack down sama salah satu penumpangnya ini. And
Finally, we are here!!
Mesjin Baitul Muttaqien Islamic Centre Kaltim
Masjid
Baitul Muttaqien Islamic Centre Kaltim. The largest mosque in Kalimantan.
Mesjid terbesar kedua di Asia tenggara
setelah Mesjid Istiqlal (pengen [ake bahasa inggris tapi gak tau bahasa
inggrisnya :D). Akhirnya eike bisa menginjakkan kaki di mesjid ini setelah
keempat kalinya datang di kota Tepian ini. Mesjidnya luar biasa gede. Bagi
perempuan, gak harus pakai penutup kepala koq kalo mau masuk ke area mesjid. Di
dalam mesjid juga koq orang yang nongkrong. Entah itu bapak2, pemuda pemudi
Indonesia. Entah itu yang sedang belajar agama, sharing, atau yang lagi hunting
foto. Entah itu ayah ibu anak atau sepasang sejoli yang sedang menjalin cinte. Dan
kami hadir sebagai pelacong yang mengagumi keindahan arsitektur tempat ini.
Kami nongkrong di sana sampai setengah empat saat suara adzan untuk shalat
Ashar sudah dikumandangkan.
Landscape Mesjid Islamic Centre
Puas melihat-lihat
kami langsung nyebrang ke depan Mesjid. Sebenarnya salah satu destinasi temen
saya ini adalah pengen nongkrong di tepian Mahakam yang katanya tempat
nongkrong anak gaolnya Samarinda. Tapi berhubung kami ga tau tempatnya di mana
jadi kami nongkrong aja di seberang jalan Mesjid, masih tepian Mahakam juga
koq. Lagian kami udah gaul, ngapain carri tempat gaul lagi. Haha.
Tepian Mahakam ini menurut saya
seperti pinggir sungai pada umumnya. Bau air sungai dan sampah-sampah yang di
buang ke sungai memperjelek penampilan tepian ini. Ditambah air sungainya yang
keruh berwarna coklat, warnanya emang kek gitu sepertinya. Tapi pemandangan
yang disajikan gak membosankan juga. Di hadapan anda terhampar luas sungai
Mahakam yang lebarnya minta ampun jauhnya. Gede banget pokoknya. Ada juga
kegiatan anak-anak yang main kantinting di sungai. Oyah, satu fenomena luar
biasa yang bisa kamu lihat di sini yaitu
Gunung Berjalan. WOW. Iyah, kamu bisa melihat kapal-kapal pengangkut batu bara
lalu lalang di sungai ini, itu gunung berjalannya :D. Tapi katanya kapal
pengangkut batu bara ini hanya lewat sampai sore hari.
Tepian Mahakam
Puas duduk-duduk di tepian Mahakam
akhirnya kami beranjak, dan kami berpisah di sana. Febi akan kembali ke Balikpapan dan saya masih tinggal sehari di
Samarinda mengunjungi sanak keluarga di sana, maklum keluarga besar. Torayakan,
aihihi. :D
Pada malam harinya saya masih
berkesempatan untuk mengunjungi Mahakam Lampion Garden. Bukanya ini mulai malam
hari, yaeyalahhh namanya juga lampion. Sebuah tempat di mana semua keajaiban
dunis berkumpul di sana :D. Hanya dengan modal sepuluh ribu kamu bisa dapat
gelang sebagai tanda kamu bisa masuk ke lokasi lampion Garden itu. Lumayan lah
cuci mata malam-malam. Cuci mata melihat para ibu-ibu gendong anaknya dan di
temani suami tercinta, ahhsyudahlah, pulang yuks.
Mahakam Lampion Garden
Jadi itu beberapa tujuan wisata kammi selama di Samarinda. Masih
banyak destinasi wisata yang dapat dikunjungi di Samarinda dan sekitarnya,
diantaranya Desa Pampang yang merupakan desa adat suku Dayak, Kota Tenggarong
yang hanya berjarak sejam dari Samarinda, tempat pembuatan tenun Kalimantan,
dan masih banyak lagi. Sayangnya waktu kami hanya sebentar jadi hanya beberapa
tempat yang bisa kami kunjungi. But we love this trip. Ngetrip kilat namun
hasilnya memuaskan bagi para pemula seperti kami.
Pulau Kalimantan adalah tempat kami meraup sesendok berlian, dan
pulau Kalimantan juga menyuguhkan keindahan pesonanya. Indonesia is the best
country that I ever had :D.
Holiday is over, saatnya kembali ke rutinitas pekerjaan lagi. Next
time, kami akan mengunjungi tempat-tempat yang baru lagi. :D